Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ...karena menulis adalah berbagi hidup...

Akun ini pengganti sementara dari akun lama di https://www.kompasiana.com/berajasenja# Kalau akun lama berhasil dibetulkan maka saya akan kembali ke akun lama tersebut

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Ke Bandung, Kulineran atau Nikmati Suasana?

20 Juni 2019   16:10 Diperbarui: 20 Juni 2019   16:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandung terkenal dengan batagor, kue-kue legendaris, colenak, keripik setan, cuanki, cimol atau kuliner lain yang memang sangat menjadi ciri khas tersendiri. Bahkan jika makanan itu ada yang menjualkan di kota lain, pasti rasanya beda. Namun, sungguhkah makanan yang tersaji dan mudah didapat dimana saja itu yang menjadi incaran para pelancong yang bertandang?

Wah belum tentu ternyata....

Beberapa kali ada pemandangan yang membuat saya takjub tiap kali melewati rumah makan itu. Sebelum pintu terbuka untuk menerima pengunjung, tidak sekali dua saya melihat orang-orang yang sudah mengantri panjang demi bisa masuk ke sana. Apalagi jika sebelumnya ada pengumuman bakal diadakan diskon via medsos mereka, wuih..., antrian bisa mengular. Termasuk para babang gojek dan grab food yang pernah selintas saya dengar keluhannya sebab harus ikut ngantri demi memenuhi permintaan pelanggannya yang berburu diskon.

Secara sajian makanan di sana ya menang karena pakai menu dan bumbu ala Korea yang sedang booming. Secara harga bisa dibilang masih aman buat kantong pelajar dan mahasiswa. Jadi, ya seperti istilah anak muda, "So-so lah..." . Yang menjadi nilai tambah adalah tempatnya yang termasuk di pusat kota serta dilengkapi semacam galeri serta perkampunganmenjadikan seolah-olah yang membeli berada di tempat asal makanan. Suasana yang sangat instragrammable sekali. Tidak aneh kalau di setiap sudut pasti ada saja orang yang memanfaatkan kesempatan itu dengan swafoto atau bersama temannya.

Oleh karena  hal satu ini, daya tarik tersebut bukan bagi orang Bandung saja. Orang luar kota pun rela ngantri demi bisa ke tempat tersebut. Pas hari libur atau liburan sekolah pula. Terlebih lagi ada banyak promo di medsos bahkan ada trik-trik supaya bisa memaksimalkan waktu di sana agar tidak sia-sia sebab ditunggu pengantri lain.

Padahal jenis restoran seperti ini bisa jadi ada di kota lain. Pelancong dari luar kota, tidak peduli. Promosi serta keunikannya bisa jadi mendorong mereka buat tak lupa mampir ke sana.

Ada lagi cerita tentang seorang karib yang setelah kuliah di Bandung, tinggal di Bogor, tapi bekerja di Jakarta. Tiap kali main ke Bandung, dia akan menghubungi saya buat ditemani.

Suatu hari, di jam hampir jam makan siang dia mengabarkan sudah ada di Bandung dan meminta saya menemaninya makan siang. Dengan senang hati saya menyanggupi. Karena sudah lama tidak bertemu, maka sepanjang perjalanan saya dan dia bercerita tentang kegiatan kami selama ini. Telinga saya tidak  mendengar kepastian mau makan dimana.

Begitu sampai di Jalan Setia Budhi, dia membelokkan mobilnya kea rah Hoka Hoka Bento dekat situ. Rada heran saya dengan pilihan makan siangnya saat itu.

"Lha, kalau kamu makan di Hokben di Bogor mah ada atuh... Jakarta apa lagi...," komentar saya.

"Beda dong... Di sini kan suasananya beda. Dan, itu tujuanku sengaja ke Bandung buat makan siang di sini," jawabnya yakin.

Saya nggak bisa protes lalu mengikuti kemauannya. Dia ke Bandung memang untuk makan siang dan sebentar membeli keperluan untuk kerjanya lalu pulang ke Bogor. Sampai segitunya...

Lain lagi seorang teman yang tinggal di luar negeri pernah bertanya resep batagor pada saya. Kala itu belum banyak resep makanan terpajang di internet. Dia bilang, rindu sangat batagor Bandung. Pernah datang ke acara di KBRI yang di sana menyajikan batagor, sate, gado-gado dan makanan Indonesia lainnya. Tapi, lidahnya merasa batagor yang disajikan beda dengan apa yang selama sekianbelas tahun ia rasakan di Bandung. Terutama bumbu kacangnya.

Meski pada akhirnya dia juga merasa tidak mudah menjadikan batagor ala lidah lamanya, setidaknya dia cukup puas sudah bisa membuat sendiri batagor kesukaannya. Ala lidah dan rasa menurutnya.

Ketika ia mudik ke Indonesia, disempatkannya mampir ke Bandung. Dia sudah berencana mau kulineran kemana-mana terutama tempat makanan masa kecil yang menurutnya adalah khas Bandung banget.

Ia sempatkan pula menemui saya. Pikiran saya kala itu, pasti mau ngajak cari kuliner kenangan dan kegemarannya. Benar saja. Dia sudah punya daftar makanan yang dia maksud. Tapi, sebelum ke tempat-tempat itu, dia justru bertanya, "Kalau gudeg depan kantormu itu, masih ada nggak? Kangen deh... Itu salah satu tempat tujuanku juga."

"Lha gudeg kan bukan makanan khas Bandung," jawab saya.

"Iya. Biar bukan makanan khas, tapi makanan itu kan favorit mantan gebetan dan tempatnya jadi tempat kencan pertama kami dulu."

Nah, kan... Pada akhirnya, kulineran di Bandung bukan sekadar makan, menikmati segala jenis makanan yang jadi kekhasan salah satu kota tujuan wisata tersebut.

Menikmati  bumbu kacang Cuanki Serayu  bisa sama nikmatnya menikmati ayam krispi si kolonel di Lembang. Yang satu karena memang rasa khasnya. Yang satu karena suasana yang bisa jadi tidak ada di keseharian.

Kamu tinggal pilih yang mana saja, pasti akan tetap meninggalkan kenangan di Bandung. (anj 19)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun