Mohon tunggu...
Veronica Rompies
Veronica Rompies Mohon Tunggu... Wiraswasta - hobi ngomong, omongannya ditulis. haha.

Lulus tahun 1998 dari Universitas Darma Persada, Jakarta jurusan Sastra Inggris D3. Memulai bisnis furniture sejak tahun 2000 di Jepara, hingga saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kartini Kecil yang Terjajah, Sebuah Fiksi yang Bukan Fiktif

17 April 2018   15:49 Diperbarui: 17 April 2018   17:48 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru pendamping menyemangati anak-anak yang juga mulai kepanasan.  

"Ayo, kita latihan lagi.  Grup pianika, perhatikan ya... satu... dua... tiga...."  Ucap salah satu guru pendamping mengatur barisan anak-anak kelas 6 yang meniupkan lagu daerah pada pianikanya.  

Di barisan dari sekolah lain pun sama.  Mereka mengisi waktu menunggu dengan berlatih.  Ada yang menari, bermain suling, bernyanyi atau sekedar gerak tubuh dan yel-yel.  Usaha para guru pendamping membuahkan hasil.  Walaupun panas, anak-anak terlihat bersemangat kembali.

9:00

Air mineral dalam botol bekal pembagian dari sekolah mengguyur tenggorokan Kayla.  Hangat rasanya, tidak sesuai apa yang ia harapkan, namun demikian sisa air dalam botol itu tetap ia habiskan.  Lalu botol kosong itu dilempar begitu saja di antara kaki teman-teman dan puluhan sampah bekas bungkus makan dan minuman yang berserakan.

Kayla bosan, lelah, mengantuk, kehausan, dan kepanasan.  Renda dan manik-manik kebaya yang menempel pada tubuhnya kini mulai terasa gatal.  Butir-butir keringat pada keningnya, meleleh tertahan pada alisnya yang hitam tebal oleh pinsil alis.  Saat semakin banyak butiran keringat meleleh dari kening, maka alis tebal dan hitam itu pun tak dapat lagi menahan alirannya, maka jatuhlah ke mata.

Aliran keringat yang membawa serbuk bedak, pinsil alis, eye shadow dan lem bulu mata, mengalir melewati ujung matanya.  Mata Kayla terasa perih.  Hati-hati ia mencoba mengeringkan matanya dengan tissue yang sudah kumal.  Perihnya berkurang, namun tetap mengganggu.  Tumit dan betisnya terasa kaku.  Senyumnya telah hilang, berganti cemberut dan kerutan pada keningnya tanda ketidaknyamanan.

Sementara dua baris di belakangnya, beberapa anak laki-laki duduk di rumput, mencoba berlindung pada bayangan anak yang berbaris di depannya.  Tertawa-tawa mereka meledek dan merasa menang karena bisa lebih nyaman daripada anak-anak perempuan berkain jarik panjang yang tidak bisa sebebas mereka duduk di rumput.

Namun kemenangan mereka tidak berlangsung lama, saat salah satu guru mendapati mereka ada yang duduk, bahkan tidur di rumput di antara bayangan teman-temannya yang berdiri.

"Astagfirullah Al'azim Mario, Erwin, Agung...! Ayo berdiri, kok malah glesoran di rumput... ayo siap-siap, kita sebentar lagi masuk....!  Bersihkan baju kalian!"

"Masya Alloh Ali, Efendi, jangan lari-larian, lihat itu kumis sama jenggotmu blepotan luntur semua kena keringat.  Aduh, ayo kembali ke dalam barisan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun