1. Melupakan alasan-alasan para pengikutnya
Terkadang para pemimpin atau manajer terlalu terjebak dengan target pekerjaanya sehingga mereka lupa alasan mengapa orang datang untuk bekerja di perusahaannya.Â
Mungkin awalnya mereka paham, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai lupa bahwa tujuan mereka atau tujuan perusahaan, tidak sama dengan tujuan bawahan mereka. Faktanya, setiap orang dalam suatu tim memiliki alasannya masing-masing kenapa mereka mau bekerja disana.Â
Namun banyak pemimpin yang tidak menyadari ini, beberapa bahkan tidak pernah mempertimbangkannya. Disinilah permasalahannya.
Ini bisa menjadi titik buta yang tinggi bagi seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin ingin mendorong kinerja bawahannya maka ia perlu mengetahui alasan-alasan orang mengapa ingin berada disana.
2. Tidak memahami pentingnya "straight talk"
Ketika seorang pemimpin naik pangkat, mereka cenderung lebih didorong oleh data dan mulai menghabiskan banyak waktu untuk pertemuan dengan orang lain selain bawahannya.Â
Mereka mulai menghabiskan banyak waktu berbincang tentang bawahannya ketimbang berbicara dengan bawahannya. Titik buta ini sering muncul ketika seorang pemimpin sudah berada di posisi yang tinggi. Beberapa dari mereka bahkan akan mulai menghindari percakapan dengan bawahannya.Â
Hal ini tentu saja akan memberikan dampak yang tidak bagus. Komunikasi secara langsung yang jelas dan dapat dimengerti harus tetap dilakukan kepada orang yang menjadi tanggungjawabnya.
3. Tidak memahami perbedaan antara "tidak bisa" dan "tidak mau"
Perbedaan ini mungkin sering disepelekan oleh banyak orang namun realitanya, ini memiliki makna yang mendalam. Seorang pemimpin atau manajer yang tidak bisa membedakan antara situasi "Can't" dan "Will't" akan mengalami kesulitan dan kebingungan dalam karirnya.Â