Edukasi seksual belum banyak dilakukan di Indonesia bahkan topik seks masih dianggap tabu di dalam keluarga. Orangtua juga jarang yang mengajarkan bagaimana bersikap jika anaknya mengalami pelecehan seksual. Bahkan banyak yang terjadi adalah kejadian ini ditutupi dan tidak dilaporkan ke pihak yang berwajib, dengan alasan dapat mencoreng nama baik keluarga. Padahal yang mengalami pelecehan seksual dapat mengalami trauma karena kejadian ini.Â
Jika ada perempuan yang menjadi kekerasan seksual, lalu apalagi bentuk ketidakadilan apalagi yang dapat menimpanya?
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Bagi Perempuan
Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses atau perlakuan peminggiran seseorang, khususnya karena perbedaan jenis kelamin. Ini dapat terjadi karena kurangnya pemahaman pada sistem reproduksi. Misalnya, ketika seorang buruh pabrik perempuan melahirkan. Jika perusahaan tidak mengikuti ketentuan perundang-undangan tenaga kerja, buruh perempuan itu dapat mengalami pemotongan gaji atau bahkan mengalami pemutusan hubungan kerja.
Dominasi pemikiran dan budaya patriarki juga menganggap bahwa perempuan tidak bisa menduduki jabatan yang penting dan tinggi.Â
Subordinasi
Seseorang baik itu perempuan maupun pria berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan karir. Penyerahan jabatan seharusnya tidak memandang jenis kelamin namun lebih kepada kompetensi seseorang. Adanya pandangan superioritas terhadap laki-laki untuk sebuah jabatan ini harus dirubah.Â
Kekerasan
Perlakuan kasar terhadap perempuan sering disebabkan karena perempuan dianggap sebagai objek pelampiasan amarah dan bukan sebagai subjek yang mempunyai kedudukan yang sama. Tindakan yang dilakukan oleh laki-laki ini terjadi karena masih ada anggapan kalau laki-laki lebih berkuasa dan superior.
Tanggapan terhadap pelaporan kekerasan pun terkadang dianggap tidak serius, dan terkadang si pelapor dianggap berdusta, mencemarkan nama baik atau bahkan lebih parahnya dianggap mencari sensasi.
Begitu pula dengan perintah suami yang misal di luar batas dan tidak sesuai ajaran agama. Pihak istri terkadang tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi. Yang ada istri dicap sebagai istri yang durhaka dan melanggar perintah agama.
Stereotype
Banyak stigma atau pelabelan yang melekat pada diri perempuan karena konstruksi sosial di masyarakat. Misalnya saja perempuan hanya diperbolehkan untuk bekerja di ranah domestik, sedangkan laki-laki pada sektor publik.
Contoh lain pelabelan cengeng kepada anak laki-laki yang menunjukan emosi seperti menangis.
Beban Ganda
Ini terjadi kepada perempuan bekerja yang tetap harus mengurusi urusan domestik termasuk mengurusi anak bahkan tanpa bantuan siapapun, termasuk suami. Pembagian tugas pekerjaan rumah tangga tanpa adanya kesepakatan kedua belah pihak, masih dibebankan kepada perempuan.
Laki-laki sendiri tidak mau mengambil bagian pekerjaan domestik karena menganggap sudah menjalankan kewajiban bekerja sebagai kepala keluarga.
Lantas apa yang harus kita lakukan untuk mengoptimalkan peran kita sebagai keluarga untuk penyintas kekerasan seksual?
1. Melindungi penyitas supaya tidak mengalami ketidakadilan.
2. Mendukung sepenuhnya korban untuk bangkit kembali.
3. Melakukan proses hukum dengan meminta bantuan LBH terdekat.
4. Mengobati penyitas secara fisik maupun psikis.
5. Mengurangi stress mereka dengan mendampingi penyitas sampai kembali pulih.
Sumber: Zoom Meeting Mubadalah 11 Januari 2021