Mohon tunggu...
Reni P
Reni P Mohon Tunggu... Buruh - Saintis yang lagi belajar nulis

Seneng guyon Visit renipeb.medium.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tumpangan dan Kepedulian yang Memudar

5 September 2018   22:30 Diperbarui: 6 September 2018   22:21 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Selepas ngampus, aku mulai terbiasa pulang jalan kaki santai sambil mendengarkan podcast untuk belajar sedikit-sedikit Bahasa Perancis. Jarak yang ditempuh menuju rumah sekitar tiga kilometer melewati kota metropolitan timur di sore hari yang lembut. Dan kalau beruntung aku akan mendapat view bulatan matahari berpendar jingga api jelaga dengan latar langit dalam paduan warna lembayung, biru, dan sedikit keunguan. Hahh~~~

Sepanjang jalan, ketika fokus, aku banyak mencerna tiap kata yang dijelaskan oleh si professeur, tapi jika tidak aku akan larut dalam distraksi pikiranku sendiri.

Dan dua hari yang lalu, ada yang menyapaku, selagi mengendarai motornya dan berhenti menanyai di mana kediamanku. Aku bisa memastikannya bahwa dia bukan teman sekelas yang tak kuketahui tingkatannya. Yang jelas, dia teman sekampus melihat dari atribut yang ia pakai.  

Aku terkejut dan sedikit menyesal atas tindakanku yang tak melepaskan earplug terlebih dahulu. Aku malah bilang, "HAH? MAAF?", Karena benar-benar terkesiap dalam lamunan.

Setelah mengurangi volume suara handphone-ku, jelas dia bertanya "di mana rumahnya?".

Dengan gugup aku bilang alamat rumahku. Dia membalasnya, "Ayo! Aku antar."

Dia itu perempuan, tapi sialnya aku masih gagap dalam menjawabnya, dan bahkan cenderung mengusir, "Silahkan. Aku jalan saja." Dia sedikit memaksa mungkin dia berpikir aku tidak enak, "gak apa-apa! Aku antar!"

Dan aku tetap menajawab, "Gapapa, mbak! Aku ingin jalan, kok. Terimakasih atas tawarannya!". Dan dia pun pamit melanjutkanperjalannanya.

Hal yang serupa terjadi tak berapa lama, tapi tidak terlalu memaksa di jalanan komplek perumahan. "Mbak. Jalan? Mau bareng?", Bapak-bapak tiga puluh tahunan berwajah orientalis dengan hoodie abu menegur dengan motor matiknya.

Tapi, kali ini aku lebih reflek untuk bilang, "Tidak, Pak! Terima kasih!", Sambil tersenyum dan melambaikan tangan kiri ke arahnya. Dan ia meneruskan kembali perjalanannya di arah jalan yang sama denganku, tapi jauh melesat hingga hilang dalam tikungan.

Dua kali aku ditegur, dua kali aku berpikir bahwa inilah sikap yang jarang dan mulai menjadi asing. Sikap cerminan peduli sekitar yang mulai terkikis dengan perasaan yang lebih egosentris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun