Mohon tunggu...
Ressy Rahmawati 2001111106
Ressy Rahmawati 2001111106 Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Allah Maha Penyayang

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sahur Pertama, Kepergian Ibuku

24 Februari 2021   12:12 Diperbarui: 24 Februari 2021   12:11 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SAHUR PERTAMA, KEPERGIAN IBUKU

Ini adalah pengalamanku yang terjadi sekitar 14 tahun yang lalu. Pada saat itu aku berusia sekitar 7 tahun, aku duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar. Aku adalah anak pertama, tidak mempunyai seorang abang, kakak ataupun adik, dari dulu aku sangat ingin sekali mempunyai adik, karena aku juga ingin seperti teman-temanku yang lain, melihat mereka bermain bersama adiknya. Pada saat pulang sekolah di depan pintu gerbang, aku melihat ayah yang sedang menunggu untuk menjemputku, dengan sangat gembira aku berlari menuju pintu gerbang menemui ayah, di tengah perjalanan pulang ayah berkata bahwa sebentar lagi aku akan mempunyai adik.

 Rasanya sangat bahagia ketika aku mengetahui bahwa ibu sedang hamil. Ini adalah kebahagiaan terbesar yang pernah aku rasakan karena dari dulu aku sangat menginginkan untuk mempunyai seorang adik. Biasanya setelah pulang sekolah ibu selalu menungguku didepan pintu, Ibu selalu menyuruhku untuk mengganti baju sekolah, mencuci kaki dan tangan, setelah itu barulah kami makan siang bersama. Setiap malam, kami selalu duduk di ruang tamu sambil nonton TV bersama, tak jarang akupun sering bercerita kepada ayah dan ibu bahwa ketika adik sudah lahir aku akan sangat menyayanginya dan akan bermain dengannya.

Setelah beberapa bulan, tibalah saatnya ibu akan melahirkan, Sore itu Aku melihat Ayah dan keluarga lainnya membawa ibu ke rumah sakit, ketika sampai di rumah sakit sekitar jam 18.00 WIB,  ibu di bawa ke ruangan operasi, sambil menunggu aku melihat wajah ayah dan keluarga lainnya begitu tegang dan panik, setelah beberapa lama menunggu akhirnya adik pun lahir dan Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar. Ibu di pindahkan ke ruangan lain, dan Ayah langsung menggendongku untuk menemui ibu, ketika sampai didalam ruangan tersebut, aku sangat bahagia ketika melihat adik yang berada di samping ibu, Alhamdulillah adikku berjenis kelamin laki-laki lahir dengan sehat, ketika ayah menggendong adik akupun tidak mau kalah, aku langsung meminta ayah untuk mendekatkan adik kepadaku dan akupun  menciumnya.

Malam itu semua keluarga berkumpul di rumah sakit kami makan bersama, Setelah makan bersama mereka pun bercerita, Ayah, Paman dan Pak uwo ku duduk diluar sambil merokok, karena pastinya kalian sudah tau kan? Bahwa di dalam ruangan tidak boleh merokok. Tidak terasa hari pun sudah mulai larut malam, keluargaku sebagian pulang ke rumah dan sebagian lagi tidur di rumah sakit untuk menemani Ibu, adik ibu mengajakku untuk pulang ke rumah, aku tidak mau karena aku ingin menemani ibu di rumah sakit. Dan akhirnya malam itu aku tidur di rumah sakit bersama ayah, nenek dan beberapa keluarga lainnya.

Sekitar jam 03.30 WIB ayah membangunkanku dan berkata “Nak bangun, ibu sudah pergi” Dan akupun terbangun, tapi karena masih kecil aku tidak mengerti apa arti dari kata “Nak bangun, ibu sudah pergi”. Aku terdiam sambil melihat ibu, aku berkata kepada ayah “Ibu tidak pergi yah, ibu masih tidur” Aku melihat nenek dan Keluarga lainnya menangis sambil memeluk ibu. Aku pun bingung mengapa mereka menangis? Ada apa ini?, nenek berkata kepadaku bahwa ibu sudah meninggal dan akupun langsung menangis, aku turun dari tempat tidur dan ayah pun langsung menggendongku dan menyuruh ku untuk mencium ibu. Akupun mencium ibu sambil berkata “Ibu bangun !!!.. Ibu bangun!!” Akupun menangis sambil memeluk ibu. Ayah menelpon keluarga yang lain untuk memberi tau bahwa ibu sudah tidak ada. Dan tidak lama kemudian semua keluarga datang ke rumah sakit, kakak ibu langsung menarik dan memeluk ku, akupun menangis dan berkata didalam hati “ Kalau ibu tidak ada, siapa yang akan menyiapkan baju sekolahku? Siapa yang akan buatin sarapan untukku, siapa yang akan membaca dongeng dan menemani aku ketika ingin tidur??”. Sungguh aku masih tidak percaya dengan semua ini rasanya seperti mimpi, aku juga masih tidak yakin dengan semua ini mengapa ibu secepat ini pergi meninggalkanku??. Dan Subuh itu adalah hari pertama sahur (Hari pertama Bulan Ramadhan). Setelah shalat subuh jenazah ibu di bawa pulang ke rumah untuk dimandikan dan di kafankan. Ketika dalam perjalanan pulang, hujan pun turun dengan sangat derasnya’

Ketika sampai di rumah aku melihat bahwa sudah banyak orang di rumah, ada yang sedang memasangkan tenda, ada yang sedang mengangkat sofa untuk di pindahkan keruangan lain dan ada yang membentangkan karpet. Ibu diletakkan di ruang tamu, nenek ku tak henti-hentinya menangis sambil mengelus-elus kepala ibu karena masih tidak percaya bahwa anaknya akan pergi secepat ini. Bukan Cuma kami yang merasa kehilangan, tetangga dan teman-teman ibu juga sangat merasakan kesedihan itu, mereka tidak menyangka bahwa ibu akan pergi secepat ini. Tetanggaku dan teman-teman ibu berkata bahwa ibu adalah sosok orang yang baik, ramah, dan tak jarang ibu juga sering membantu teman-temannya

Setelah itu sekitar jam 09.10 ibu langsung di bawa ke tempat pemakaman, sebelum di kuburkan aku berkata kepada pak ustadz nya “Atuk, bolehkah aku melihat wajah ibu??” Dan Mereka pun melihatkan wajah ibu kepadaku untuk yang terakhir kalinya. Pada saat ibu sudah di masukkan ke dalam kuburan, aku hanya terdiam melihat tanah yang sedikit demi sedikit di jatuhkan kebawah menutupi tubuh ibu. Tidak tau harus berkata apalagi, yang jelas aku sangat sedih karena puasa pertamaku adalah hari duka ku, dimana pada saat hari pertama puasa ibu meninggalkanku dan kami semua.

Setelah beberapa hari kepergian ibu, keluargaku pun bermusyawarah untuk  merundingkan siapa yang akan merawat adikku, karena nenek ku (orang tua dari ibuku) sudah tua dan dia juga tidak akan sanggup merawat adik, ayah pun berencana untuk membawa adikku ke kampung halamannya tepatnya di bangkinang, disana ayah berkata bahwa adikku akan di rawat oleh adik ayah yang biasa aku panggil dengan sebutan( ibu), tapi nenek ku tidak mengizinkannya karena jarak antara rumah kami dan bangkinang sangatlah jauh, setelah beberapa lama bermusyawarah, akhirnya saudara dari ibuku yang sering ku panggil dengan ( Mak Uwo)  bersedia untuk merawat adikku, dia berkata bahwa bagaimanapun juga dia adalah anakku, selain itu jarak dari rumah mak uwo ke rumah kami tidak begitu jauh, hanya sekitar 4 Km saja. Semenjak ibu pergi, ayah sering membawaku ke rumah keluargaku yang ada di Bangkinang dan ke rumah keluarga lainnya untuk menghiburku agar aku tidak terlalu merasakan kesedihan yang mendalam lagi, di Bangkinang aku mempunyai banyak saudara, ada abang, kakak, dan adik.

Selama aku berada di Bangkinang ayah selalu mengajak ku dan saudara yang lainnya untuk pergi bermain wahana seperti Pasar Malam, timezone dan wahana lainnya, dan selain itu ayah juga sering mengajakku ke supermarket untuk membeli apa saja makanan yang aku inginkan, dan ayah juga sering mengajakku mengelilingi kota Bangkinang, Setiap sore aku dan ayah sering duduk di depan rumah sambil menunggu waktu berbuika puasa, aku sering bertanya kepada ayah “Yah, ibu sekarang lagi ngapain??” Dan ayah hanya tersenyum dan menjawab pertanyaanku “Ibu sekarang sudah di surga-Nya ALLAH SWT, akupun terdiam, kemudian aku bertanya lagi “Apakah sekarang ibu melihat kita?? Apakah ibu juga sangat rindu dengan kita??” Lagi-lagi ayah tersenyum dan berkata “Ibu sekarang sedang melihat kita disini, Ibu pastinya juga rindu dengan kita, sekarang kita nggk boleh sedih lagi, kita harus selalu mendoakan ibu supaya ibu tenang disana ya nak”.

Seketika air mataku pun jatuh membasahi pipi ku mendengar perkataan ayah, akupun langsung memeluk ayah, jujur aku sangat merindukan mu ibu, aku rindu dengan suaramu, aku rindu dengan masakanmu, aku rindu dengan pelukan hangatmu, aku rindu dengan suaramu yang sering mengingatkan ku untuk makan, mandi, dan belajar dan hal uyang lainnya, aku rindu akan kasih sayangmu, aku rindu semua itu ibu. Semenjak ibu tiada, rumah terasa sepi, seperti tidak ada lagi kebahagiaan yang kurasakan di dalam rumah itu semuanya terasa sunyi dan hampa. Kegagalan terbesar yang pernah aku rasakan adalah aku belum sempat untuk membahagiakan ibu. Ibu, maafkan anakmu ini yang belum sempat membahagikanmu, maafkan anakmu ini yang selalu membuatmu marah, sedih dengan sikapku ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun