Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tak Ada Demokrasi dalam Konsep Khilafah

27 Agustus 2020   21:35 Diperbarui: 27 Agustus 2020   21:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat banyak orang dan beberapa pihak ingin mengubah bentuk negara kita dengan system khilafah; suatu hal yang diinginkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Puluhan tahun yaitu sekitar tahun 1980 sampai menjelang reformasi mereka rela mengalami masa gerilya utuk mendapatkan pendukung. Saat reformasi mereka muncul karena reformasi memang memungkinkan banyak suara muncul. Hal itu dimungkinkan karena demokrasi yang membaik dibanding era orde baru.

Namun dalam perkembangannya, HTI makin jauh melenceng dari karakter Indonesia-an yang amat beragam ini. Ada suku bangsa yang berjumlah ratusan Ada bahasa daerah yang juga ratusan, ada pulau yang berjumlah belasa ribu dan banyak kepercayaan dan enak agama yang diakui negara ini. Sehingga tidak salah jika the founding fathers kita mengonsep Pancasila sebagai dasar nagara kita dan bukan konsep negara agama, antara lain karena Indonesia memang sangat beragam.

Kita coba melihat negara tetangga kita, Malaysia. Negara yang serumpun dengan kita itu punya negara dengan perbedaan tetapi tidak sebanyak negara kita. Mereka juga suku dan pendatang dari China, Arab, India dll yang melebur menjadi satu. Malaysia dikenal sangat melindungi warga aslinya yang kebanyakan Melayu dan beragama Islam, namun mereka tetap menolak ide khilafah karena ide itu dianggap menyimpang. Begitu juga dengan Pakistan, Bangladesh, Brunei Darussalam dll. Mereka juga tidak memilik khilafah sebagai bentuk negara.

Bagaimana dengan kita?

Seperti sudah dijelaskan di atas, usai reformasi HTI makin berani tampil di public dengan memperkenalkan konsep pemurnian Islam. Lalu mereka juga seringkali membawa isu-isu syariat Islam untuk menjadi system resmi Indonesia. Terakhir mereka mengabaikan Pancasila dengan dalih bahwa sebagian besar rakyat Indoensia beragama Islam dan perlunya syariat Islam sebagai pandangan hidup dan khilafahlah merupakan bentuk pas bagi negara ini.

Mereka dengan gigih mempengaruhi pengikutnya untuk mendukung ide-ide mereka itu melalui gerakan pada ekstra kulkuler kampus dan sekolah, pada pengajian-pengajian terbatas, sampai beberapa channel di youtube. Yang paling menonjol dari penyebaran mereka adalah bahwa mereka amat piawai memakai media sosial untuk menembus sekat-sekat fisik dan bisa merangkul beberapa tingkat generasi. Dan para pengikutnya dengan sebagian besar ibu-ibu dan kaum millennial itu terpikat dan kemudian ikut memperjuangkan konsepkonsep kekhilafahan itu.

Mereka lupa bahwa banyak sekali kesulitan yang akan mereka temukan jika konsep itu bernar-benar mereka terapkan. Konsep demokrasi dan beberapa konsep kebersamaan akan hilang dalam konsep yang mereka yakini. 

Kita mungkin bisa melihat fenomena itu pada eks WNI yang pindah ke Suriah untuk mengikuti ISIS. Eks WNI itu banyak mengeluh soal perlakuan yang mereka terima dari ISIS, seperti pemerkosaan wanita oleh pria, hukum yang katanya syariaat Islam tapi dianggap tidak manusiawi dll. Termasuk keyakinan bahwa system kekhilafahan ini tidak mengakui konep demokrasi karena diaggap kafir.

Jika demokrasi saja dilarang, bagaimana kita akan berkembang dengan baik sebaai sebuah bangsa. Karena itu pelarangan HTI adalah sesuatu yang tepat bagi negara kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun