Niat baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar deklarasi kampanye damai, rupanya berbuntut panjang. Pokok soal, diduga salah satu pendukung pasangan calon enggan mengindahkan aturan dan memprovokasi kelompok yang berseberangan.
Parahnya, sasaran provokasi itu bukan orang sembarangan. Selain pasangan calon penantang, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan mantan pemimpin negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga menjadi korban.
Akibatnya, dua nama terakhir ini terpaksa meninggalkan lokasi acara sebelum waktunya. Mereka tidak hanya kecewa dengan ramainya atribut kampanye yang dibawa, tapi juga tidak terima terus-terusan diteriaki pendukung petahana.
Fenomena ini seakan menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang belum dewasa. Negara yang sekelompok rakyatnya masih berjiwa kerdil, suka merendahkan orang yang memiliki perbedaan, meski itu adalah mantan pemimpin sekalipun. Orang yang dulu pernah berjasa besar bagi negeri ini.
Kondisi ini seperti apa yang pernah ditulis oleh Menteri Pertahanan di masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan era SBY, Juwono Sudarsono, "Indonesians tend to be dismissive of their fallen leaders." (Orang Indonesia cenderung mengabaikan mantan pemimpin mereka).
Sebagai rakyat, miris hati melihatnya. Hanya karena mendukung petahana, mereka sampai hati memperlakukan mantan pemimpin seperti ini. Disoraki lalu diprovokasi dengan beramai-ramai mendekati kendaraannya saat karnaval berlangsung.
Bagaimanapun, SBY pernah berjasa bagi bangsa dan rakyatnya. Di zamannya, ekonomi membaik, kesejahteraan meningkat, Indonesia dipandang oleh negara-negara tetangga. Namun kini, orang yang berjasa itu diperlakukan sedemikian rupa.