Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saatnya Kampus Melawan Radikalisme

15 Oktober 2017   18:44 Diperbarui: 15 Oktober 2017   19:03 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tolak Radikalisme - www.konfrontasi.com

Penyebaran radikalisme terus mengancam perguruan tinggi di dalam negeri. Banyak guru, dosen atau rektor yang memilih menjadi radikal. Akibatnya, ketika mengajarkan mata pelajaran, mereka cenderung menyusupkan paham-paham radikalisme di dalam kampus. Beberapa waktu lalu sempat terungkap, banyak diantara para pengajar di daerah merupakan anggota dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang beberapa waktu lalu dibubarkan oleh pemerintah. Tak dipungkiri, meski organisasinya telah dibubarkan, namun ideologi radikal yang melekat diantara para dosen tidak bisa dilepaskan.

Masuknya paham radikalisme di dunia pendidikan memang sudah berjalan sejak lama. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga pernah menyatakan, ada beberapa rektor yang terindikasi mengajarkan radikalisme. Bahkan, guru-guru di level sekolah menengah pertama hingga umum pun, juga ada yang terindikasi radikalisme.  Karena itulah, tidak sedikit para siswa dan mahasiswa yang terpapar radikalisme justru di lembaga pendidikan tempat mereka belajar.

Masifnya penyebaran radikalisme di dunia pendidikan, membuat kita semua prihatin. Setelah menggelar aksi kebangsaan di Bali pada 25-26 September 2017 kemarin, pimpinan perguruan tinggi dan mahasiswa seluruh Indonesia, akan menggelar aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme pada 28 Oktober 2017. Aksi yang dilakukan secara serentak itu akan dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Kegiatan yang sama rencananya akan dilakukan di 350 kabupaten/kota pada 34 provinsi yang melibatkan 4,5 juta peserta. Adapun peserta tersebut meliputi pimpinan perguruan tinggi dan civitas akademika, baik mahasiswa, dosen, serta staf di perguruan tinggi. Acara ini dimaksudkan untuk mempertegas sikap perguruan tinggi, untuk melawan radikalisme dan intoleransi. Melawan radikalisme, intoleransi dan terorisme memang harus dilakukan oleh semua pihak. Mengingat ancaman ini kian mengkhawatirkan. Lembaga pendidikan semestinya menjadi tempat yang netral, untuk menuntut ilmu dan menyiapkan generasi penerus yang mempunyai kualitas. Jika lembaga pendidikan justru digunakan sebagai penelur generasi intoleran, tentu tidak dibenarkan dan harus dilawan.

Mari kita belajar dari peristiwa sebelumnya. Awal 2016 yang lalu, pernah ditemukan buku bacaan untuk anak-anak di PAUD, Depok Jawa Barat mengandung paham radikalisme. Bagaimana mungkin, anak-anak yang kecil, sudah didoktrin mengenai jihad dengan cara bom bunuh diri. Buku-buku bacaan itu kemudian ditarik dari peredaran. Lalu bagaimana buku berisi materi radikalisme itu bisa masuk ke lembaga pendidikan? Beberapa bulan yang lalu, juga ditemukan salah satu pengajar di sekolah menengah atas di daerah Jawa Tengah, mengajarkan paham radikalisme. Bahkan ekstra kurikulernya pun juga mulai menyisipkan ajaran radikalisme. Ujaran kebencian mulai diajarkan. Akibatnya, siswa yang kebetulan menjadi minoritas, akan tersiksa selama menuntut ilmu disekolah formal. Salah satu perguruan tinggi ternama di Bogor, sempat menjadi viral karena mahasiswanya mendeklarasikan mengusung sistek khilafah. Lengkap sudah. Dari PAUD hingga perguruan tinggi, terkontaminasi paham radikalisme.

Saatnya membersihkan lembaga pendidikan dari bibit radikalisme, intoleransi dan terorisme. Ajarkanlah kearifan lokal bangsa ini yang begitu beragam. Ajarkanlah pemahaman agama yang benar, yang bisa menerima keberagaman. Karena Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Karena itulah, lembaga pendidikan diharapkan mampu introspeksi, mampu membentengi siswa siswinya, serta mampu memberikan fondasi yang benar, agar melahirkan generasi yang cerdas, kreatif dan inovatif, tapi tetap menjunjung tinggi toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun