Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahun Politik, Momentum Saling Merekatkan Keberagaman

13 Januari 2018   08:27 Diperbarui: 13 Januari 2018   09:36 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahun Politik - okezone.com

Beberapa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di berbagai daerah, telah mendaftarkan diri untuk maju dalam kontestasi pilkada 2018. Dalam kontestasi pilkada ini, tentu para pihak yang bertarung berusaha untuk bisa duduk di kursi kekuasaan. Dalam upaya mendapatkan kursi kekuasaan ini terkadang berbagai cara akan dilakukan. Mencari perhatian publik merupakan cara yang efektif, untuk mendulang suara. Sayangnya upaya untuk mendapatkan simpati itu, tidak sedikit yang dilakukan dengan menggunakan kampanye negative, bahkan kampanye hitam. Cara-cara seperti ini, selalu terjadi dalam setiap pilkada.

Dalam pilkada DKI Jakarta misalnya. Ujaran kebencian begitu massif terjadi. Orang saling mencaci dan mencari kejelekan orang lain hampir terjadi disetiap tim kampanye. Sementara masyarakat terus disugihi berinta menyesatkan, yang membuat kondisi kian runyam. Lebih parahnya lagi, sentimen SARA berkali-kali dimunculkan. Akibatnya, ditingkat bawah masyarakat terbelah. Ancaman perpecahan pun didepan mata. Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab pun ingin memanfaatkan suasana pilkada yang panas ini. Beruntung kekhawatiran perpecahan itu tidak terjadi. Polisi berhasil meredam segala bentuk ancaman, termasuk ancaman teror yang menyusup dalam hingar bingar pilkada ini.

Lalu bagaimana dengan pilkada di 171 daerah yang akan terjadi pada Juni 2018 mendatang? Tentu semuanya tergantung kita. Jika kita mau saling menghormati dan menjaga keberagaman, tentu kekhawatiran terjadinya ancaman seperti pilkada DKI tidak akan menyebar ke daerah. Tapi jika kita tidak peduli lagi terhadap NKRI, dan terus merongrong negeri ini melalui berbagai pesan negative, ajakan jihad, menjelekkan orang lain dan lain sebagainya, tentu pelan namun pasti negeri akan hancur dengan sendirinya.

Karena Indonesia ini beragaman, tentu yang bertarung dalam kontestasi pilkada juga beragam. Tidak bisa konsep mayoritas minoritas dipersoalkan dalam pesta demokrasi ini. Karena siapa pun dia, apapun agamanya, dari mana dia berasal, berhak untuk ikut dalam kontestasi pilkada. Namun jika ada masyarakat yang mempersoalkan pasangan calon yang berasal dari minoritas, lalu dinyatakan tidak boleh dipilih, lalu menyebarkan kebencian seperti di DKI, tentu hal ini tidak boleh terjadi. 

Masyarakat juga harus mulai sadar dan berpikir jauh kedepan. Indonesia harus tetap beragam, apapun alasannya. Pilkada tidak bisa dijadikan alasan, untuk mengganti ideologi ataupun mendiskriminasi pihak-pihak lain.Pilkada harus digunakan sebagai momentum untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Pilkada harus digunakan untuk mengenal keberagaman yang ada di negeri ini.

Dengan saling mengenal inilah, kita akan bisa saling memahami orang lain. Jika kita mengerti dan memahami, maka akan muncul sikap saling menghargai. Namun jika kita tidak mau tahu, dan tetap bersikeras merasa paslonnya paling benar, merasa dirinya paling benar, tentu hal ini akan berpotensi memunculkan perselisihan. Dan ketika perselisihan ini sengaja dimunculkan untuk membuat suasana tidak kondusif, ini yang perlu menjadi kewaspadaan bersama.

Mari saling merekatkan keberagamaan. Perbedaan tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak bisa hidup berdampingan. Agama apapun mengajarkan sikap toleransi antar umat. Suku dan budaya apapun, juga mengajarkan sikap saling peduli, saling menghargai dan tolong menolong. Dan Indonesia, merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan perdamaian. Jika kita masih belum bisa saling menghargai, semestinya segera melakukan introspeksi. Karena negeri ini tidak tepat dihuni oleh orang-orang intoleran, yang suka membuat suasana tidak kondusif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun