Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kampanye Pilkada Harus Mengedepankan Toleransi antar Umat

18 Februari 2018   10:19 Diperbarui: 18 Februari 2018   10:28 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi - www.qureta.com

Minggu , 18 Februari, sekitar jam 9.30, telepon genggam saya memberikan notifikasi. Bahwa salah satu paslon cabug yang saya follow di aku medsos, sedang live. Ya, saat ini masa kampanye memang telah dibuka. Setiap pasangan calon di 171 daerah yang menggelar pilkada secara serentak, boleh melakukan kampanye. Termasuk salah satunya kampanye melalui media sosial. Partai politik dan timses paslon berusaha semaksimal mungkin meraih simpati publik. Tidak hanya itu, para oknum yang berasal dari berbagai profesi juga ingin mendapatkan simpati. Entah itu simpati dari parpol, paslon, atapun masyarakat. Namun tidak jarang simpati itu justru dimanfaatkan untuk kepentingannya mereka.

Salah satu contonhnya adalah, mulai maraknya provokasi kebencian di media sosial. Ujaran kebencian kembali bermunculan seperti pada pilkada DKI Jakarta yang lalu. Tidak hanya di dunia maya, di dunia nyata pun tindakan persekusi dan tindakan intoleran mulai terang-terangan ditunjukkan. Ironisnya, korbannya adalah para pemuka agama dan tempat ibadah. Ada apa ini? Apakah ini indikasi isu SARA akan 'digoreng' lagi jelang pilkada serentak? Apakah isu agama kembali dimunculkan seperti pilkada DKI?

Entah sengaja atau tidak, entah benar atau tidak, entah kebetulan atau tidak, HRS yang selama ini tidak mau pulang ke Indonesia, tiba-tiba dikabarkan akan pulang. Ada yang mengatakan informasi itu hoax, tapi ada juga yang mengatakan itu benar. Sebagai masyarakat awam, tentu kita harus terus waspada agar pengerahan massa secara besar-besaran tidak terjadi lagi. Isu kriminalisasi ulama kembali dimunculkan. Apalagi sejak Januari 2018, terbukti ada beberapa ulama yang mendapatkan tindak kekerasan. Apakah ini 'by design'? Tidak tahu. Mungkin ini terjadi secara kebetulan, tapi dalam politik tidak ada yang serba kebetulan.

Mari kita terus sebarkan pesan damai, baik itu dalam dunia maya ataupun dunia nyata. Mari kita ingatkan ke semua orang, ke partai politik, paslon, tim sukses, hingga ke oknum yang tidak bertanggung jawab. Pilkada bukanlah ajang untuk menyebarkan kebencian. Pilkada harus digunakan sebagai ajang untuk adu gagasan. Hal ini lebih baik, lebih produktif dibandungkan saling menebar kejelekan, ataupun melakukan kampanye hitam untuk menurunkan elektabilitas.

Para ulama dan tokoh agama, juga harus mulai aktifkan memberikan ceramah yang menyejukkan. Agar pihak-pihak yang berniat ingin membuat pilkada tidak aman, bisa mengurungkan niatnya. Karena tidak sedikit provokasi di media sosial, yang membawa nilai-nilai agama untuk menarik simpati. Agama jangan dibawa ke urusan politik. Agama ada untuk memberikan tuntunan kepada pemeluknya, agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Agama ada untuk memberikan ketenangan dan kesejukan, bukan kegelisahan karena kebencian. Mari kita sama-sama saling mengingatkan dan meluruskan.

Mari kita wujudkan pilkada yang penuh suka cita, tanpa ada kebencian. Jangan sampai ajang pencarian pemimpin ini, justru berubah menjadi ajang saling menjatuhkan antar sesama. Ingat, Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda. Karena perbedaan itulah, Tuhan menganjurkan kepada kita untuk saling mengenal, agar kita mengerti dan memahami makna dari keberagaman. Jika kita bisa saling menghargai perbedaan pandangan, perbedaan pilihan politik, atapun perbedaan keyakinan, niscaya kita akan bisa hidup berdampingan dalam keberagaman. Dan kita sudah mengenal itu sejak dulu. Itulah yang disebut toleransi antar umat beragama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun