Mohon tunggu...
Reni DwiAnggraini
Reni DwiAnggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan Jurnalis Mahasiswa

Hanya seorang Ibu Rumah Tangga yang masih suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The World of Parenting

6 Desember 2020   09:15 Diperbarui: 6 Desember 2020   09:18 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Membesarkan dan mendidik anak bukanlah perkara yang mudah, kurang tepatnya pola asuh anak juga akan mempengaruhi kepribadian anak di kemudian hari". 

Kalimat tersebut bukan hanya sekedar kata-kata belaka, itu nyata terjadi padaku. Entah sejak kapan aku memiliki sifat pemarah, keras kepala, mudah pesimis, dan masih banyak lagi yang lainnya, yang paling terasa saat ini aku mudah sekali emosi dengan hal remeh-temeh. Kukira setelah aku menikah dan memiliki anak sifatku yang seperti itu akan hilang dengan sendirinya. Namun semakin hari perilaku dan ucapanku semakin tak terkendali. Kali ini sudah sangat keterlaluan, bagaimana bisa aku mencaci maki bayiku sendiri yang bahkan belum genap berusia  satu tahun?

Aku sangat kesulitan untuk mengendalikan emosi, seringkali membuang atau memecahkan barang. Semua itu kulakukan untuk mengurangi kekesalan yang kurasakan. Kedua mertuaku sampai kaget melihat aku sampai hati melakukan itu semua. Yang mereka tau aku orangnya pendiam, tak banyak berbicara, jika ada masalah keluarga juga jarang berkomentar. Suamiku kuwalahan menghadapi emosionalku yang naik turun tidak karuan.

Aku merasa diriku harus segera mendapatkan pertolongan, tiba-tiba aku teringat dengan teman kuliahku dulu. Temanku adalah seorang psikiater, mungkin dia bisa membantuku mencari jalan keluar. Setelah berhasil menghubunginya aku mulai menyampaikan maksud dan tujuanku. Alhamdulillah dengan senang hati ia mau membantuku. Mungkin karena temanku juga seorang perempuan dan seorang ibu jadi aku lebih leluasa untuk bercerita.

Kami mengawali dengan obrolan santai seputar perkembangan anak, hingga akhirnya ia bertanya kepadaku apa yang sedang dirasakan saat ini. Kemudian ia menyuruhku untuk menceritakan tentang keluargaku, hal-hal kecil apa yang paling kusukai hingga yang paling kubenci. Dari sanalah ia mulai menemukan akar permasalahan dan juga titik terang untuk masalah emosional yang kuhadapi.

Banyak hal yang kukira biasa saja, ternyata bisa memberikan dampak yang begitu besar pada pembentukan kepribadian seorang anak. 

engan bermodal informasi yang kuberikan saat aku bercerita, ia mulai memberikan garis besar pada pengalaman masa laluku.

  • Pertengkaran Di depan Anak

Pertengkaran didalam rumah tangga sudah biasa terjadi, seringkali kita tidak sadar dengan ucapan-ucapan kasar dan juga prilaku yang seharusnya tidak pantas kita lakukan. Anak adalah seorang peniru yang baik, sebisa mungkin hindari pertengkaran didepan anak. Dulu aku seringkali menjadi penonton yang baik saat kedua orangtuaku bertengkar. Kata-kata kasar ibu dan perilaku menghancurkan atau merusak barang sudah biasa kusaksikan secara live. Kini aku baru menyadari ternyata ucapan dan perilaku kasarku selama ini kuwarisi dari sana.

  •  Terlalu Memaksakan Kehendak Pada Anak

Khawatir jika anak melakukan kesalahan di dalam menentukan pilihan hidupnya itu wajar, sebagai orang tua terutama seorang ibu akan terus dihantui oleh perasaan tersebut. Namun bukan berarti anak harus kehilangan hak memilihnya untuk menuruti keinginan kita. Pengalamanku, dari dulu aku tidak pernah diberi kesempatan untuk memilih hal yang kusukai, contohnya dalam hal pendidikan. Aku sudah menuruti kemauan ibuku, kenapa ibu? karena didalam keluargaku peran ibu lebih dominan. Bagaimana dengan peran ayah? Ayah hanya sibuk mencari nafkah, urusan rumah dan anak menjadi urusan ibu. Aku hampir menghabiskan seluruh waktuku untuk belajar demi lulus tes SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Setelah lolos tiba-tiba di semester dua ibu  menyuruhku untuk berhenti kuliah. Hal itu harus dilakukan agar aku bisa fokus untuk pendaftaran calon polisi pada tahun 2014 silam, lagi-lagi aku menurutinya hingga akhirnya aku mengalami kesulitan, sudah gagal jadi polisi, kuliah pun berantakan. Andai saja dulu aku berani bicara tentang apa keinginanku dan berani meyakinkan orang tua bahwa akan bertanggung jawab sampai akhir dengan apa yang sudah kupilih, mungkin akan beda lagi ceritanya. Teruntuk calon orang tua, terutama ibu, berilah kesempatan pada anak untuk memilih. Percayalah pada pilihan anak, kepercayaan juga bisa menjadi salah satu bentuk dukungan yang sangat berharga bagi putra putrimu

  • Memarahi Anak Ditempat Umum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun