Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ...karena menulis adalah berbagi hidup...

Akun ini pengganti sementara dari akun lama di https://www.kompasiana.com/berajasenja# Kalau akun lama berhasil dibetulkan maka saya akan kembali ke akun lama tersebut

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Arswendo, Monitor, dan Tokoh Kesebelas

20 Juli 2019   19:07 Diperbarui: 20 Juli 2019   19:41 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari http://2.bp.blogspot.com 

Mengenang Arwendo Atmowiloto secara pribadi, pasti berhubungan dengan dunia tulis menulis. Bukunya yang pertama saya baca berjudul "Mengarang Itu Mudah". Zaman segitu, buku yang saya baca di perpustakaan lalu menabung demi memilikinya (meski akhirnya hilang) menjadi semacam buku dewa sebagai penulis pemula. Walau setelah membaca, saya sempat protes sebab mengarang tidak semudah judulnya, pada akhirnya harus diakui, buku itu memang yang mempengaruhi penulisan saya selanjutnya.

Seiring waktu, Mas Wendo yang kian terkenal dengan gaya dan penulisannya yang beda, menjadi semakin terkenal saat menjadi pemimpin Tabloid Monitor. Sebuah media cetak yang inovatif di masanya. Kenapa demikian? Karena di masa itu, ukuran dan isi tabloid Monitor beda dari koran kebanyakan. Monitor seperti "memotong" ukuran koran yang terbit pada masa itu. Ukuran dan gaya Monitor lambat laun ternyata diikuti juga oleh koran lain yang kemudian lebih dikenal dengan istilah "tabloid".

Tabloid Monitor menjadi sebuah media cetak yang segar kala itu. Terutama dari segi isinya. Kebanyakan memang berisi berita tentang artis, penyanyi atau pekerja seni lain. Gaya penulisannya ringan dan menghibur yang di kemudian hari dijadikan pionir awal munculnya media  bertema gosip artis yang akhirnya dinaikkan juga di dunia pertelevisian. Termasuk juga gebrakan menampilkan foto-foto yang berani dari artis yang difoto plus judul yang kadang membuat imajinasi kemana-mana.

Saya ingat betul ketika Dorce Gamalama sempat diwawancara Monitor tentang dirinya. Ada satu foto Dorce yang menampilkan gaya sensualnya. Dengan pengambilan sudut pandang yang beda, ia  terlihat seperti tidak mengenakan pakaian. Padahal menurut pengakuan Dorce setelahnya, ia mengenakan semacam stoking. Untung pada masa ini belum ada laskar yang langsung memboikot. Namun, tetap tak lepas dari protes dan kritik.

Bisa dibilang 80% tabloid ini berisi tentang selebritas dan hal yang terkait dengan dunia film. Termasuk kisah-kisah tambahan para pendukung film atau drama yang dimaksud. Bagian ini yang menjadi daya tarik tersendiri.

Mungkin tidak banyak yang tahu kalau saham Tabloid Monitor 30% nya adalah milik Harmoko,  Menteri Penerangan saat itu. Karena kondisi ini tentunya Monitor tidak bisa bebas sebebasnya. Ada bagian pemerintah yang pasti mengawasi.

Monitor, Arswendo dan Tokoh ke-11

Kejayaan Tabloid Monitor mendapat cobaan juga ketika tahun 1990 Arswendo dipenjara karena dalam sebuah jajak pendapat di tabloid tersebut tentang "50 tokoh yang dikagumi pembaca."Dari tokoh yang terpilih  ternyata Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sementara Presiden Soeharto menduduki urutan pertama.

Hasil dari poling ini memunculkan gejolak sekelompok orang yang tidak menerima dan menganggap hasil tersebut sebagai penistaan agama. Padahal poling itu yang memilih juga para pembaca Tabloid Monitor sendiri.

Jalan musyawarah sempat ditempuh, namun desakan atas tuntutan ke Mas Wendo dan Tabloid Monitor kencang sekali. Walau masa itu medsos dan para laskar itu belum ada, tuntutan itu membuat Mas Wendo menyerah juga.

Dari: data:image/jpeg
Dari: data:image/jpeg

Beliau meminta maaf kepada umat Islam dan menerima keputusan pengadilan. Tak lama ia menjalani hukuman selama 5 tahun penjara.

Walau di penjara, tidak membuatnya berhenti menulis. Pengalamannya selama di penjara membuahkan sebuah buku berjudul "Khotbah di Penjara".  Sementara itu, tabloid yang ia besarkan juga kena imbasnya dengan dibredel dan menjadi kenangan. Meskipun muncul "adik"nya, yaitu Tabloid Citra, tapi sang adik tak seperkasa masa jaya kakakya.

Kini orang yang memang kuat di dunia literasi serta paham bagaimana beradaptasi dalam industri dan bisa menyesuaikan diri dengan pop culture, menerima keputusan Sang Pemberi Hidup untuk kembali kepadaNya. Setelah sebelumnya berjuang melawan kanker postrat, akhirnya ia menyerah juga untuk pulang ke rumah abadinya.

Selamat jalan, Mas Wendo....
(Surakarta, Jawa Tengah, 26 November 1948 --  Jakarta, 19 Juli 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun