Mohon tunggu...
Revi Yulidha Putra
Revi Yulidha Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Asaalamualaikum, salam sehat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Menganut Teori Sekularisme?

16 November 2020   19:26 Diperbarui: 16 November 2020   19:55 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Prancis, Sekularisme atau dari Bahasa Perancis  yang berati lacit adalah konsep masyarakat Sekuler. Dalam masyarakat ini urusan agama dipisahkan dari negara. Pada abad ke-20, konsep ini berkembang menjadi penyetaraan semua agama, namun pada intinya konsep ini adalah prinsip yang memisahkan agama dari negara. "Lacit" dalam kamus diterjemahkan sebagai sekularisme atau sekularisme, meskipun bisa juga disebut "sekularisme" atau "laisisme".

Filsuf Perancis Ferdinand Buisson (1841-1932) juga menjadi salah satu penggagas konsep sekularisme pada masa Republik Perancis Ketiga. Laisitas atau lacit diartikan sebagai sekularisasi sistem politik suatu negara. Negara tidak didasarkan pada agama resmi tertentu, dan tidak menganggap bahwa pemerintah negara bagian memainkan peran sakral tertentu. 

Salah satu bentuk perwujudan konsep ini adalah dengan memisahkan kekuasaan politik dan administratif suatu negara dari agama atau kekuasaan agama. Oleh karena itu, harus dibedakan antara karakteristik masyarakat yang sekuler (yang berarti masyarakat cenderung non-religius) dan konsep kemalasan (dimana instansi pemerintah bukan bagian dari norma agama tertentu dan tidak berdasarkan nilai-nilai agama). Spiritual dan Teologi). Negara sekuler juga tidak mengakui apa yang disebut agama rakyat, seperti kampanye eksklusi melawan fanatik (seperti yang dikemukakan oleh Rosso), atau penerapan mutlak ateisme, seperti di negara komunis. 

Dalam perjalanan perkembangannya, individu-individu yang berbeda pendapat, agama dan kepercayaan dalam kehidupan politik yang sama berharap dapat mengubah konsep "korupsi" menjadi sebuah konsep yang bersatu. Dari perspektif sekuler, berbagai pemahaman atau kepercayaan yang terkait dengan agama (baik itu agama dalam pengertian sehari-hari, atau teisme, teisme, ateisme, agnostisisme atau kepercayaan pribadi) hanyalah pendapat pribadi, tidak terkait dengan penyelenggaraan negara. Akibatnya, politik benar-benar non-spiritual. Namun, dalam negara sekuler, selama tidak mengganggu ketertiban agama, kebebasan berkeyakinan dan kebebasan berkeyakinan harus sepenuhnya dijamin. Negara sekuler tidak berhak mencampuri urusan agama. Selain itu, negara sekuler tidak menentukan keyakinan mana yang merupakan keyakinan agama. 

Di Prancis, hal ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang 1905.Lacit adalah tradisi di era rasionalisme Prancis, yang menjamin kebebasan berbicara. Prinsip ini juga menjadi dasar dari Trinity Prancis: Liberty, Liberty, Fretnet; kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Namun, setelah pidato terakhir Macron, banyak orang percaya bahwa French Lechette adalah sekularisme, yang diketahui kebanyakan orang: menghancurkan agama. 

Padahal, dengan sejarah perkembangan negara yang dikenal sebagai "gudang pemikir" tersebut, konsep Lacit di Perancis telah mengalami banyak perubahan. Padahal, dengan sejarah perkembangan negara yang dikenal sebagai "gudang pemikir" tersebut, konsep Lacit di Perancis telah mengalami banyak perubahan. Pemisahan Gereja dan Negara. Sikap gereja kemudian dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip revolusioner kaum republik. Pada tahun 1902, Prancis dipimpin oleh Emile Combes, seorang republikan anti-ulama militan. "Terganggu oleh kebencian terhadap gereja, Combes akhirnya memutuskan untuk sepenuhnya mengubah prinsip dasar hubungan gereja-negara," tulis Popkin.

Pemerintah Combes memutuskan hubungan dengan Vatikan pada tahun 1904. Setahun kemudian, Majelis membatalkan 1801 Konkordat yang mengatur hubungan gereja-negara sejak zaman Napoleon. Hukum pemisahan gereja dan negara ini disebut Loi dan menyangkut la Sparation des Eglises et de L'etat. Secara formal, negara tidak lagi mengakui agama apapun, mensubsidi gereja, dan tidak memberikan agama apapun kepada pendeta atau pendeta.

Pendapat saya sendiri tentang Sekularisme setuju dengan pendapat Nurcholis Madjid atau akrab dipanggil Cak Nur. Cak Nur menawarkan suatu jalan keluar yang kontroversial: kebebasan berpikir dan sekularisasi.

Seperti yang dilansir oleh Alinea.id "Sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme, sebab secularism is the name for an ideology, a new closed world view which function very much like a new religion. Dalam hal ini yang dimaksudkan ialah setiap bentuk liberating development. Proses pembebasan ini diperlukan karena umat Islam, akibat perjalanan sejarahnya sendiri, tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang disangkanya Islami itu, mana yang transendental dan mana yang temporal," demikian ucap Cak Nur dalam pidatonya.

Gagasan sekularisasi Cak Nur berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. "Kalau Partai politik, tempatkan pada tempatnya. Jangan parpol, meski namanya partai Islam, ditempatkan dalam posisi agama," jelas Guru Besar Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bahtiar Efendi.

Walaupun membawa semangat sekularisasi, Cak Nur tak pernah benar-benar sekuler seperti doktrin lacit di Prancis yang benar-benar menihilkan keberadaan agama di ruang publik, dan tegas memisahkan antara agama dan negara. Bentuk lacit yang menentang otoritas gereja ini mencirikan sekularisme Eropa yang berbeda dengan situasi di tempat lain seperti Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun