Mohon tunggu...
Reina Hilmina
Reina Hilmina Mohon Tunggu... -

Menulis dan bertanyalah karena itu tanda kita berpikir

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blunder Koalisi Partai/Ormas Berkedok Indonesia Raya

18 April 2014   13:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketidakberdayaan menarik simpati masyarakat yang tercermin dari hasil Pemilu Legislatif (walau penulis lebih condong berpendapat sebagian besar masyarakat lebih "concern" terhadap calon legislatif dibandingkan partai) ternyata membuat sebagian tokoh parpol/ormas yang suka menggunakan jargon islam dalam berpolitik kehilangan ruh berpolitik secara sehat. Hal ini tercermin dari keinginan untuk menggagas reuni "poros tengah" dengan jubah "Indonesia Raya" dalam usahanya mendapatkan simpati masyarakat dengan sentimen-sentimen keagamaan. 15 Tahun yang lalu kondisi masyarakat yang rindu akan hal-hal agamis akibat dipinggirkannya nilai-nilai agama dalam praktek berbangsa 15 tahun yang lalu berhasil dimanfaatkan penunggang gelap reformasi untul mengegolkan poros tengah. Dan hal itu hanya dengan semangat tidak mau kalah dan tanpa analisis akan kondisi terkini secara cermat, dicoba diangkat oleh beberapa tokoh (maaf) "pecundang" pada pemilu legislatif 2014.

Mereka seolah lupa bahwa ketidakpercayaan teah terjadi pada masyarakat terhadap partai berjargon Islam yang diakibatkan oleh tidak amanahnya partai-partai tersebut semisal kasus korupsi sapi, praktek-praktek dagang sapi, menjelek-jelekkan kandidat lain, tidak disikapi dengan lapang dada dan fair play untuk instropeksi.Juga "jualan" jargon-jargon agama yang dirasa mulai "tidak laku" terutama karena semakin tingginya wawasan masyarakat sebenarnya telah disadari oleh para politisi dengan menggeser fondasi partai dari berlandaskan agama menjadi partai "terbuka" dan semua partai "agama" melakukannya. Sekali lagi menyikapi kondisi politik riil tahun 2014 saat ini para tokoh yang sebenarnya gamang ini mencoba menafikan kenyataan yang ada (hal-hal diatas) untuk kepentingan pribadi/golongan dengan untuk kesekiankalinya menggunakan jargon agama.

Beberapa praktek dalam skala kecil telah membuktikan masyarakat sudah "tidak mendengarkan" jualan jargon agama yang terutama diusung oleh para tokoh yang sudah mulai tidak "exist" dikancah politik terkini. Kegagalan di pilkada Solo, Jogja, Jateng, dan DKI membuktikan bahwa masyarakat tidak dapat lagi "dibeli" hanya sekedar label agama tanpa bukti kerja (track record) yang nyata berpihak bagi kesejahteraan.

Tentu saja bila blunder koalisi keagamaan dengan kedok "Indonesia Raya" yang cenderung akan kembali gagal sesuai tren kondisi perpolitikan saat ini dapat mengakibatkan kerugian besar yang akan ditanggung oleh semua yang berbau agama. Konsep luhur ulama dan umaro dengan masing-masing fungsi telah dilebur dan digadaikan oleh sebagian politisi "berkedok agama" yang sangat bernafsu dan tidak tahu diri sehingga akan membuat citra politik berplatform agama yang sebenarnya bisa indah akan sirna untuk beberapa waktu.

Mereka lupa bahwa masyrakat sudah cerdas untuk cenderung memilih bukan tokoh yang sering pengajian tapi menghalalkan korupsi dan politik dagang sapi tapi yang didirinya dan perilakunya mencerminkan alqur'an dalam artian dia mampu benar "membaca" dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang ada di ayat -ayat suci tersebut sehingga rahmat bagi segala penjuru alam dapat benar-benar dirasakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun