Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan Pelepasan Menurut Arthur Schopenhauer

18 Oktober 2021   11:15 Diperbarui: 18 Oktober 2021   11:16 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arthur Schopenhauer (slideplayer.info)

        Dalam filsafat Timur dan filsafat Barat, dunia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dunia yang sungguh-sungguh yang tersembunyi bagi manusia, dan dunia yang kelihatan, yang bagi Plato dianggap seperti bayangan dari dunia yang real atau nyata. Akan tetapi bagi Immanuel Kant yang adalah guru Schopenhauer tidak secara langsung membedakan dua dunia, akan tetapi dunia itu ada sejauh diketahui oleh kita. Itulah yang disebut sebagai bidang gejala-gejala (fenomena), dan dunia yang ada di belakang gejala-gejala disebut sebagai noumenon atau sering disebut sebagai "das ding an sich".

        Bagi Schopenhauer, ia menerima perbedaan (distingsi) dunia dalam filsafat Timur dan Barat, tetapi ia tidak setuju dengan pemikiran Immanuel Kant akan benda-benda yang ada di dalam dirinya sendiri (bidang noumenon), karena ini tidak dapat dikenal. Dunia yang nyata tidak hanya ditemukan sebagai ide, melainkan juga dalam hati kita sendiri sebagai kehendak. Kehendak itu berbicara melalui kehendak kita dan kehendak  alam. Dunia dipandang sebagai kehendak dan badan. Badan itu suatu obyek bagi kita dan juga sesuatu yang mempunyai "kehendak tersendiri". Tindakan badan dan kehendak badan itu satu kesatuan. Jika badan bertindak berarti kehendak yang bertindak. Keaktifan badan itu kehendak yang telah menjadi kelihatan. Badan itu kehendak yang telah menjadi obyektif dalam ruang dan waktu. Dunia batin kita termasuk akal budi, dikuasai oleh kehendak. Manusia tidak "ditarik" oleh kesadarannya, tetapi ia justru "didorong" oleh kehendak yang tidak sadar.  Kehendak itu sangat kuat. Kehendak itu tidak pernah lelah, tidur, melainkan ia terus bekerja. Menurut paham pesimisme, kehendak itu tak terhingga, tetapi kemungkinan-kemungkinan untuk memuaskannya terbatas. Dunia ini penuh dengan peperangan dan kesepian. Pemikiran ini dilatarbelakangi oleh syair Dante untuk memberi gambaran tentang neraka. Ia hanya memberi contoh-contoh di dunia ini, tetapi ketika mau menggambarkan surga, ia tidak menemukannya di dunia ini. Baginya hidup adalah penderitaan terus-menerus. Dan makin tinggi jenis makhluk, maka makin besar pula penderitaannya.

        Kehendak adalah realitas kehendak metafisis. Ada kehendak metafisis sehingga segala sesuatu adalah kehendak. Kehendak sebagai perbudakan metafisis atas manusia. Menurut Schopenhauer, kehendak metafisis itu adalah sebuah dorongan buta yang tidak pernah mencapai kepuasaan dan tujuannya. Ia tidak pernah tenteram, selalu berjuang, tetapi tidak pernah mencapai apa-apa, sia-sia. Dalam dunia fenomenal kesia-siaan itu tampak dalam jerih payah manusia untuk mencapai kebahagiaan. Oleh Schopenhauer kebahagiaan ditafsirkan secara negatif sebagai "pemadaman hasrat", "pelepasan dari rasa sakit". Schopenhauer menganut pesimisme metafisis. Ia sendiri menganggap filsafatnya melankolis dan murung. Pesimisme itu bersifat metafisis, karena ia tidak sekedar menunjukkan sebab-sebab kesia-siaan perjuangan manusia pada sebab-sebab empiris, melainkan lebih-lebih ia menunjukkan sebabnya pada "das ding an sich" yang tak lain daripada kehendak buta yang sia-sia. Kehendak ini sia-sia, karena ketika manusia mencapai kepuasaan dan kedamaian timbullah kebosanan yang keji yang akan memunculkan konflik dan penderitaan baru. Dengan demikian tujuannya tak pernah tercapai. 

        Pesimisme Schopenhauer banyak dipengaruhi oleh filsafat India yang pada abad ke-19 banyak dipelajari oleh gerekan Romantisme. Schopenhauer mengajarkan jalan pelepasan dari penderitaan yang disebabkan oleh perbudakan kehendak metafisis itu. Ada dua jalan yang ditemukannya, yaitu jalan estetis dan jalan etis.

1. Pelepasan melalui Jalan Estetis

        Dalam kontemplasi estetis, manusia bisa memadamkan hasrat-hasratnya. Karena kontemplasi estetis adalah usaha memandang objek sebagai keindahan bukan sebagai objek nafsu. Sehingga terdapat makna keindahan di dalam objek tersebut. Schopenhauer berpendapat bahwa untuk melepaskan manusia dari penderitaan atau perbudakan kehendak adalah melalui seni. Bentuk seni yang paling cocok untuk mencapai pelepasan estetis adalah musik. Musik merupakan proyeksi dari kehendak sendiri. Melalui musik kehendak ini berbicara, sehingga kita untuk sementara "diangkat" dari dunia "maya". Musik itu "wahyu" dari kehendak. Kehendak juga berbicara melalui alam, tetapi melalui musik didengar rahasia dunia batin. Rahasia suatu cenderawasih yang jauh, menjadi dekat untuk sementara. Musik tidak membebaskan dari dunia, namun sedikit memberi hiburan.

       Melalui seni-seni manusia bisa mengalami kebahagiaan, walaupun hanya untuk sebentar saja. Menurut Schopenhauer, jalan estetis ini hanya memberi pelepasan sementara saja. Saat kontemplasi manusia lupa akan penderitaannya, jiwanya tenteram, tetapi sesudahnya dia akan menderita lagi.

2. Pelepasan melalui Jalan Etis

       Jalan pelepasan yang langgeng dapat diperoleh lewat Jalan etis. Jalan etis tidak bersifat sementara seperti jalan estetis. Jalan etis diajarkan dalam askese, terutama dalam askese Timur. Apabila kehendak untuk hidup itu menghasilkan penderitaan, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan ini buruk dan jahat. Namun, apabila manusia mau lepas dari penderitaan dan kejahatan hidup ini, ia harus menolak kehendak untuk hidup. Resiko dari pandangan ini adalah bahwa bunuh diri itu memiliki makna moral yang tinggi. Akan tetapi, Schopenhauer mengatakan bahwa bunuh diri justru merupakan sikap tunduk kepada kehendak untuk hidup itu, bukanlah penolakan atasnya. Menurut Schopenhauer, keinginan bunuh diri adalah ungkapan tersembunyi dari kehendak untuk hidup. Jadi, dengan bunuh diri, orang malah melakukan kejahatan. Jalan yang harus ditempuh bukanlah bunuh diri melainkan moralitas.

        Pandangan tentang moralitas tersebut, Schopenhauer memandang kehendak metafisis sebagai termanifestasi dalam tindakan individu. Schopenhauer menerima kemungkinan manusia melihat hakikat terdalam realitas ini dengan menembus maya atau dunia fenomenal. Caranya adalah adalah dengan melakukan abstraksi atas keanekaan dan individualitas kenyataan fenomenal ini dan menemukan sebuah simpati etis terhadap manusia lain sebagai alter-ego. Dengan cara ini manusia melakukan kebaikan dan keutamaan sebagai cinta kasih. Dengan cinta kasih, manusia melepaskan diri dari egoisme dan kelekatan pada hasrat-hasrat rendahnya dan dengan cara itu ia menolak kehendak. Orang yang menolak kehendak ini, lalu memandang dunia sebagai ketiadaan, dan ketika mati ia akan mencapai Nirwana. Nirwana adalah pemadaman total kehendak dan karena kehendak itu lenyap, dunia juga menjadi ketiadaan.

        Hinduisme dan Budhisme mengajarkan bahwa keinginan untuk hidup harus dimatikan, supaya manusia betul-betul lepas dari kehendaknya sendiri. Kalau kehendak sendiri, "aku", dihapuskan, lalu manusia bisa hancur dalam keseluruhan, masuk dalam kebahagiaan, lepas dari peredaran, masuk dalam "moksa" atau "nirwana".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun