Mohon tunggu...
Renaldo AdiPratama
Renaldo AdiPratama Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - single

mahasiswa semester 8 dengan harapan setelah lulus bisa mengubah hidup dan mendapat pekerjaan seni yang bisa mengubah stigma di lingkungannya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tayangan Sinetron Masa Kini: Apakah Mustahil Berkembang?

18 Juni 2021   14:54 Diperbarui: 18 Juni 2021   15:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Melihat tayangan sinetron belakangan ini kian hari makin aneh-aneh saja tingkah lakunya. Belakangan ramai diperbincangkan sinetron Suara Hati Istri, yang mana dalam ceritanya ada seorang tokoh bernama Zahra yang menjadi istri ketiga dari Pak Tirta. Hal ini kemudian ramai diperbincangkan warganet karena pemeran Zahra dalam sinetron tersebut baru berumur 15 tahun dan dalam adegannya melakukan hal yang sepatutnya tidak diperankan anak dibawah umur.

Hal ini kemudian menarik untuk dibahas menyusul memang seringnya terjadi permasalahan dalam pertelevisian di Indonesia, khususnya terkait sinetron ini. Banyak kasus-kasus pelanggaran serupa terkait adegan-adegan yang tidak sepatutnya disiarkan, apalagi apabila hal tersebut ditonton oleh anak-anak. Sedangkan, di Indonesia sendiri kebanyakan sinetron ditampilkan pada jam-jam prime time sehingga sangat besar kemungkinan anak-anak untuk melihat juga.

Sesungguhnya apa yang salah dari sinetron indonesia? Dan kenapa hanya belakangan ini saja sinetron dirasa tidak masuk akal lah, kurang berkualitas lah, dan sebagainya? Bahkan, banyak orang yang beranggapan bahwa tayangan ditelevisi sudah tidak berkualitas lagi. Penyebab dari hal ini sebenarnya sederhana, yakni dikarenakan perubahan trend dan selera.

Kenapa isu terkait sinetron indonesia kurang berkualitas dan bahkan ada yang menyebut aneh baru muncul belakangan-belakangan ini saja? Jawabannya tentu sangat jelas, dikarenakan perubahan teknologi informasi dan internet. Ditambah lagi karena munculnya pergeseran teknologi, maka muncul juga generasi-generasi baru yang kemudian menyerap berbagai informasi yang kini sangat mudah dia dapatkan dengan hanya berselancar di internet. Sehingga, lebih banyak juga tayangan-tayangan dari luar yang berlaku sebagai pembanding bagi tayangan lokal.

Mari kita anggap bahwa sinetron indonesia memang tidak berkualitas dan aneh, lalu kenapa dia masih diproduksi? Jawabannya adalah karena generasi yang menontonnya masih ada. Bisa dibilang bahwa remaja jaman sekarang kebanyakan tidak mungkin menonton sinetron atau mungkin remaja sekarang memang jarang nonton televisi. Tetapi diluar itu masih ada kaum emak-emak dan bocil (istilah untuk ibu-ibu dan anak kecil). Terutama kebanyakan biasanya penonton dari sinetron ini identik dengan orang berintelektualitas rendah atau bahkan orang-orang yang tinggal di perkampungan.

Mari kita ambil Drama Korea sebagai pembanding dari sinetron indoensia. Kita ketahui bersama saat ini Drama Korea atau Drakor sedang digandrungi oleh masyarakat Indonesia, terutama kalangan remaja. Hal ini tentu fakta yang sangat pahit mengingat sebenarnya kita banyak sekali memiliki begitu banyak potensi aktor dan aktris yang luar biasa. Tetapi memang sangat sulit apabila teori drakor di gunakan untuk memproduksi sinetron Indonesia mengingat memang faktor dari segi budaya saja sudah berbeda. Berikut merupakan opini saya terkait sinetron indonesia yang sulit berkembang apabila dibandingkan dengan drakor.

  • Faktor Cerita

Yang pertama merupakan faktor cerita, yang mana dirasa memang sangat mustahil apabila kita mensejajarkan antara segi cerita drakor dan sinetron indonesia. Cerita sinetron indonesia bisa dibilang sangat monoton, bisa jadi berkaitan tentang perebutan harta antar keluarga, atau perebutan kekasih dan semacamnya. Saya sendiri menyadari bahwa sinetron memang berdasarkan kehidupan masyarakat indonesia sendiri kemudian dirubah dalam bentuk drama, tetapi apakah memang tidak bisa lebih luas dari itu.

  • Jumlah Episode yang Berbeda Jauh

Yang kedua adalah berbedanya jumlah episode dari sinetron dengan drakor. Jika dalam sinetron bisa sampai beratus-ratus episode maka drakor hanya memiliki sekitar 20-an episode, adapun yang memiliki episode sekitar 100 tetapi itupun sangat jarang. Hal ini tentu menandakan bahwa pengerjaan dari tayangan drama korea di buat dengan matang dan sebaik-baiknya, sehingga menghasilkan karya yang berkualitas.

Sedangkan untuk sinetron sendiri lebih mengandalkan kepada jumlah episode. Semakin panjang episode itu menandakan bahwa sinetron tersebut sukses, tetapi pemroduksiannya pun dengan cara kejar tayang. Sehingga bisa kita simpulkan kenapa hasilnya berbeda.

  • Perbedaan Style

Yang ketiga ini saya rasa masih bisa diakali di Indonesia tetapi tidak dipungkiri bahwa faktor budaya style korea memang menarik perhatian. Hal ini memang berdasarkan lokasi dan juga budaya yang berkembang disana. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga dengan mempopulerkan sinetron Indonesia dengan kualitas yang lebih baik maka akan timbul satu tren tersendiri, seperti yang terjadi dengan Film Dilan yang begitu banyak orang yang kemudian membeli jaket yang sama dengan karakter Dilan pakai.

  • Pemilihan Soundtrack yang kreatif untuk setiap serial

Jika membicarakan drakor tidak bisa kita lepas tangan juga terhadap soundtracknya yang khas dari tiap serial. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap "rasa" dari drama tersebut, sehingga orang yang menonton terbawa suasana. Berbeda dengan drakor yang memproduksi tersendiri lagu yang dikhususkan untuk satu serial, Sinetron justru notabene memilih untuk menggunakan lagu-lagu yang telah ada. Sebenarnya bukan masalah lagu indonesia atau koreanya, tetapi terkadang pemilihan lagu sinetron kurang pas dengan cerita dan bahkan monoton.

            Dilihat dari beberapa aspek berikut, sebenarnya Indoensia tentu saja mampu untuk bisa merubah wajah industri persinetronan menjadi lebih baik. Hanya saja memang dibutuhkan effort yang lebih besar lagi dari para penggiat sinema dan pihak terkait.

            Kita bergeser pada bagaimana aturan dalam pembuatan tayangan di Indonesia sebenarnya ditegakkan. Dunia pertelevisian merupakan salah satu media massa, yang mana tentunya memiliki aturannya sendiri untuk menjaga agar berjalan dengan baik. Salah satunya merupakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indoesia (KPI).

Yang pertama saya ingin sampaikan bahwa dalam websitenya KPI bahkan menjelaskan bahwa "Sinetron berkualitas tidak lahir dari produksi kejar tayang". Hal inilah yang saya ingin garis bawahi dari sinetron indonesia yang notabene mayoritas dipoduksi secara kejar tayang (stripping). Lupakan tentang membuat sinetron yang berkualitas mereka malah justru menganggap bahwa "panjang episode adalah yang terpenting".

Saya mau meyoroti sedikit beberapa poin menarik dalam P3SPS, salah satunya dalam P3 pada bab 2 pasal 4 yang mana menyebutkan bahwa agar lembaga penyiaran menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan publik, anak-anak dan remaja.

Hal ini kemudian menjadi lucu apabila disepadankan dengan apa yang telah ditayangkan oleh kebanyakan televisi saat ini terutama sinetron yang saya rasa tidak bisa juga di katakan menjunjung tinggi kepentingan publik. Banyak sekali tayangan yang mengumbar persoalan remaja terkait asmara, konflik keluarga dan sebagainya yang saya rasa bisa menyebabkan stigma kepada penonton bahwa hal-hal dalam tontonan itu lumrah untuk dilakukan, sehingga sekarang banyak sekali konten di media sosial yang menunjukkan bagaimana anak-anak berlagak seperti tokoh sinetron dan sebagainya.

Dan dalam bab 3 pasal 5 bahwa lembaga penyiar juga harus memerhatikan perlindungan anak, yang mana ini berkaitan dengan contoh kasus sinetron Suara Hati Istri seperti diatas yang telah dijelaskan.

Kemudian saya juga menggaris bawahi terkait poin muatan kekerasan dan seksual, yang mana hal ini seringkali menjadi problem baru. Ada satu perdebatan yang terdahulu mengenai disensornya adegan kekerasan dalam tayangan Tom and Jarry, yang mana notabene kekerasan itu adalah bagian dari komedinya. Tetapi disisi lain banyak sinetron yang menayangkan kekerasan jalanan yang kemudian malah menjadi spotlight sehingga ditiru anak-anak malah dibiarkan. Ada juga adegan kartun Spongebob yang memakai Bikini juga disensor, hal ini kemudian memunculkan pertanyaan sejauh apa literasi terkait konteks dari peraturan penyiaran ini telah dipahami oleh para penggiat televisi ini. Hal ini kemudian yang harus dikritisi bersama agar bisa mengembangkan produksi tayangan televisi yang berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun