Mohon tunggu...
Regina Phasya Millenia
Regina Phasya Millenia Mohon Tunggu... Lainnya - Jakartans outskirt✨️

writing is a way of talking without being interrupted.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Strategi Penguatan Media TV sebagai Upaya Mempertahankan Eksistensi Diri pada Era Industri 4.0

6 Mei 2021   03:08 Diperbarui: 6 Mei 2021   03:10 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Strategi Lower the Lifeboat MetroTV./Tangkapan layar dokpri

Kemajuan teknologi dewasa ini kian mengundang berbagai perubahan pada sektor industri kehidupan, sebut saja media penyiaran yang turut terpengaruh akan hal ini. Industri penyiaran terus beradaptasi dan berkembang guna menyetarakan diri dengan perubahan yang terjadi. Inovasi menuju arah yang lebih baik, praktis dan digital menuntut adanya pergeseran total yang semula berada pada ranah analog.

Seiring digitalisasi dan konvergensi media di era industri 4.0, dapat dikatakan bahwa televisi tidak lagi memegang posisi utama sebagai media informasi. Ishadi, selaku ketua ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) menguak fakta bahwa sebesar 40% anak muda tidak lagi menonton siaran TV secara fisik, melainkan melalui gadget. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Naratama Rukmanda, Producer dan Program Director Voice of America, dimana ia mengatakan anak-anak muda biasa menonton televisi melalui gadget yang mereka miliki.

Pada era industri 4.0 disrupsi komunikasi terjadi secara masif dengan tersedianya sebagian besar informasi pada dunia maya. Sehubungan dengan itu, media industri TV pastinya menghadapi persaingan sengit dengan media online yang menghadirkan kemudahan pengaksesan data maupun informasi. 

Secara enggan atau tidak, industri pertelevisian dituntut untuk menghadirkan berbagai terobosan baru guna mempertahankan keberadaan atau eksistensi dirinya, baik dalam program maupun media penyiaran. Hal ini diimplementasikan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) bersama dengan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) pada tahun 2016 dimana tahun tersebut menjadi periode strategis bagi industri pertelevisian Indonesia sebab mereka telah mengevaluasi izin perpanjangan siaran 10 televisi swasta nasional, sekaligus menjadi momentum bagi para stasiun TV dalam menghadirkan inovasi serta kreatifitas dalam program yang ditayangkan. 

Atas dasar urgensi terkait kemampuan media televisi dalam menjaga eksistensinya ditengah gempuran media sosial, membuat praktisi beserta akademisi menggelar berbagai forum diskusi salah satunya melalui Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie pada Jumat, 30 April 2021.

Abdul Kholik menjelaskan betapa perilaku konsumsi media telah berubah dari media massa menuju media sosial. Menurutnya, media sosial banyak dikonsumsi tidak terlepas dari adanya akselerasi kemajuan teknologi yang sangat cepat. Hal ini juga menyebabkan perpindahan pola persebaran informasi dari ranah konvensional menuju digital khususnya pada Gen Y dan Z dimana dua generasi tersebut lahir dan tumbuh pada era siber dan internet.


Dengan pola pikir digital berbasis high-end techonology seperti saat ini bisa diasumsikan bahwa mereka hampir tidak lagi memerlukan pers konvensional. Tidak sedikit dari perusahaan media konvensional gulung tikar, seperti yang dirasakan oleh kantor saluran berita kabel Al Jazeera. Media sosial memberikan dampak yang cukup kuat dari aspek pengguna hingga media penyiaran. Kehadiran media sosial sendiri seakan menjadi ancaman yang patut dikhawatirkan oleh berbagai stasiun televisi. Bahkan pengguna media sosial telah bertransformasi dari konsumen menjadi produsen (prosumen). Ini menandakan bahwa media penyiaran harus mengambil sikap dengan beberapa strategi seperti: merger perusahaan, konvergensi, diversifikasi ke media sosial hingga layanan on demand.


Saat ini media sosial adalah sebuah keniscayaan, namun hal ini tidak menandakan keruntuhan media TV. Kendati tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit, media TV dapat menerapkan berbagai strategi untuk mempertahankan tahtanya. Melalui pemaparan yang dilakukan oleh Yohanes Stephanus Siahainenia, selaku News Production Bulletin Dept. Head Metro TV, Media Group telah berupaya untuk melakukan beberapa adaptasi salah satunya lewat "Media Group Universe" dengan strategi "Lower the Lifeboat" dengan melakukan 'rasionalisasi' internal ke berbagai macam "cabang" yang berafiliasi ke Media Group, termasuk MetroTV.


Industri media adalah sektor yang paling terkena disrupsi. Posisi ini mendatangkan blessing in disguise sekaligus menyulitkan di sisi lainnya. Yohanes menjabarkan bahwa MetroTV memiliki strategi yang cukup strategis, yakni dengan mengembangkan platform-platform yang dimilikinya. Salah satunya dengan memiliki Korgab (koordinator gabungan) yang memungkinkan terjadinya 'sharing' berita dengan membagikannya di basket. Media sosial dimanfaatkan guna menciptakan ekosistem tersendiri dalam berbagai bentuk dengan tetap memegang unsur jurnalistik sesuai core MetroTV dan Media Group. Hal ini diimplementasikan MetroTV melalui peningkatan penyiaran secara analog tetapi juga pada media-media lainnya dengan sifat digital.

/Tangkapan layar dokpri
/Tangkapan layar dokpri

Semua orang dapat menjadi jurnalis, tetapi tidak semua dapat memberikan perspective journalism untuk memicu adanya trusted journalism yang terpenting sebab dapat memicu disinformasi bahkan hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun