Di sebuah kota nan sejuk dan damai. Wo Lidya memiliki sebuah warong yang tak jauh dari pusat kota. Disitu ia menjual gorengan, kopi dan beberapa makanan ringan lainnya.
Disitu pula tempat para pegiat desa berkumpul, untuk sekedar minum kopi dan bertukar informasi kegiatan tentang desa.
Matt Sebakom paling rajin ngopi disitu, sebab sepulang dari lokasi tugas, rumahnya melewati warong itu.
Ia kerap mendapatkan informasi-informasi terkini secara senyap dan terstruktur. Ia seperti mempunyai informan ditubuh organisasi pegiat desa itu.
Organisasi itu bernama Perkumpulan Pegiat Desa Terkini, biasa disebut PPDT.
Hanya butuh beberapa menit dari peristiwa, Matt Sebakom sudah tau kejadiannya. Namun ia santai, cuek dan tak peduli.
Saat Matt Sebakom asyik ngopi di Warong Wo Lidya datanglah Kiyai Anom yang nampak kusam, kecut dan tak enak di pandang.
Pasalnya ia kerap di sikut rekan-rekannya dari daerah lain yang menginginkan lokasinya.
"Kiyai ngapa jidat mu ngerut, muka mu kusam dan lesu, sungguh tak enak dipandang?" tanya Wo Lidya setibanya Kiyai Anom di warong itu.
"Pusing wo, di organisasi PPDT ini, setiap ada isu Mutasi dan Akhir Tahun, ada aja kawan yang nyikut" jawab Kiyai sambil duduk di kursi warong itu.
Kiyai lantas memesan kopi sambil menghisap rokok mariboro merah. Hisapan kaum millenial muda dengan tarikan yang begitu melesat.