Mohon tunggu...
rella sha
rella sha Mohon Tunggu... Domestic Goddess

Halo, saya seorang perempuan yang suka bercerita dalam tulisan. Moody home baker, lazy writer, tapi banyak idenya. Ketemu lebih banyak tulisan saya dalam dailyrella.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sederhana, Tapi Tidak Semua Masjid Bisa

9 Maret 2025   23:53 Diperbarui: 10 Maret 2025   07:19 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Jogokariyan, Yogyakarta (Dok.Pribadi)

Di suatu waktu saya pernah sengaja melarutkan diri singgah di Yogyakarta. Jam 2 pagi buta menyusuri jalan dari ring road ke Mantrijeron, demi bertemu masjid yang dirindukan banyak orang: Masjid Jogokariyan. 

Dari perjalanan yang sangat singkat pagi itu, sampai sekarang tak pernah tidak merindu dengan suasana Subuh di Kampung Jogokariyan. Dinginnya fajar selepas sholat dihangatkan oleh interaksi antar masyarakat yang ramah, santun, dan guyub. Budi luhur khas Indonesia.

Tanpa pilar megah dan tembok yang mewah, masjid ini memiliki sejarah panjang perubahan sosial kemasyarakatan yang dibangun sejak zaman Sultan Hamengkubuwono IV hingga VII. Kampung yang semula tidak memiliki masjid atau corak Islami sama sekali, dihuni oleh prajurit-prajurit 'buangan', yakni para Abdi Dalem keraton yang kehilangan pekerjaannya karena efisiensi kerajaan. 

Dalam tradisi masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Islami, kemudian geger kultur yang semula pergi berperang kini harus bercocok tanam, kultur Islam hadir sebagai penyegar dan penyejuk masyarakat yang tak pernah tersentuh indahnya Islam. 

Berdiri tegak di tahun 1966, Masjid Jogokariyan kemudian menjadi motor perubahan masyarakat ke arah yang lebih Islami melalui serangkaian program-program pemberdayaan yang dibalut kerendahatian demi merangkul umat. Warga jadi prioritas nomor satu target sedekah sekaligus sebagai pelaku sedekah. Loman, adalah istilah Jawa untuk menggambarkan kedermawanan, kebaikan hati, yang merupakan budaya luhur bangsa Indonesia yang kini langka, namun dilestarikan melalui kegiatan kemasyarakatan yang humble.

20 tahun lebih tradisi Ramadan dilakukan oleh warga sekitar masjid dalam menyiapkan menu berbuka puasa secara gotong royong. 3500 porsi setiap hari, sajian berbeda, dan keterbukaan tangan bagi siapa saja yang ingin memeluk hangatnya ukhuwah islamiyah.

Dengan keramahan dan kedermawanannya, masjid ini layak menempati destinasi favorit di bulan Ramadan. Kini mulai banyak masjid yang menerapkan semangat berbagi dengan rendah hati di berbagai kota di Indonesia. Harapan saya semangat Jogokariyan menular pada masjid-masjid lain seantero negeri ini, lebih banyak lagi. Sehingga masjid tidak hanya menjalankan fungsi tempat ibadah tapi juga tempat pemberdayaan umatnya. Simak ulasan lengkap saya di postingan Instagram ini, klik yuk!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun