Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyikapi Kejadian Penembakan 6 Anggota Ormas

8 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 8 Desember 2020   12:17 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Skitterphoto dari Pexels

Senin 7 desember ketika di wilayah dimana penulis tinggal sedang hangat mengenai persiapan akhir pilkada, tiba-tiba penulis mendapati berita tentang ditembak matinya 6 orang yang diduga anggota pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab) yang juga anggota FPI oleh aparat kepolisian.

Jelas ini bukan berita biasa. Ketika selama ini penulis dan mungkin masyarakat banyak menilai bahwa aparat terkesan cari aman ketika menghadapi HRS dan massanya, tak ada angin tak ada hujan langsung 6 orang tewas. Satu orang saja tewas di tangan aparat biasanya akan jadi bola liar perdebatan di kalangan pemerhati politik, keamanan, HAM, apalagi ini 6 orang.

Jika menilik konferensi pers yang digelar kepolisian untuk membuka kejadian ini, ternyata penembakan terjadi diawali pembuntutan rombongan HRS oleh kepolisian dalam rangka penyelidikan yang kemudian mobil polisi dihadang oleh mobil rombongan pengawal HRS sampai dalam kondisi terdesak sehingga harus melakukan penindakan dengan menembak mati.

Keterangan polisi itu dikuatkan dengan barang bukti 2 pucuk pistol dan 4 sajam yang berarti sesuai dengan jumlah korban yang mati ditembak polisi.

Tetapi tentu saja pihak FPI memiliki pandangan lain. Melalui keterangan balasan, FPI menyangkal jika anggotanya membawa sajam dan senpi sehingga harus ditembak mati. FPI juga merasa membela diri akibat rombongan mereka yang sedang mengawal HRS dibuntuti oleh mobil tak dikenal.

Dalam kesempatan lain, FPI juga sempat menggunakan bahasa "penghadangan" yang dilakukan aparat (atau dalam kejadian itu mobil tak dikenal) terhadap rombongan sehingga mereka merasa harus mengambil tindakan untuk menyingkirkan atau memisahkan mobil tak dikenal itu dari rombongan.

Tetapi jelas tak ada penghadangan, baik dari kronologi yang disampaikan polisi dan FPI. Penulis menilai ini hanya bentuk ungkapan pihak FPI untuk menunjukkan apabila rombongannya merasa diganggu (yang kenyataanya dalam bentuk dibuntuti).

Menurut penulis, fakta sebenarnya tentang kejadian masih harus dipastikan. Semua keterangan FPI jelas merupakan pandangan subjektif untuk membela diri dari keterangan polisi yang menganggap mereka (FPI) melakukan pelanggaran berat dan mengancam nyawa hingga harus ditindak.

Begitu juga keterangan kepolisian. Walaupun tentu ada etika dan pertimbangan dalam mengungkap sesuatu termasuk hak-hak dan wewenang untuk melakukan penindakan. Tetapi tak hilang kemungkinan adanya kesalahan prosedur atau pengambilan keputusan bahkan pelanggaran hak asasi yang mungkin saja terjadi.

Sungguh tidak bijak jika kita langsung menilai tindakan dari kepolisian benar-benar sesuai atau malah benar-benar salah melihat proses masih berjalan. Tetapi penulis melihat bahwa bagaimanapun kejadian ini terjadi semua ada sebabnya.

Tak mungkin ketika tidak ada tindakan sama sekali yang membahayakan dari kita misalnya, tiba-tiba tanpa alasan apapun kita ditembak mati oleh polisi. Setidaknya penulis yakin pasti ada alasan polisi melakukan penindakan, walaupun bentuk penindakannya bisa saja tidak tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun