Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cut Nyak Din, Seorang Perempuan yang Mengajaibkan di Hindia Belanda

17 Agustus 2020   06:53 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:56 12654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cut Nyak Din setelah ditangkap, diambil dalam posenya yang sedang berdoa (Koleksi Tropenmuseum, 1905)

Perang Aceh (1873--1904) menduduki posisi yang istimewa di dalam sejarah negara kolonial Hindia Belanda dan juga kini di Indonesia.

Konflik dengan Aceh merupakan salah satu dari sedikit konflik berskala besar yang harus dihadapi oleh pemerintah kolonial menjelang masa tenteram pada permulaan abad ke-20. Sebuah faktor penting yang mendorong terciptanya konflik militer yang panjang dan melelahkan bagi Belanda adalah kehadiran pemimpin perang yang keras hati di Aceh. 

Tanpa mengerdilkan peran dari pahlawan lain yang berjuang di Aceh, Cut Nyak Din (sekitar 1850--1908) tentu merupakan pemimpin perang yang sangat prominen. Din merupakan seorang tokoh yang dikenal luas dan dikagumi oleh masyarakat Indonesia.

Namun demikian, rasa kagum yang dirasakan masyarakat pascakolonial tersebut sesungguhnya juga telah dirasakan dengan kuat oleh musuh-musuh Din. 

Salah satu kenyataan yang membuat para perwira Belanda menaruh hormat pada sosok Din adalah kemampuannya untuk mengalahkan banyak pimpinan perang Belanda dalam kondisinya yang sakit dan serba terbatas.

Keberhasilannya ini kemudian membuat jurnalis Hindia Belanda, C. van der Pol, menjuluki Din sebagai "[...] merkwaardigste vrouwen in Nederland-Indie" yang artinya "perempuan yang mengajaibkan di Hindia Belanda". 

Ia juga sempat menulis pada tahun 1918 bahwa setelah kematian Teuku Umar (1899), Din 'bertakhta' di hutan sebagai "[...] ratu hutan, dan menjalankan kekuasaan dari sana---[sesuatu] yang [bahkan] tiada seorang sultan pun yang dapat melakukan selama dua ratus tahun ini [...]".

Baca juga: Sejarah Singkat Perjuangan Cut Nyak Dien

Teuku Umar Syahid, Din Muncul sebagai Pimpinan Utama

Berbeda dari kesan sederhana yang kita dapat dari masa akhir hidupnya, Din sesungguhnya merupakan putri dari seorang bangsawan Aceh, administrator kesultanan untuk daerah VI Mukim, Teuku Nanta Cek Setia Raja (meninggal sekitar akhir abad ke-19).

Sumber lokal Aceh menyebutkan bahwa Din telah menunjukkan sifat yang cerdik dan tangkas sejak masa mudanya. Semasa mudanya, Aceh sedang menghadapi ancaman masuknya pengaruh Belanda yang mulai agresif pada dekade 1870. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun