Mohon tunggu...
zhedvanois.my.id
zhedvanois.my.id Mohon Tunggu... Penulis - SAMA SAMA BELAJAR

ComeBack

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Aparat Keparat dengan Rakyat Melarat

1 Desember 2024   00:06 Diperbarui: 1 Desember 2024   00:06 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perjalanan panjang sejarah bangsa ini, relasi antara aparat penegak hukum dan masyarakat selalu menjadi topik hangat yang sulit diredam. Ironisnya, hubungan yang idealnya harmonis seringkali berubah menjadi konflik yang merugikan kedua belah pihak. Di tengah kondisi rakyat yang masih banyak hidup dalam kemiskinan, muncul istilah "aparat keparat," sebuah julukan yang mencerminkan kekecewaan publik terhadap sebagian oknum aparat yang dianggap tidak menjalankan tugasnya secara profesional dan adil.

Ketimpangan Sosial yang Mendasar, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam melimpah, namun ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi masalah utama. Banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, bergulat dengan kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan. Dalam situasi seperti ini, rakyat membutuhkan perlindungan dan keberpihakan dari aparat negara untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

Namun, realitasnya sering berbeda. Banyak kasus menunjukkan bagaimana aparat lebih berpihak pada kelompok elite atau kepentingan korporasi ketimbang masyarakat kecil. Ketimpangan sosial ini kerap diperparah oleh tindakan represif aparat yang justru melukai hati rakyat. Contohnya, penggusuran paksa, pelanggaran HAM, dan kriminalisasi aktivis yang memperjuangkan hak masyarakat adat atas tanah mereka. Tindakan-tindakan ini hanya memperdalam luka sosial di tengah masyarakat yang sudah melarat.

Aparat sebagai Simbol Kekuasaan, sebagai simbol kekuasaan, aparat penegak hukum idealnya menjalankan tugas untuk melindungi dan mengayomi rakyat. Dalam konsep negara demokrasi, mereka adalah abdi negara yang seharusnya bekerja untuk kepentingan rakyat. Namun, dalam praktiknya, sering kali kekuasaan disalahgunakan. Beberapa aparat justru menjadi alat bagi segelintir pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan atau menumpuk keuntungan.

Kasus korupsi, suap, dan tindakan sewenang-wenang yang melibatkan aparat menjadi bukti nyata bahwa masih ada yang memandang kekuasaan sebagai sarana untuk memperkaya diri, bukan untuk melayani masyarakat. Tidak sedikit rakyat kecil yang merasa diperlakukan tidak adil karena hukum sering kali "tumpul ke atas, tajam ke bawah." Fenomena ini menciptakan jurang kepercayaan yang semakin lebar antara aparat dan rakyat.

Represi yang Berujung Pemberontakan. Rakyat yang melarat tidak hanya mengalami kesulitan ekonomi, tetapi juga menghadapi tekanan sosial dan politik. Ketika hak-hak mereka diabaikan, suara mereka dibungkam, dan perjuangan mereka dilabeli sebagai ancaman, maka wajar jika kemarahan publik semakin memuncak. Dalam sejarah Indonesia, kita telah menyaksikan bagaimana kekerasan dan represi yang dilakukan aparat kerap memicu pemberontakan sosial.

Sebagai contoh, aksi demonstrasi buruh atau petani yang menuntut keadilan sering kali berakhir dengan bentrokan yang disebabkan oleh tindakan aparat yang dianggap berlebihan. Alih-alih menjadi pelindung rakyat, aparat justru terlihat sebagai musuh. Hal ini tidak hanya melukai korban secara fisik tetapi juga secara psikologis, memperburuk persepsi publik terhadap institusi penegak hukum.

Kegagalan Reformasi Birokrasi, sejak era reformasi, pemerintah telah berupaya melakukan perubahan dalam tubuh institusi penegak hukum. Namun, reformasi ini belum mampu memberikan perubahan signifikan. Masih banyak laporan tentang penyalahgunaan wewenang, pelanggaran etika, dan lemahnya penegakan hukum di tingkat bawah. Masalah ini menunjukkan bahwa reformasi birokrasi belum menyentuh akar permasalahan, yaitu mentalitas aparat dan sistem yang korup.

Selain itu, kurangnya transparansi dan akuntabilitas menjadi hambatan utama dalam memperbaiki kinerja aparat. Ketika kasus-kasus pelanggaran tidak ditangani dengan tegas, publik semakin kehilangan harapan bahwa sistem hukum mampu berjalan dengan adil. Rakyat yang sudah lelah hidup dalam kemiskinan hanya bisa pasrah, sementara aparat yang seharusnya melindungi mereka malah menjadi ancaman.

Membangun Kembali Kepercayaan Publik

Meskipun kritik terhadap aparat sering kali keras, bukan berarti seluruh aparat patut dicap buruk. Masih banyak individu di dalam institusi tersebut yang bekerja dengan dedikasi tinggi dan hati nurani. Namun, mereka sering kali kalah oleh sistem yang bobrok dan kultur korupsi yang mengakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun