Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengekspresikan HUT RI dengan Cara Berbeda

16 Agustus 2018   11:42 Diperbarui: 17 Agustus 2018   11:37 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ket Photo: Penulis/Rendra Tris Surya/berdiri paling kiri/waktu SMA Kls 1, sedang bersiap-siap menaikkan Sang Saka Merah Putih sebagai anggota Paskibraka pada tanggal 17 Agustus 1977, di stadion "Teuku Oemar' kota Meulaboh, Aceh Barat . Di tengah berdiri membawa bendera: Yunizar, dan paling kanan: Fuady/ Photo: dok pribadi Rendra Tris)

Beberapa minggu sebelum tanggal 17 Agustus, biasanya mulai tampak semarak warna merah-putih di berbagai media masa (cetak-elektronik-internet). Lingkungan tempat tinggal kita juga kemudian mulai ramai dengan berbagai warna dan simbol.

Bendera merah putih kemudian berkibar di tiang yang dipancang di depan halaman setiap rumah, yang kadang dilengkapi pula dengan umbul-umbul tambahan agar lebih terlihat semarak. Di setiap hari Minggu jauh sebelumnya  (hari libur buat semua orang itu), mulai diadakan berbagai perlombaan dan berbagai acara tradisi dengan mengajak sebanyak mungkin warga sekitar untuk berpartipasi.

Lalu Pak RT dan RW menjadi orang yang telihat sibuk, karena menjadi ujung tombak sebagian besar acara-acara tradisi ini, yang mengekspresikan kita sebagai suatu bangsa yang tidak lupa dengan sejarah lahirnya. Tanpa upacara resmi, mereka semua tampak menunjukkan kegembiraan dalam merayakan HUT 17 Agustus ini..

****

Banyak cara memang, bagi masyarakat majemuk ini dalam mengekspresikan rasa gembira dan bahagianya memperingati  "HUT Kemerdekaan RI" yang tiap tahun itu. Ada yang diharuskan instansi tempat ia bekerja, agar hadir mengikuti upacara formal. Kalau tidak hadir maka dipertanyakan nasionalismenya.

Ada pula, warga yang begitu bangga ketika mendapat undangan menghadiri perayaan 17 Agustus ke Istana Negara atau ke Pendopo Pemda Pak Bupati/Walikota di daerahnya. Mereka lalu menjadi sibuk "wara-wiri", mencari baju adat yang sesuai (sebagaimana akhir-akhir ini telah menjadi dress code yang lazim di setiap upacara besar).

Ada pula, yang merayakan rasa syukur ini, hanya dengan kesunyian: berdoa sederhana namun terlihat khusuk di masjid, gereja, kuil, dan berbagai tempat ibadah lainnya. Ya, memang, negara Indonesia tercinta ini, dulu diperjuangkan kemerdekaannya oleh begitu banyak pihak dan tipe orang yang beragam, baik suku, wilayah, maupun agamanya.

Bagi masyarakat awam (kebanyakan) di kampung-kampung. HUT 17 Agustus dirayakan dengan cara yang berbeda namun bersahaja. Seperti mengikuti Lomba Gerak Jalan Santai (sambil bersosialisasi sesama warga) , menonton atau ikut Karnaval, Lomba Panjat Pinang, dan berbagai lomba-lomba lain dalam frame pesta rakyat.

Bahkan, tak jarang, mereka pun bergotong royong membuat panggung musik dangdut di aula desa atau kecamatan (atau di lapangan sekitar) dengan dana sendiri. Mengekspresikan kegembiraan setahun sekali ini. Berbagai bentuk kenclengan sumbangan pun, kemudian bermunculan di berbagai jalan, untuk menutup kekurangan biaya penyelenggaraan pesta rakyat ini.

Dari sisi sosio-budaya, hal ini sebenarnya menarik dan menjadi khas. Menjadi tradisi unik bagi Bangsa Indonesia yang menjadi "pusaka" sejak dahulu. Di "zaman now", ada juga  bentuk ekspresi kegembiraan perayaan ini sejalan dengan hadirnya teknologi informasi dan sosial media, misalnya perlombaan menyanyi di smule, perancangan banner perjuangan di website dan sebagainya.

Dulu, sewaktu remaja (SMA), saya bersemangat mengikuti gegap-gempita mulai dari persiapan dan merayakan 17 Agustus ini. Terutama, ketika lolos seleksi mengikuti latihan berbulan-bulan menjadi anggota Paskibraka di daerah tempat tinggal saya selama dua tahun di Aceh Barat (1976-1978). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun