Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ...karena menulis adalah berbagi hidup...

Akun ini pengganti sementara dari akun lama di https://www.kompasiana.com/berajasenja# Kalau akun lama berhasil dibetulkan maka saya akan kembali ke akun lama tersebut

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hasil Kerjamu Apa Sih?

29 Juli 2019   12:02 Diperbarui: 29 Juli 2019   12:12 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak hasil kerja memang bisa dikatakan berhasil atau tidak dengan indikasi nilai atau jumlah tertentu serta bentuk konkrit di depan mata. Namun, tidak sedikit juga yang tidak perlu digembar gemborkan kepada orang lain tentang bagaimana cara kita bekerja dan hasil nyatanya. Cukuplah jika itu menjadikan semua berjalan baik, semua senang dengan tenang meski mungkin secara logika  dengan kondisi yang tidak terlalu mendukung penuh. Anda sudah melaksanakan semua dengan baik dan penuh cinta.

Seorang teman mengeluhkan pekerjaannya yang begitu menumpuk sementara kadang dia juga harus membawa pekerjaan itu ke rumahnya demi bisa menyelesaikannya tepat waktu. Kalau tidak selesai, ada konsekwensi yang mananti. Biasanya bentuk hasil dari pekerjaannya itu berupa laporan atau barang yang memang menjadi bagian dari pekerjaannya.

Lain lagi dengan seorang teman yang bekerja pada sebuah bentuk jasa. Kerjanya tidak terlihat nyata seperti teman di cerita sebelumnya. Dia lebih pada bagaimana menjadikan beberapa kegiatan yang sudah ditetapkan oleh tempatnya bekerja bisa berhasil dengan baik. Secara fisik, bisa jadi dia tidak terlihat apalagi pekerjaannya sebab ada orang-orang lapangan yang mengerjakan. Maka, ketika kegiatan yang sudah direncanakan itu berhasil, orang banyak pasti hanya bisa melihat bahwa itu adalah hasil kerja orang lapangan itu saja. Sementara si teman yang ada di belakang panggung, tidak diketahui orang banyak. Apalagi apa saja yang dikerjakan.

Kakak angkat saya yang seorang ibu rumah tangga, sempat misuh-misuh (ngomel-ngomel, bahasa Jawa) ketika suaminya pernah bertanya padanya, "Di rumah ngerjain apa saja sih? Kok aku datang kamu bisa santai gitu. Ngopi, baca buku, nonton drakor. Apa nggak tahu aku sepanjang hari kerja keras supaya dapat duit buat kita?"

Semula omelan suaminya itu membuatnya misuh-misuh nggak jelas itu. Mereka sempat terlibat pertengkaran juga. Untungnya tidak lama. Tetapi, kondisi yang sama terulang lagi terutama saat sang suami punya pekerjaan menumpuk atau sesuatu sedang terjadi yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Ketika kesekian kali sang suami ngomel yang sama, kakak angkat saya itu punya ide cemerlang. Dia minta izin untuk membantu mencarikan tambahan buat keluarga mereka dengan bekerja paruh waktu di toko sahabatnya. Tanpa berpikir panjang sang suami menyetujui sebab itu pasti akan sangat meringankan bebannya memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi, beberapa hari kondisi itu terjadi, omelan si suami muncul lagi. Kali ini berbeda, "Kenapa sih rumah kita sekarang kotor sekali? Gelas dan piring pasti ada saja yang numpuk. Kamar mandi jorok, tanaman layu, lantai seringnya kotor karena jarang dipel dan kalau pulang nggak ada makanan untukku??"

Dengan kalem, kakak angkat saya langsung bicara, "Papa pikir selama ini kalau aku bisa ngopi atau baca buku, habis darimana? Kalau Papa pulang dan makan, siapa yang masak? Ke kamar mandi selalu bersih, tanaman Papa masih bertumbuh bagus atau kalau minum bisa tinggal ambil, siapa yang melakukan itu semua? Pekerjaan mama mungkin nggak bisa menghasilkan nyata berupa sesuatu seperti yang papa beri. Tapi, pekerjaan mama bisa membuat papa nyaman dan tenang kalau kembali ke rumah."

Aku Iri dengan Kenyamananmu

Sering kali kita meihat kondisi orang lain itu lebih enak daripada kita. Apalagi yang berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari. Tanggungjawab, renggat waktu, konsekwensi dan termasuk reward atas hasil pekerjaan yang kita lakukan, sengaja atau tidak bisa menjadikan perbandingan dengan apa yang kita kerjakan kita selama ini.

Padahal masing-masing orang  sebenarnya sudah diberi tanggungjawab dengan porsi dan kemampuannya sendiri. Bahwa soal berat atau ringannya pekerjaan yang diemban itu relatif memang harus dilihat dengan mata hari yang jernih. Bukankah setiap pekerjaan memang memiliki risiko sendiri-sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun