Mohon tunggu...
Resty
Resty Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat fiksi dan non-fiksi

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Drama Korea "Misaeng" dan Potret Perempuan dalam Dunia Kerja

19 September 2019   00:41 Diperbarui: 19 September 2019   20:28 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi film Misaeng | Asiawiki.com/Misaeng

Seorang perempuan mudah, kompeten, percaya diri, gesit, dan menguasi berbagai bahasa menjadi pegawai magang di sebuah perusahaan besar dan bergengsi. Dia menjadi idaman banyak divisi karena kemampuannya.

Sayang saja, setelah berhasil melalui ujian dan menjadi karayawan tetap di divisi Human Resource Development, ujian sebenarnya baru dimulai. Seniornya di divisi HRD adalah seorang sexist tingkat akut, berpikir bahwa bekerja dengan perempuan adalah hal yang membebani.

Suatu saat kesalahan kecil terjadi, senior sexist itu memarahinya sambil mengeluarkan segala ucapan menyakitkan terkait statusnya sebagai perempuan. Dia adalah perempuan dengan harga diri tinggi, menangis adalah pantangan. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menangangkan diri di toilet. 

Saat menenangkan diri, dia mendengar kepala divisi lain (seorang perempuan yang juga sangat kompeten) sedang marah-marah di telpon. Nampaknya, suami seniornya itu adalah pasangan egois yang selalu membebankan urusan anak padanya. Mereka saling berpandangan dan hanya menghela nafas bersamaan.

Setelah membuang penat, mereka menuju divisi masing-masing, namun seorang perempuan pingsan dan mereka langsung menolong. Wanita pingsan itu hamil. Tebak bagaimana respon divisi yang didominasi laki-laki itu. 

"Ah dia sangat egois. Bagaimana bisa dia hamil lagi?"
"Sudah berapa anak yang dia punya?"

"Karena itulah aku tidak suka bekerja dengan perempuan. Semua orang belajar dan bekerja, tapi mereka memiliki berbagai alasan cuti hamil, melahirkan, dan mengurus anak."

"Hahh.. Kita sepertinya harus mencari penggantinya.."

Wanita muda tadi hanya mengernyitkan dahi, sangat marah sampai rasanya ingin menangis. Tapi tidak ada kekuatan untuk melawan ketika semua laki-laki di divisinya berfikiran yang sama. 

Sementara seniornya memahami betul, telah terbiasa dengan situasi kerja patriarki. Karena itu, ketika juniornya bertanya mengapa wanita yang pingsan malah lembur sementara ia hamil dan tidak mengatakan apa-apa, si senior hanya menghela nafas dan menjawab "ia bukannya tidak mau, ia hanya tidak bisa. 

Wanita pekerja yang hamil selalu saja disalahkan. Bukan hanya di tempat kerja, namun juga tekanan dari keluarga. Lagipula itu sudah anak ketigas, cuti kerja hanya untuk anak pertama dan kedua." Si wanita muda hanya menghela nafas, mencoba berdamai dengan situasi.

***
Cerita singkat di atas adalah potongan cerita dari sebuah drama Korea berjudul Misaeng. Misaeng bukan drama baru, tayang pada tahun 2014. Namun saya baru menontonnya tahun ini, ketika hard disk teman tidak sengaja tertinggal di kamar kos saya. Meski terkadang dibuat jengkel oleh kecerobohannya, rasanya kali ini saya harus berterimakasih. 

Sebab Misaeng adalah salah satu drama yang bisa saya kecualikan dari drama-drama Korea lainnya. Perempuan dalam dunia kerja memang bukan topik utama yang diangkat dalam Misaeng. 

Tokoh perempuan di atas juga bukan tokoh utama, sebab tokoh utamanya adalah seorang laki-laki. Namun Misaeng dengan sangat epik memotret gambaran umum soal perempuan dalam dunia kerja.

Potongan cerita di atas menggambarkan bagaimana perempuan harus menghadapi stereotif di dunia kerja, bahwa mereka lemah dan membuat kerja tim menjadi lambat. Padahal, perempuan tersebut adalah kandidat terbaik dari semua karyawan baru yang mayoritas laki-laki. 

Hanya saja, memang selalu ada orang-orang yang menganggap bahwa laki-laki yang sedikit kurang kompeten lebih baik dibanding perempuan yang sangat kompeten. Spesifikasi mereka seolah tiba-tiba jadi kurang hanya karena terlahir sebagai perempuan.

Di potongan cerita lain, Misaeng juga mengangkat bagaimana perempuan mendapat pelecehan seksual dari rekan senior  di kantor mereka. Lalu ketika supervisor perempuan yang lain angkat bicara, pelaku akan mengelak. 

Orang-orang di kantor akan merasa bahwa hal seperti itu tidak seharusnya dijadikan permasalahan besar. Senior laki-laki yang melecehkan tidak akan mendapatkan konsekuensi apa-apa. Bagi saya, ini jelas merupakan nomalisasi pelecehan seksual. Suatu ancaman yang sangat besar bagi perempuan di dunia kerja.

Misaeng juga mengangkat sedikit cerita mengenai ibu yang bekerja. Terkadang para ibu pekerja mau-tidak mau berpikir untuk berhenti bekerja karena merasa kurang dekat dengan anak akibat terlalu sibuk. 

Suatu permasalahan yang pasti pernah dirasakan semua ibu yang sibuk bekerja. Sekaligus uatu permasalahan yang tentunya tidak dialami ayah, sebab laki-laki memang diharapkan untuk menjadi tulang punggung keluarga. 

Saya pribadi menyaksikan hal ini secara dekat sebab ibu saya adalah pekerja. Suatu hal yang sangat biasa saat ibu disalahkan lebih besar dibanding ayah ketika terjadi sesuatu pada anak. Hal yang sama juga terjadi jika istri bertengkar dengan suami. Istri menjadi pihak yang disalahkan karena dianggap kesibukannya membuat suami terlantar.

Bukan hanya ibu, saya juga memiliki beberapa teman yang berpikiran bahwa suatu saat ketika menikah, mereka akan berhenti bekerja sebab itu akan lebih baik bagi suami dan anak. Kata mereka, harga diri suami akan terancam dan merasa tidak dibutuhkan jika istri bisa mencari uang sendiri, apalagi jika memiliki pendapatan yang lebih tinggi. 

Bagi saya, sangat menyedihkan untuk melihat perempuan harus melepaskan mimpinya sebab merasa takut suami akan "tersinggung." Bagi saya, setiap orang, termasuk perempuan pantas untuk mendapatkan pasangan yang mendukung mimpi-mimpinya.

Suatu ketika saya menonton ceramah tentang pernikahan dari Quraish Shihab, ulama yang saya kagumi. Beliau mengatakan bahwa bentuk hubungan suami-istri adalah kerjasama (partnership). 

Bagi saya, kalimat ini sangat berarti sebab hubungan kerjasama berarti bahwa tidak dari pasangan yang harus menanggung beban ganda. Ibu pekerja tidak harusnya sendirian menanggung urusan rumah tangga seperti memasak, mengurus anak, dan lain-lain. Suami selayaknya menjadi partner yang juga membantu urusan rumah. 

Saya sangat sering mendengar kata-kata seperti "tidak apa-apa jika perempuan bekerja asalkan tidak meninggalkan kewajibannya di rumah." Bagi saya pribadi, hal tersebut harusnya berlaku baik bagi ayah maupun ibu. Keduanya memiliki kewajiban atas rumah tangga dan hal itu dapat dibicarakan dengan jelas sebelum menikah.

Di antara banyaknya drama korea yang biasanya justru menyiratkan patriarki, saya pribadi sangat menyukai Misaeng karena mengangkat topik permasalahan perempuan.

Drama Korea kebanyakan selalu menunjukan stereotif di mana perempuan menjadi pihak lemah yang hanya bermodal cantik sementara laki-laki menjadi pihak kuat dan kaya yang akan menolong perempuan. Sangat menyenangkan untuk sesekali melihat bagaimana pemeran perempuan menjadi lebih kompeten sebab di dunia nyata juga sangat banyak perempuan yang kompeten.

Ketika mendengarkan tentang bagaimana perempuan mengalami berbagai ketidakadilan karena takdirnya yang lahir sebagai perempuan, hal yang pertamakali terlintas dalam pikiran saya adalah "Ya sudah! Berhentilah merengek. Kita bekerja saja dan buktikan kita juga bisa." Namun nampaknya agak sulit untuk menerapkan kalimat ini. 

Dalam situasi di mana bahkan masih banyak orang yang berpikir bahwa perbedaan status perempuan dan laki-laki memang merupakan suatu hal wajar yang tidak perlu dipersoalkan, sulit untuk fokus bekerja dan membuktikan kualitas. Sebab stereotif buruk selalu akan ada di sana meskipun kita berusaha keras. Maka, menyuarakan masalah pun sama pentingnya dengan usaha membuktikan diri.

Drama ini adalah drama yang sangat saya rekomendasikan. Bukan hanya mengangkat masalah perempuan dalam dunia kerja, drama ini juga mengangkat berbagai persoalan lain terkait orang kantoran. 

Drama ini adalah tipe drama yang meningkatkan semangat kita untuk terus bekerja mengejar cita-cita dan sekaligus drama yang mengajak kita berpikir mendalam soal kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun