Mohon tunggu...
Budiarti
Budiarti Mohon Tunggu... Freelancer - Pengarang Bebas

Jika belum tersampaikan oleh lisan maka tuliskan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Simbok (Panggilan kepada Ibu)

28 Februari 2020   22:01 Diperbarui: 28 Februari 2020   22:04 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap bercerita masa lalu yang pernah dialami pasti selalu menghapus air mata yang berusaha dibendung.
"dulu kalo jualan kacang panjang saya yang ambil dagangan subuh-subuh uangnya diambil semua sama dia buat main"
Suaminya sejak dulu dikenal hobi judi jadi main disini maksudnya buat main judi.

Usianya sudah tak lagi muda belum terlalu tua, tapi parasnya terlihat banyak guratan banyaknya hal yang harus difikirkan.

Menghidupi keluarga dengan jerih payah peluhnya simbok dagang ke pasar,  berangkat subuh pulang zuhur.

Suaminya tukang serabutan yang terkadang bekerja, namun lebih banyak tidak bekerjanya. Simbok punya 8 anak. Hanya 2 anak saja yang masih belum berkeluarga statusnya janda dicerai oleh suaminya sudah 5 tahun.

Suaminya memilih untuk bercerai dengan simbok tanpa alasan yang jelas,  namun beberapa bulan setelah percerian suaminya menikah dengan janda di desa seberang.

Sebenarnya sudah sejak lama simbok yang banting tulang bekerja untuk menghidupi keluarga. Sehingga 8 anak dari hasil perkawinannya dengan mantan suami semuanya hanya dekat sama simbok. Simbok bekerja dan dengan ikhlas hati menerima takdir diceraikan tanpa adanya perundingan suami istri,  tanpa adanya panggilan mediasi dari pengadilan, simbok hanya menerima sepucuk surat.

Surat yang secara sah dikeluarkan oleh pihak pengadilan agama,  ya surat cerai.

Aku hanya sebagai pendengar menyimpulkan ini mantan suami simbok dulu bekerja untuk menghidupi keluarga tidak mau,  tiba-tiba tanpa alasan jelas menceraikan isterinya,  menikah lagi dengan janda pilihannya,  kuat dan tegar banget simbok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun