Mohon tunggu...
REFLEKSI DIRI
REFLEKSI DIRI Mohon Tunggu... Penulis - Renungkan dan Rasakan. Intisari kehidupan ada di dalamnya.

Tulisan apapun yang dimuat, adalah tulisan yang berlandaskan pengalaman, gagasan dan riset sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Embun, Akanah Hadir dan Jadi Berarti?

8 Desember 2020   15:27 Diperbarui: 8 Desember 2020   15:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: nusantaranews.co)

Hari ini aku mendapatkan cerita cukup haru. Jika menurut kamu kata-kataku tak bisa menggambarkan itu, percayalah cerita itu sebenarnya sangat haru bagiku. Aku memang tak pandai menggambarkan sesuatu. Ya, karena aku disini belajar menulis apa yang disampaikan orang-orang, bukan menggambar apa yang ditampilkan mereka. Sudahlah, kamu tak kan mengerti. Lebih baik aku bercerita saja.

Kamu, Jika tulisan ini telah disematkan, tandanya perasaan dan keadaan batinku sedang tidak baik-baik saja. Kamu boleh menganggapnya bohong atau mengada-ada. Aku tak terusik karenanya.

Sebab apa yang aku perjuangkan, kau sia-siakan dengan tak terelakkan. Aku awalnya tak mengerti, mengapa ini semua terjadi. Cinta yang tak tau datang dan pergi, begitu memilukan bagimu tak memiliki arti.

Mungkin kamu tidak menatapku, meelihat semua perjuanganku, melewati apapun demi kamu.

Rasanya aku kini, sudah menjadi embun tak berarti. Ada atau tidaknya diri ini, sudah brang tentu tak mempengaruhi dirimu lagi. Kamu bisa bebas kesana kemari, berjalan dengan siapa saja yang kamu maui, dengan ada atau tidak nya diri ini.

Kuharap dulu kamu peduli, memastikan kamu tersenyum dan tertawa saja, sudah cukup sulit bagiku berpura-pura. Menjadi boneka di setiap harinya, melakukan segala hal hanya untuk membuatmu tertawa bahagia. Meski kusadari, aku tidak lebih hanyalah figuran yang merana.

Embun yang dulu bening, kini membeku kedinginan, terbawa arus angin. Kebingunan mencari haluan. Cukup sedih memang, tapi kamu tak perlu iba padaku. Karena bila itu terjadi, rasanya aku akan semakin mengutuk diriku, mempertanyakan hatiku, kenapa aku tak bunuh saja rasa ini sejak dulu.

Meski akan susah, tapi pasti aku akan bisa melupakannya. Dibandingkan hari ini, aku harus menebang besarnya perasaan kasih dan sayang yang sudah mendarah daging. Dengan begitu sakitnya menahan ego yang tak berkesudahan.

Penulis: Pujangga

Editor: Fuji

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun