Kata mereka jadi ibu harus pandai, tapi aku dicaci saat gelar Sarjanaku tak terpakai.
Kata mereka jadi ibu harus semangat, tapi aku dihujat karena gelar S2 ku tersendat.
Kata mereka jadi ibu harus mengASIhi, tapi mereka menghujat ASI ku yang tersendat saat aku susah payah menyusui.
Sungguh, tak ada Ibu waras yang dengan sengaja mencelakakan anaknya.
Pun, tak ada ibu yang menginginkan anaknya menderita.
Saat aku memutuskan bekerja, mereka menghardikku menelantarkan keluarga.
Saat aku ingin membantu si tulang punggung, mereka ramai-ramai menghujatku tak pandai bersyukur.
Saat aku memilih menjadi tulang rusuk sepenuhnya, mereka mencibirku karena tak menghasilkan apa-apa.
Ah,mungkin memang sudah takdirnya aku selalu salah dimata mereka.
Bukan, bukan stigma ini yang membuatku sedih, bukan pula caci maki yang membuatku luka.