Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Mengumpat Lebih Terasa Nikmat daripada Berbesar Hati

11 Desember 2019   13:50 Diperbarui: 11 Desember 2019   17:19 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : https://www.harapanrakyat.com

Kita semua pasti pernah terjebak dalam realita yg kurang beruntung, merasa kita adalah pihak yg sedang di rugikan. Merasa hari itu adalah hari yg paling sial dan keberuntungan tak berpihak pada kita. Lalu dengan spontan tiba-tiba kita mulai mengumpat, mengoceh, dan mengomel mengeluarkan kata-kata yg kurang pantas di dengar.

Pernahkah sejenak kita berpikir bahwa seringkali masalah yg sedang kita hadapi, terlalu di renungi dengan serius. Hingga tanpa sadar semua itu perlahan-perlahan menarik otot-otot dan urat syaraf kita menjadi sangat keras, tegang, kaku, dan membuat pening kepala. Kita bisa melihat fenomena itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketidakdewasaan kita dalam mengatasi dan menerima masalah seringkali berujung pada perdebatan, cekcok, konflik urat syaraf bahkan hingga terjadi perkelahian.

Hal-hal kecil seperti bersabar menunggu antrian, rela bersabar menunggu pesanan, sabar menunggu sinyal jaringan yg jelek, sabar dengan sikap anak yg rewel atau apa saja yg membuat kita emosi setengah mati sudah seharusnya kita ubah kebiasaan mengumpat dengan kebiasaan yg lebih memberdayakan dan memberi efek positif pada diri kita. Apakah mengumpat selalu lebih nikmat dari pada berbesar hati ?

Memang tidak semua keinginan dan kemauan kita selalu sejalan dengan kenyataan, kadangkala kita harus di paksa untuk dewasa dalam memaknai suatu kejadian dengan bijak. Kabar baiknya suatu kejadian yg kita anggap buruk yg pernah menimpa kita, bisa jadi itu adalah sebagai keajaiban bagi kita. Namun seringkali kita lambat untuk menyadari nya. Kita seringkali hanya menggunakan nafsu dan akal sempit untuk memaknai sebuah peristiwa, ketimbang menggunakan kecerdasan otak dan keluasan hati dalam menerima setiap kejadian yg tidak sejalan dengan keinginan kita.

Mengumpat memang seringkali terasa lebih nikmat, namun kenikmatan itu hanya terasa sesaat. Apalagi jika kita seringkali menyalahkan pihak luar dan mengkambinghitamkan segala macam objek di luar diri kita atas kejadian buruk yg sedang kita alami. Saya paham, mengambil tanggung jawab itu memang berat tidak segampang mengumpat, tapi apakah kita rela Syndrome yg benar-benar mengerikan itu menggerogoti hati, pikiran dan jiwa kita ? 

Jangan khawatir, saya juga pernah seperti itu, saya juga manusia biasa yg pernah mengumpat, mengoceh, dan mengomel. Tapi saya sadar semua itu hanyalah racun yg perlu saya detox dan bersihkan. Lagipula saya juga tidak mau berlama-lama memelihara racun yg cukup mengerikan itu. Mengumpat, mengoceh, dan mengomel hanya semakin memperlihatkan sifat kekanak-kanakan kita. Bila cukup dewasa, sudah seharusnya kita berhenti melakukan semua itu, dan mulai untuk lebih dewasa dalam memaknai setiap peristiwa yg datang dengan hati yg lapang. 

Perlu di ingat, bila dada lapang, maka semua bisa datang tanpa di undang, bila hati merasa puas, rezeki pun kian meluas. Mari kurangi mengumpat, mengoceh apalagi mengomel. Perbanyak rasa syukur, berserah, ikhlas dan berbesar hati atas peristiwa yg kurang baik yg sedang menimpa kita. Seperti Quotes anak muda : "Semua akan indah pada waktunya" begitulah kura-kura..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun