Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Semua Akan "Buzzer" pada Waktunya

2 November 2020   16:00 Diperbarui: 4 November 2020   08:59 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Ketut Subiyanto dari Pexels

Ketika berbicara mengenai politik, ada satu ungkapan yang menurut penulis sangat relevan untuk menjadi pegangan yaitu "politik jangan baper". Kenapa demikian?

Dikarenakan saat seseorang memutuskan berbicara tentang politik, dia sedang berhadapan dengan sesuatu yang bersifat sangat dinamis.

Ada banyak sekali faktor yang bisa memengaruhi sebuah pandangan politik, katakanlah mulai dari latar belakang pendidikan, lingkungan, afiliasi seseorang, bahkan sampai urusan perut.

Tentu saja masih banyak faktor lain yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Hasil dari banyak faktor ini pun memunculkan banyak sudut pandang dan argumentasi yang bisa diambil dalam menyikapi hanya sebuah topik. 

Tidak heran ketika memperhatikan sebuah diskusi atau debat di media mengenai suatu topik politik, hampir berani penulis pastikan tidak ada kesimpulan final yang bisa diambil. Semua akan berakhir seolah-olah mengambang dan membiarkan setiap penikmatnya mengambil kesimpulannya sendiri. 

Dari konsep di atas, penulis tertarik untuk menghubungkan dengan apa yang terjadi ketika media sosial sedang membahas politik sehingga selalu hangat.

Kita tahu belakangan ini sebutan "buzzer" marak dalam jagad perpolitikan di media sosial di Indonesia. Kalau ditanya mulai kapan penggunaan istilah ini, penulis kurang bisa mendapat informasi. Tapi yang pasti istilah ini sekarang sangat sering muncul di komentar-komentar media sosial. 

Mengenai kata "buzzer" sendiri secara istilah berarti "pendengung". Secara harafiah berarti bel atau lonceng. Tentu saja semua tahu bahwa fungsi bel atau lonceng untuk menghasilkan suara yang bisa didengar oleh banyak orang. Ini adalah poin yang sama juga dan paling penting untuk mengidentifikasi seorang buzzer di media sosial. 

Seseorang yang menjadi buzzer (terlepas apa motifnya) memiliki tugas untuk mengangkat atau menyuarakan suatu pandangan sehingga pandangan itu dapat didengar (dan mungkin juga direspons) oleh lebih banyak orang. Pandangan itu bisa apa saja, tidak selalu yang bersifat negatif. 

Sayangnya penulis mendapati mulai adanya pergeseran makna dari ungkapan "buzzer" di kalangan netizen Indonesia, mungkin saja karena ketidaktahuan akan pengertian buzzer.

Bagaimana tidak, banyak kasus saat ini ketika ada seseorang dengan akunnya (penulis tidak membahas terkait akun bot) merespons melalui komentar terhadap suatu pembahasan, bisa dengan mudahnya oleh orang lain dia disebut sebagai buzzer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun