Mohon tunggu...
REFLEKSI DIRI
REFLEKSI DIRI Mohon Tunggu... Penulis - Renungkan dan Rasakan. Intisari kehidupan ada di dalamnya.

Tulisan apapun yang dimuat, adalah tulisan yang berlandaskan pengalaman, gagasan dan riset sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Luka, Kesedihan Mendalam dalam Sehari

15 Desember 2020   21:31 Diperbarui: 15 Desember 2020   21:35 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumen Pribadi

Aku adalah seorang manusia yang dapat dikatakan berkecukupan, dan itu aku tahu sendiri dari perkataan banyak orang yang ingin senasib denganku. Kedua orang tua yang menyayangiku dengan tulus, bahkan mereka tak ingin aku berhenti tersenyum walau hanya untuk satu haripun. Se indah itu memang hidupku dimata orang-orang. Sehingga mereka pun iri melihatku yang sempurna layaknya di dalam surga. Jika kalian tidak mengetahui nya, aku akan bercerita sejak aku kecil hingga sekarang tentang bagaimana dan seperti apa orang tuaku memperlakukanku yang sudah seperti menjadi anak emasnya.

Sejak kecil, aku selalu merasa mudah untuk menggapai apa yang ingin aku capai, meski mereka anggap itu sulit, terkadang aku hanya perlu mrngulurkan tanganku dan apa yang aku inginkan sudah bisa aku dapatkan. Aku mendapatkan sepeda baruku saat aku ulang tahun untuk pertama kalinya, bahkan waktuitu aku masih belum mengerti sepeda itu gunanya untuk apa. Sehingga untuk menikmatinya dan menunjukkan rasa senangku kepada orang tua, aku gigit sadel sepedaku. Ya, aku saat itu memang tidak tau benda apa itu, sehingga aku fikir itu adalah kue ulang tahunku yang lain. 

Aku mendapatkan smartphone pertamaku saat semua teman-temanku masih tidak mengerti cara memainkannya, sehingga saat ku bawa ke sekolah, teman-temanku melihat dengan tatapan aneh kepadaku. Seakan penasaran dengan benda yang sedang aku mainkan. Orang tua ku memang seperti itu, mereka tidak ingin aku terlambat untuk mendapat kebahagiaan. Sehingga mereka berusaha sekeras yang mereka bisa untuk menghidupiku dan menyenangkan hatiku. Karena bagi mereka, senyumku adalah vitamin penting dalam hidup mereka untuk terus semangat bekerja dalam mencari nafkah keluarga.

Semua yang berjalan lancar awalnya, tak pernah terduga olehku datang juga mimpi buruk dalam hidupku. Mimpi buruk itu dimulai saat aku mulai duduk di bangku sekolah menengah atas, aku di sekolahkan di luar kota. Sehingga aku terpaksa mencari kontrakan untuk bisa dekat dengan sekolah. Pada saat aku pertama masuk sekolah, aku senang, karena ternyata banyak teman-teman yang menyukaiku dan mengajakku untuk menjadi  salah satu anggota timnya. 

Saat itu aku sedang menyukai permainan bola basket. Aku akhirnya bergabung dengan salah satu tim yang paling populer di sekolah. Ya, Tim Elang. Namanya memang sedikit menggelikan, tapi para pemain dan anggota tim yang lain merupakan orang-orang yang bisa dikatakan paling jago dalam sekolah. Jadi di sekolah ku ini terdapat pembagian tim yang awalnya netral, namun karena adat mereka yang sudah turun temurun sejak dulu untuk mengelompokkan tim berdasarkan keahlian, maka tak heran jika tim yang awalnya sudah terbentuk dan terklasifikasi rapi berpindah dan beralih sesuai kemampuan mereka masing-masing dalam bola basket.

Kegiatan sekolah lancar seperti biasa, dan timku terus menang hingga ke grand final. Dan saat itu, mimpi burukku terjadi. Saat aku ingin memasukkan bola terakhir sebagai penentu kemenangan, salah seorang anggota tim lawan mendorongku dan dengan sengaja menendang kakiku sehinga aku terjatuh tersungkur ke lantai lapangan. Tanpa aku sadari di sana tiang penyangga ring ranjang bola basket yang sudah bertahun tahun tidak direnovasi tiba-tiba saja patah dan menimpa pahaku. Aku menjerit  kesakitan kala itu, hingga akhirnya aku kehabisan banyak darah dan pingsan seketika.

Kalian bisa membayangkan apa yang terjadi pada orang tuaku. Ya, mereka sangat terpukul mendengar kabar itu, dan mereka juga sedih melihat tulang kakiku yang sudah remuk dan tidak bisa disambung lagi. Sehingga mereka harus mengambil sebuah keputusan yang cukup berat dalam hidup mereka. Yaitu mengamputasi salah satu kakiku. Sehingga aku kehilangan satu kakiku. Awalnya aku membenci mereka karena sudah tega membuatku seperti ini. Namun, akhirnya aku mengerti setelah dokter menjelaskan sendiri kepadaku keadaan kakiku saat itu.

Hal itu memberikan ku  banyak pelajaran dalam hidup, menjadikan ku lebih kuat dari sebelumnya, memberi ku sebuah keyakinan dan prinsip dalam hidup bahwa tak selamanya yang ku miliki akan berada bersamaku. Terkadang, merelakan adalah cara terbaik menunjukkan bahwa aku lebih kuat dan dewasa sekarang. Akhirnya, aku memahami setiap apa yang sudah terjadi dalam hidup ku ini, kesemuanya bukanlah tanpa alasan dan sebab yang tidak jelas. Karena apapun yang menimpaku dulu dan yang membentukku hari ini, sudah sangat cukup bagiku untuk menjadi pribadi yang lebih dari aku yang sebelumnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun