Jalan sunyi kreativitas anak bangsa memiliki beberapa hal yang menjadi sorotan. Pertama, kreativitas itu jangan mengambil jalan sunyi, dia harus mengambil jalan yang semarak supaya kreativitas itu bukan menjadi sebuah tindakan yang terasing atau yang mengasingkan diri dari masyarakat seluruhnya dan dari dinamika sejarah.
Justru kreativitas  itu bukan sekadar menjadi bagian dari dinamika masyarakat yang luas bahkan yang kita sebut dengan pelatuk, menjadikannya sebagai pemicu.Â
Kreativitas itu harus menjadi pelatuk keramaian bukan aktivitas kesunyian. Orang kreativ itu harus bisa menjadi bagia dari keramaian dan memberikan warna  bagi keriuhan dan keramaian dinamika jalan sebuah bangsa, bukan jalan kesunyian.
Kalau para orang kreatif itu hanya ada di dalam kesunyian maka bisa dipastikan masyarakat itu adalah masyarakat yang mandeg, masyarakat tempat dimana para kreatifnya merasa kesunyian, merasa kesepian, maka masyarakat itu tidak akan bergerak kemana-mana, masyarakat itu akan stagnan. Bukan jalan sunyi, tapi harus jalan yang dinamis bagi kreativitas anak bangsa.Â
Menurut Einstein kreativitas itu adalah sebuah kecerdasan  yang sedang bersenang-senang. Creativity is intelegen happing pun. Kreativitas yang sedang bersenang-senang, bermain-main dan masyarkat yang sedang berbahagia yang mestinya tidak dalam kesunyian.Â
Bahagia beramai-ramai, bukan ketika menyendiri di dalam kamarnya. Jadi kreativitas adalah kecerdasan yang bersenang-senang dan mungkin yang dilakukan dengan sunyi dan senyap, tapi kita rayakan  kesenangan dan kebahagiaan itu dengan cerdas dengan bersenang-senang.
Kreativitas tidak mungkin tanpa imajinasi. Bagaimana kita bisa kreativ tanpa mengimajinasikan sesuatu. Setiap kurun sejarah ada periode-periodenya, sejak jaman gerakan kemerdekaan nasional pada awal abad ke 20 dimana semuanya membangun imajinasi baru.Â
Anak-anak muda seperti Bung Karno, Tan Malaka, Bung Hatta, Syahrir, RA Kartini, Dewi Sartika dan lain sebagainya, itu adalah generasi muda yang bergerak karena imajinasinya, mereka bergerak menolak kekuasaan penjajah belanda pada masanya, padahal itu adalah kenyataan mereka, tapi mereka juga menolak untuk kembali ke masa lalu sebelum penjajah datang yaitu dimana nusantara diisi kerajaan-kerajaan yang terpecah belah dan tersebar.
Kemampuan anak muda segenerasi yang lahir di era 90-an menolak kenyataan yang mereka hadapi saat ini yaitu realitas penjajahan. Dan imajinasi anak muda hari ini untuk menolak realitas sebelum masa penjajahan yang sudah mereka dengar cerita itu pada masa penjajahan. Mereka menolak keduanya, mereka menolak masa kini yang tidak adil dan menolak juga masa lalu yang tidak relevan.Â
Masa kini ditolak dan masa lalu ditolak yang kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan, "mau kemana mereka?" Karena mereka tahu bahwa jaman itu bergerak dan waktu bergerak maju mereka kemudian mengimajinasikan sesuatu  diluar feodalisme, diluar kolonialisme yaitu sesuatu yang dari nusantara yang dinamakan Republik Indonesia.Â
Kita sebut mereka sebagai Founding Father, karena mereka saat berjuang bukan ingin mempertahankan kerajaan bapak/ibu, kakek/neneknya atau mempertahankan warisan tanahnya.