Mohon tunggu...
Resnu Bachar
Resnu Bachar Mohon Tunggu... Operator - Pegiat KOBUIRA

Hobi Blusukan & Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prasasti Garamanik dari Pekalongan, Prasasti Hindu-Buddha di Zaman Mataram Islam?

9 Desember 2022   18:50 Diperbarui: 19 Mei 2023   20:33 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
situs Rogoselo di bukit Garamanik

 Prasasti di Indonesia umumnya dikenal sebagai bukti sejarah dari masa ketika kerajaan-kerajaan dengan latarbelakang keagamaan Hindu-Buddha, tapi siapa sangka bahwa ada prasasti bernafaskan Hindu-Buddha di era ketika Jawa didominasi oleh Mataram Islam. Prasasti apa dan bagaimana isinya ?

 Tijdschrift voor Indische Taal land en volkenkunde atau TBG yang merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan pada zaman Belanda, pada TBG terbitan tahun 1861 untuk pertama kali memuat adanya laporan penemuan Prasasti di daerah Doro, tanggal 30 April di tahun yang sama tepatnya, laporan pertama adanya penemuan Prasasti tersebut tertulis.

Potongan Prasasti Garamanik / Ronggomanik
Potongan Prasasti Garamanik / Ronggomanik

 Lalu datanglah J. F. G Brummund pada 1868 seorang yang banyak mengeksplorasin peninggalan sejarah di Hindia-Belanda. Setelah dari Tegal, Brummund menjelajahi area perbukitan Garamanik, disana ia mendeskripsikan tentang sebuah situs dengan dua arca dan terdapat prasasti yang terpecah menjadi tiga bagian, salah satu bagian prasasti tersebut diletakkan di depan Masjid Rogoselo.

 Tahun 1882 etnolog Belanda, Pieter Johannes Veth melakukan pendakian ke puncak Rogojembangan, sebelum mencapai Petungkriyono dia menyempatkan diri singgah di Rogoselo dan seperti apa yang dilihat Brummund, Veth juga melihat prasasti yang terpecah menjadi tiga bagian. Veth menambahkan bahwa prasasti ini menggunakan batu jenis trachite dan dipahat dengan cukup indah.

 R. D. M Verbeek pada tahun 1891 menyebutkan bahwa salah satu bagian prasasti itu dititipkan di kediaman residen Pekalongan dan akhirnya dibawa ke Museum Batavia dengan nomer inventaris D. 24.

 Lain lagi dengan laporan N. J Kroom yang mengemukakan bagian lain prasasti Garamanik ditemukan di salah satu makam di puncak Garamanik, bernama Makam Pangeran Sling Singan.

 Lama tak disinggung di jurnal Belanda tersebut, akhirnya Prasasti Garamanik kembali dimuat di TBG terbitan tahun 1904 bahkan menyertakan alih aksara Prasasti tersebut yang memuat sebuah sengkalan berbunyi "...nabhi pa()ita bhta sai..." yang memiliki makna angka tahun 1571 tahun saka, atau jika dikonversi ke penanggalan masehi maka jatuh pada tahun 1649.

 Lebih lanjut menurut J. L. A Brandes, huruf yang tertulis pada inskripsi dapat dikelompokan menjadi huruf transisi dari Jawa kuna ke Jawa modern (1904: 458-459). Menurut Brandes, inskripsi itu berbunyi "sri suka jumnng dala()ca(ng) pa()ditadewa driyajg manusa dewa dewa paku i(ng) jagat sri krta sangaji suka guwa dewata ; swasti sakha warsatitha, i (?) saka, nabhi pa()ita bhta saci(?).

 Oleh Goenawan A. Sambodo seorang epigraf yang telah lama berkiprah dalam studi aksara dan bahasa Jawa Kuno berpendapat, jika Prasasti Garamanik ini tergolong susah ditebak kegunaan dan tujuannya, isinya semacam pantun. bahkan apabilan diterjemahkan kata perkata menjadi sebagai berikut ; "Sri memberi (?) berdiri tutup kepala dari kulit kayu, pendeta dewa berhati(?) manusia dewa, dewa (sebagai) paku dunia sri tenteram sang raja memberi guwa dewata, selamat tahun saka yang telah berlalu "nabi pendeta buta sasi"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun