Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ulos dan Mangulosi pada Masyarakat Batak Toba (Sebuah telaah Filosofis Kekayaan Kebudayaan Masyarakat)

18 Oktober 2021   09:41 Diperbarui: 18 Oktober 2021   09:47 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberkatan Perkawinan (Dok.Pri)

        Ditinjau dari fisiknya, ulos memiliki tiga bagian penting yang memiliki makna dan nilai masing-masing. Ketiga bagian penting itu adalah hapal, Sitoru Rombu, dan Ganjang. Hapal berarti ketebalan ulos. Kain yang tebal akan memberikan kehangatan bagi yang memakainya. Demikian pula  Hapal bermakna bahwa ulos memberikan kehangatan kepada pemakainya. 

Sitoru Rombung berarti jumlah rambut-rambut yang berada di ujung ulos. Jumlah rambut-rambut itu mewakili banyaknya ramhat yang diterima atau rahmat yang mau diberikan melalui ulos. 

Dalam perkawinan misalnya, rambut-rambut pada ujung ulos mewakili doa dari pemberi ulos agar mempelai mempunyai banyak keturunan (dalam filosofis orang batak dikenal "banyak anak banyak rejeki"). Ganjang berarti panjang ulos. Dengan ganjang mau diungkapkan doa agar dipenerima ulos memperoleh umur yang panjang.

4. Nilai-Nilai filosofis Ulos dan Mangulosi 

        Mangulosi merupakan salah satu cara mengekspresikan kehangatan kekerabatan. Pemberian ulos atau mangulosi merupakan wujud kasih sayang. Hal ini tertuang dari falsafah Batak yang berbunyi, "ijuk pangihot ni hodong, ulos penghit ni holong" yang artinya 'ijuk pengikat pelepah pada batang, dan ulos pengikat kasih sayang antara sesama'. Maka ulos merupakan lambang dari keharmonisan, kesatauan dan keeratan relasi dengan orang lain[4].

        Selain itu ulos juga merupakan lambang sekaligus pengungkapan rasa empati dan seperasaan dengan kerabat. Saat seorang mengalami kejadian buruk dan kesusahan, ulos dijadikan tanda turut berbelasungkawa dan turut merasakan kesusahan. Saat dalam kebahagiaan, ulos juga dipakai sebagai tanda turut merasakan kebahagiaan. 

Ikatan perasaan juga ditunjukkan keinginan agar orang yang dikasihi memperoleh hal-hal yang baik, Demikianlah ulos juga dijadikan lambang doa, berkat, dan dukungan kepada orang lain. Hal ini misalnya terdapat dalam acara pernikahan dimana ulos diberikan kepada pengantin sebagai bentuk doa dan dukungan oleh para kerabat.

        Pemberian ulos juga dapat berarti memberi perlindungan. Dalam hal ini, kehangatan ulos dianggap berasal dari pemberi ulos. Maka saat ulos diberikan, itu berarti juga memberikan kehangatan untuk mereka yang diulosi. Dan kehangatan yang diberikan merupakan lambang perlindungan. Ulos juga dipakai dalam ritus keagamaan. Parmalim sebagai agama tradisional Batak menggunakan ulos sebagai pakaian untuk beribadat. 

Ulos dianggap membantu seseorang dapat sampai pada hal yang ilahi[5]. Saat agama parmalim semakin jarang ditemukan oleh masuknya agama-agama besar sepet kristen, ulos juga tetap dipakai. Corak ulos dipakai dalam pakaian-pakaian liturgi dan beberapa kain-kain liturgi lainnya. 

        Dalam perkembangan, makna ulos dan mangulosi sebagai sumber kehangatan tubuh perlahan berkurang dan bahkan ditingalkan. Mangulosi bukan lagi dimaksudkan untuk menghangatkan tubuh melainkan lebih mewakili makna menghangatkan tondi si penerima. Kata kehangatan sendiri dalam falsafah Batak menunjuk kepada keadaan dimana seseorang berada dalam kemakmuran, ketentram, kesuksesan dan berlimpah berkat dalam hidupnya. Karena itu dengan mangulosi, seseorang mendoakan, merestui dan memohonkan kemakmuran, ketenteraman, kesuksesan dan limpahan rahmat bagi orang yang diulosi. Dengan doa restu serta berkat itu maka kehidupan seseorang akan menjadi lebih baik.

         Selain dalam kaitan seorang manusia Batak dengan kerabat dan  orang lain, ulos juga memiliki nilai spiritual dan magis tersendiri dalam dirinya. Karena itu sesungguhnya sejak dalam proses pembuatan, ulos sudahlah merupakan hal yang sakral. Pada jaman dahulu seorang penenun ulos harus memperhatikan dengan benar soal ukuran, desain dan waran ulos yang akan dibuat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun