Mohon tunggu...
Retja Pentung
Retja Pentung Mohon Tunggu... -

Macam-macam ta pentung endasmu!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Registrasi Abal-abal, Menkominfo Tidak Tahu?

14 Juli 2017   22:23 Diperbarui: 16 Agustus 2017   20:02 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri ini, mungkin negeri paling banyak tipu-tipu di dunia. Saya yakin, hampir semua pengguna handphone tiap hari kita mendapatkan pesan singkat berisi penipuan. Dalam berbagai modus. Sehingga dapat dikatakan bahwa penipuan berbasis teknologi komunikasi telepon genggam telah mencapai titik darurat.

Saya tidak yakin hanya kita - masyarakat awam - yang menerima pesan singkat penipuan? Saya sangat yakin bahwa para pejabat tinggi - termasuk menkominfo - juga pernah menerima pesan singkat yang sama.

Beberapa tahun lalu, pemerintah melalui menkominfo telah mengambil langkah untuk mengantisipasi tindakan penipuan melalui pesan singkat dengan mewajibkan perusahaan operator telepon genggam mendaftar para pelanggannya.

Namun apa lacur, langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut ternyata hanya berupa polesan make-up pada permukaan kulit, karena pemerintah setengah hati memberi kewajiban pada perusahaan operator telepon genggam, dan perusahaan operator telepon genggam pun setengah hati melaksanakan kewajiban tersebut.

Akhirnya, kewajiban tersebut hanya ditindaklanjuti dengan menambahkan sebuah fitur REGISTRASI sebatas untuk aktivasi. Apa yang didaftarkan, siapa yang mendaftarkan sama sekali tidak penting. Perusahaan operator telepon genggam hanya perlu menyajikan data bahwa pelanggannya telah mendaftar, soal kebenaran data pelanggan siapa peduli.

Faktanya, saat membeli kartu perdana baru, tersedia pula fasilitas pengaktifan yang ditawarkan oleh penjual kartu perdana. Ya, pengaktifan dengan registrasi abal-abal. Bahkan terdapat program untuk registrasi massal puluhan kartu perdana sekaligus.

Satu-satunya perbedaan antara mendaftar dan tidak mendaftar hanyalah bertambahnya paper work, sedangkan data yang ada tidak dapat digunakan, karena abal-abal. Jika sudah demikian, lalu apa maksud dan tujuan dari kewajiban mendaftarkan pengguna telepon genggam?

Entah sampai kapan registrasi abal-abal seperti itu akan berlangsung. Padahal di berbagai negara, untuk mendapatkan sebuah nomor telepon genggam, persyaratan registrasi sangat ketat. Mulai dari kewajiban menyertakan copy dokumen pengenal, hingga menyidik jari calon pelanggan.

Saya pun hanya bisa bertanya-tanya, apakah menkominfo tidak mengetahui bahwa registrasi yang diwajibkan tersebut isinya hanya kebohongan belaka ataukah menkominfo terlalu malas untuk serius menyelesaikan masalah tersebut. Andai pak Menkominfo tidak mengetahui hal tersebut, maka sebaiknya mengundurkan diri saja. Dan jikalau terlalu malas, mungkin sebaiknya dipecat saja!


Salam,

Retja Pentung.
Macam-macam ta pentung endasmu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun