Mohon tunggu...
Resti Sari
Resti Sari Mohon Tunggu... Perawat - tie

Penulis amatir, pengkhayal profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yang Paling Ditakuti Jokowi

28 Maret 2018   13:11 Diperbarui: 28 Maret 2018   13:17 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau saya amati, meskipun di permukaan nampak landai, sebenanya politik kita mulai panas. Paling tidak menghangat. Di bawah permukaan,  partai-partai politik, termasuk mereka yang berambisi untuk jadi capres atau cawapres, sudah mulai adu strategi. Adu siasat. Baik yang ada di lingkar kekuasaan, seperti Jokowi, Megawati dan juga Budi Gunawan, maupun yang berada  di  luar kekuasaan seperti Prabowo, Amien Rais, Anies Baswedan dan sejumlah tokoh PKS. Barang-kali mereka semua kurang tidur, mencari jalan bagaimana caranya mengalahkan lawan-lawan potensialnya. Sementara itu,  SBY, si ahli strategi yang 2 kali menang pilpres, mungkin diam-diam juga bekerja, meskipun tak mudah menebak ke mana arah politik SBY.

Jokowi sendiri, meskipun kelihatannya tenang dan penuh percaya diri, tengah memeras otak bagaimana caranya agar benar-benar menang. Meskipun sekarang ini elektabilitasnya paling tinggi, tapi ia tahu bahwa angkanya belum aman benar. Artinya, masih ada kemungkinan dia kalah. Para konsultan dan penasehat Jokowi tahu, sudah satu tahun elektabilitasnya belum bergerak. Masih antara 35-40 %. Jika Prabowo, penantang utamanya, punya elektabilitas 20-25 %, kemana 35-40 % suara yang belum menentukan pilihan itu disalurkan? Inilah misterinya. Mengapa tidak langsung memilih Jokowi atau Prabowo? Apa mereka mengharapkan munculnya tokoh lain? Kita belum tahu.

Skenario mana yang paling diharapkan Jokowi ?

Jokowi sangat berharap hanya ada 2 pasangan capres-cawapres. Kembali "head-to-head dengan Prabowo. Itulah mengapa kubu Jokowi memaksakan PT 20 % dalam UU Pemilu. Tujuannya untuk menutup kemungkinan munculnya banyak pasangan calon. Dan pekerjaan politik itu berhasil.

Jokowi sangat yakin, jika dalam pilpres mendatang Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo, pastilah dia menang lagi. Kecuali jika Tuhan menentukan lain. Dengan catatan, Jokowi tidak salah memilih pendampingnya. Kalau cawapres yang dipilih Jokowi benar-benar kartu mati, sangat tidak disukai rakyat dan apalagi punya skandal besar, bisa saja Jokowi kalah.

Belakangan memang ada skenario baru, Jokowi tampil sebagai capres tunggal. Katanya kubu Jokowi sempat tergiur dengan skenario ini. Pikir mereka, kemenangan Jokowi lebih pasti dan cepat selesai. Dikhabarkan beberapa pentolan PDIP juga berupaya meyakinkan pihak-pihak yang menentangnya bahwa menurut undang-undang capres tunggal itu dimungkinkan. Pertanyaannya apa skenario itu mungkin? BIsa saja terjadi, karena dalam politik segalanya dimungkinkan. Apalagi jika, maaf,  "money politics" besar-besaran bekerja. Bisa saja yang punya partai politik tumbang satu persatu dan mensyukuri rejeki nomplok yang bakalan diterima. Kalau ini keja-dian....ya gila sudah negara ini. Gugur bunga untuk demokrasi kita.

Satu saja, kalau memang Jokowi ikut-ikutan percaya bahwa melawan bumbung kosong itu cara yang paling pasti untuk menang, harap berhati-hati. Saya bukan ahli strategi dan bukan pula juru ramal. Kalau dengan segala cara dan dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki, kubu Jokowi benar-benar bisa memaksakan terjadinya capres tunggal, takutnya rakyat malah melawan habis-habisan. Mungkin rakyat tidak berani melawan secara terang-terangan karena takut sama polisi dan intel. Kemarahan rakyat akan dilampiaskan di bilik-bilik suara tanggal 17 April 2019 nanti.

Apa ada skenario yang paling ditakuti Jokowi? Tentu ada.

Kubu Jokowi sangat tidak ingin terbangunnya poros ketiga. Artinya, ada Jokowi, ada Prabowo, dan ada pasangan lain. Bukan berarti Jokowi takut sama pasangan ketiga tersebut. Apalagi saat ini belum ada satupun tokoh yang menurut survey memiliki elektabilitas yang mendekati dirinya. Masih jauh. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tokoh muda yang sedang naik daun, dan mungkin pula termasuk yang diharapkan oleh 40 % suara yang belum menentukan pilihan, elektabilitasnya juga masih di bawah Prabowo, apalagi Jokowi. 

Tetapi, kalau benar-benar nanti ada 3 pasang, dan kemudian masuk ke putaran kedua, Jokowi takut jika yang terjadi pada Ahok dalam pilkada Jakarta terulang dan menimpa dirinya. Konsultan Jokowi menghitung bahwa dengan elektabilitas sekarang berat bagi Jokowi untuk menang dalam satu putaran, kalau ada 3 pasangan calon.. Kenyataannya, memang elektabilitas Jokowi jauh lebih rendah dari elektabilitas SBY dulu ketika menang satu putaran melawan Megawati dan Jusuf Kalla.

Untuk mencegah terbentuknya poros ketiga tersebut, kubu Jokowi  pasti bekerja habis-habisan. Dengan segala cara. Di mata mereka, partai politik yang memungkinkan bisa melahirkan poros ketiga hanya dua. Satu Demokrat, dan yang kedua PKB. Ditambah PAN misalnya, Demokrat dan PKB bisa melahirkan poros ketiga.  Itulah sebabnya, Muhaimin Iskandar "ditekan" terus untuk segera menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Tetapi, Muhaimin yang sangat lihai dan berambisi  menjadi Wakil Presiden, dia akan terus "menyandera" Jokowi untuk akhirnya terpaksa memilih Muhaimin sebagai wakilnya. Hal itu tentu berat bagi Jokowi, paling tidak saat ini. Orang tahu bahwa keputusan final siapa yang akan menjadi cawapres Jokowi tidak lepas dari persetujuan Megawati. Rumit kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun