ANALISIS -- REFLEKSI HOMILETIK
TENTANG PERANAN HOMILI DALAM PERAYAAN EKARISTI
1. Refleksi secara umum
Homili merupakan sarana pewartaan Sabda Allah sekaligus sebuah tindakan publik yang dilakukan oleh homilis atas nama umat beriman. Homili yang dibawakan oleh homilis merupakan tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan oleh umat beriman (gereja) kepada homilis untuk dilaksanakan.Â
Oleh karena itu, homilis menyadari bahwa homili bukan untuk kepuasan diri sendiri, melainkan untuk melayani umat beriman yang dipercayakan kepadanya.Â
Melalui homili, seorang homilis mewartakan tentang karya keselamatan Allah berdasarkan Kitab Suci dan dapat menjiwai kehidupan umat. Homili seorang Imam itu sangat membantu umat dalam menghayati Sabda Allah.
Homili merupakan kesempatan yang baik untuk mendengarkan dan menghayati Sabda Tuhan. Hendrikus (1991) menyatakan bahwa homili merupakan salah satu contoh dari bentuk retorika.Â
Dalam sebuah ekaristi, homili sangat memiliki peran penting sebagai "penterjemah" Injil agar dapat dipahami oleh umat dengan baik. Oleh karena itu, homili sebagai homili harus diwartakan.Â
Maka, penyampaian homili kepada umat Allah merupakan puncak dari seuruh persiapan homili. Di hadapan umat Allah, seorang homilis tampil sebagai orang yang diberi otoritas ilahi untuk mewartakan Sabda Allah dengan penuh wibawa.Â
Agar tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik, homilis harus mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan hal-hal yang berguna seperti: membaca dan merenungkan Kitab Suci, mengikuti pelbagai kursus, pelatihan-pelatihan dan membaca buku-buku yang berguna lainnya.Â
Dalam menyampaikan homili, perlu diperhatikan hal-hal yang dapat mendukung sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh umat. Homili yang bertujuan untuk memberikan persuasi tertentu, harus dapat disampaikan dengan baik. Sehingga umat dapat menerima, mengerti, dan akhirnya terpersuasi dengan baik dan tepat.