Mohon tunggu...
Reny DwiKurniawati
Reny DwiKurniawati Mohon Tunggu... Freelancer - NIM 191910501021

:)

Selanjutnya

Tutup

Money

Skema PPP untuk Pembangunan Desa Tertinggal

15 Mei 2020   15:46 Diperbarui: 15 Mei 2020   16:23 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Saat ini pemerintah sedang terfokus pada percepatan pembangunan di daerah terpencil. Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan antara wilayah daerah dan wilayah perkotaan.  Kesenjangan ini dikarenakan terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah dan tingginya kebutuhan masyarakat akan keberadaan infrastruktur. Hal tersebut yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur. Keseriusan pemerintah dalam kerjasama dengan swata ini dapat dilihat beberapa kebijakan pemerintah dalam penyempurnaan Undang-Undang dan juga dalam pengelolaan kerjasama dengan sektor swasta. Dalam hal ini skema Public Private Partnership ini diterapkan untuk penyediaan fasilitas dan pelayanan. Kerjasama ini diatur dalam Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Public Private Partnership (PPP) bisa disebut juga dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). PPP merupakan Sebuah kontrak jangka panjang antara pihak sektor publik dan pihak swasta dalam hal mendesain, kegiatan konstruksi, dalam pembiayaan dan operasi infrastruktur publik (fasilitas maupun utulitas). Kerjasama ini menghasilkan produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan kerjasama yang telah disepakati. Lalu, bagaimana peran Public Private Partnership (PPP) dalam pembangunan daerah tertinggal ?.

Fasilitas adalah segala sesuatu yang berupa benda maupun uang yang dapat mempermudah serta pelaksanaan suatu usaha tertentu (Sam : 2012). Tentunya peran fasilitas sangat penting sebagai penunjang peningkatan perekonomian di suatu wilayah. Fasilitas ini berupa fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, kantor pemerintahan dan bangunan umum, fasilitas perdagangan dan jasa dan ruang terbuka hijau (RTH).  Sedangkan utilitas adalah sarana penunjang fasilitas. Utilitas ini berupa sistem jaringan listrik, sistem jaringan air bersih, sistem jaringan telepon, drainase, persampahan, transportasi, persampahan dan intensitas pemanfaatan lahan. Keberadaan fasilitas dan utilitas ini diperlukan masyarakat untuk mempermudah dalam peningkatan perekonomian.

Contohnya petani yang tinggal jauh dari kota, biasanya saat musim panen tiba para petani akan ke kota untuk menjual hasil panennya, biasanya mereka menyewa alat transportasi untuk mengangkut hasil panennya. Dikarenakan jarak tempuh yang jauh dan sulitnya jalan yang ditempuh karena belum terbangunnya akses jalan. Para petani lebih memilih membayar mahal dua kali lipat sewa transportasi tersebut dibandingkan tidak pendapatkan hasil dari panennya. Alhasil keuntungan yang didapat tidak banyak atau bahkan tidak mendapatkan keuntungan. Namun lain halnya jika sudah terdapat akses jalan yang memadai, jarak tempuh akan terpangkas dan biaya sewa yang di bayarkan akan lebih murah. Para petani bisa mendapat keuntungan dari penjualan dan mampu melanjutkan pekerjaannya untuk bertani lagi.

Dibidang transportasi kerjasama pemerintah dengan swasta berupa pembangunan jalan tol atau jalan lainnya yang menyasar pada wilayah daerah. Pemerintah sebagai penyedia lahan sedangkan swasta sebagai penyedia modal. Dibidang pengadaan air, kerjasama ini berupa  pembangunan irigasi. Dibidang perumahan dalam kerjasama ini berupa rumah bersubsidi dengan tujuan agar kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal dapat tercukupi. Masih banyak sekali kerjasama-kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan pihak swasta. Kerjasama ini dimaksudkan agar tercapainya pelayanan publik yang merata di setiap daerah termasuk daerah tertinggal, juga tercapainya optimalisasi dalam penerapan kebijakan, selain itu juga dapat menciptakan regulasi yang sinergis untuk pembangunan.

Lalu bagaimana dengan daerah tertinggal ? Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal. Devinisi daerah tertinggal dijelaskan bahwa Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Dilansir dari contan.co.id yang ditulis oleh Noverius Laoli menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menetapkan 62 Kabupaten sebagai daerah tertinggal pada periode 2020-2014. Meskipun jumlah ini sudah menurun dari sebelumnya yang berjumlah 122 Kabupaten.

Untuk melaksanakan rencana pembangunan daerah tersebut pemerintah menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Bada Usaha (KPBU). Pembangunan infrastruktur akan terus berlangsung dan menyasar ke daerah tertinggal. Selain itu saat ini pemerintah juga melakukan kerjasama di bidang  sektor pariwisata  yang berfokus pada pembangunan sarana dan prasarana. Sehingga daerah tersebut akan memiliki daya tarik dan mampu meningkatkan perekonomian daerah.

Dalam penerapannya konsep PPP ini  bentuk kesepakatan pemerintah dan swasta dapat berupa seperti (Menckhoff dan Zegras, 1999, Zhang, 2001 dalam Riberio dan Dantas, 2009: 2):

  • Build-Operate-Transfer (BOT), BOT adalah kerjasama yang dilakukan swasta dalam pembiayaan, mendesain, membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur untuk periode tertentu sesuai kesepakatan dan konsekuensi yang telah disepakati. Dalam kesepakatan ini pihak swasta bertanggungjawab dalam melakukan pembiayaan, utamanya pada proyek baru (greenfield). Perbedaan BOT dan BOOT adalah selama periode konsesi proyek tersebut dimiliki oleh pihak swasta dan dikembalikan kepada pemerintah di akhir konsesi.
  • Design-Build-Operate-aintain (DBOM), DBOM adalah skema yang mengkombinasikan antara disain, konstruksi dan tanggung jawab operasi dan pengelolaan. Kontrak ini dilakukan dengan swasta melalui single agreement sementara pembiayaan dilakukan oleh Pemerintah. Oleh karena itu pemerintah bertugas mengelola kepemilikan asset dan menjaga kualitas pelayanan dan pelaksanaan kontrak.
  • Design-Build-Finance-Operate (DBFO), Sistem DBFO mirip dengan BOOT namun perbedaanya adalah tidak menerapkan perpindahan kepemilikan atas infrastruktur yang dikelola. Kekurangan dari skema ini adalah resiko jangka panjang kontrak terhadap berpengaruh terhadap perubahan politik, ekonomi dan dinamika masa depan yang sulit dimitigasi dalam kontrak.
  • Build Own-Operate (BOO), Dalam sistem ini  kontraktor bertanggung jawab atas pembangunan dan pengoperasian fasilitas tersebut tanpa diikuti dengan pengalihan kepemilikan ke pemerintah. Disini pemerintah tidak harus melakukan pembelian atas asset dan tidak mengenakan pajak terhadap hal ini berbasis pada kepatuhan kontrak yang disetujui namun swasta tetap bertanggung jawab atas kualitas fisik dan pelayanan.
  • Rehabilitate-Operate-Transfer (ROT), ROT adalah Kesepakatan transfer kepemilikan atas fasilitas yang telah ada (dibangun) milik pemerintah kepada swasta untuk memperbaharui atau merenovasi, mengelola dan mengoperasikan dalam periode tertentu. Kesepakatan ini berbentuk selayaknya franchise dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi adalah tantangan utama dari pembangunan nasional. Pemerataan pembangunan infrastruktur di wilayah tertinggal dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Implementasi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai jika perekonomian dapat tumbuh di seluruh wilayah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun