Kamu memang tak berubah sejak dulu, selalu ingin dimengerti apa yang kamu mau. Tanpa melihat bagaimana keadaan batinku. Meski begitu, kau selalu memaksakan diriku untuk memahami apa yang menjadi hasrat mu. Sebelum itu tercapai, rasanya hidupmu tak akan pernah damai. Dan ya, itu berakibat kepada ku juga jika terus berlalu.
Kau memahami sebuah pemikiran dan keyakinan, bahwa tingkatan yang mereka buat sangat berarti bagimu. Aku tak menyalahkan hal itu, kecuali jika kamu mau sedikit berkompromi degannya, mungkin aku akan sedikit lebih menerimanya. Walaupun ku sudah tau bahwa hal itu tak akan pernah lepas darimu.
Aku menyadari dan sangat mengakui, bahwa aku memang tak kan pernah sepadan dan sederajat dengan segala kemuliaan mu. Segala yang kau miliki, segala kekuatan dan kekuasaan mu.Â
Menjadi kan mu manusia yang cukup egois menurutku. Karena hanya dengan kata egois, mungkin bisa memberi mu pandangan bahwa orang-orang di sekitarmu tak nyaman dengan sikapmu.
Kasta ini menjadi salah satu pertimbangan mu dalam memilihku, segala kehinaan ku menjadikanmu ragu. Ragu untuk melihat dan mengakui kenyataan bahwa aku memang tak sepenuhnya seperti yang kau mau. Ragu untuk melangkah lebih jauh meski kau mengakui bahwa hanya aku, seorang yang bisa menggetarkan hati dan pikiran mu itu.
Jika kamu masih belum merdeka dengan dirimu sendiri, aku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya ingin kau tau, jika ini terus tertanggung seperti ini. Maka aku juga tak bisa menjanjikan tangan ini menggenggam erat selamanya.Â
Jika kamu tidak ingin semua ini menimpamu, maka cukupkanlah ambisimu untuk menghadirkan manusia sempurna dalam hidupmu, maka tak akan ada yang bisa kau perbuat. Karena memang tak ada manusia sempurna seperti yang kamu inginkan.