Mohon tunggu...
Reformana Dua
Reformana Dua Mohon Tunggu... Editor - 101190245 / HKI I

uhuyy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinjauan Bitcoin atau Uang Digital di Zaman Modern Dalam DSN-MUI dan Perusahaan Artabit

1 Desember 2021   20:19 Diperbarui: 1 Desember 2021   20:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

4) Resiko Guaranteed
Keamanan transaksi dengan artabit terjamin karena berbasis bitcoin network yang diimplementasikan  menggunakan teknologi yang terpercaya dan terbaru yaitu Kriptografi yang sama dengan kekuatan sebanding dengan internet banking. Dan jaringan yang digunakan yaitu peer-to-peer melindungi Bitcoin dari campur tangan pemerintah atau individu.

5) Fast Transaction
Transaksi ArtaBit menggunakan sistem teknologi yang otomatis jadi membuat transaksi begitu lebih cepat.

6) User Friendly
Website Artabit sangatlah mudah digunakan pengguna.

Para penggunanya akan sangat menyukai bitcoin karena sangat nyaman untuk digunakan, aman, terpercaya, tidak ada resiko pencurian data identitas atau data diri dan yang paling penting, menghemat uang penggunanya. Artabit baru memiliki sebuah misi untuk memberikan jalan keluar pembayaran yang lebih mudah, cepat, dan, aman. Kami percaya bahwa bitcoin yaitu solusi yang tepat dan paling baik sebagai bentuk sarana pembayaran. Di dunia, masih sangat sedikit sekali orang yang memiliki pengetahuan apa itu bitcoin. Walaupun layanan artabit yang berbasis bitcoin dengan jaringan, kami akan memberikan pilihan kepada  para pengguna untuk mengenal dengan baik ataupun tidak mengerti sama sekali tentang bitcoin. Hal ini tidak akan mempengaruhi kemudahan dilayanan yang digunakan artabit. Sedangkan untuk visi artabit yaitu solusi pembayaran yang terbaik dengan basis bitcoin network untuk cakupan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Kami sudah lebih awal memulai langkah yaitu di Indonesia, negara asal 3 dari 4 co-founders ArtaBit. Negara yang memiliki populasi terbesar di dunia dan diantara negara-negara Asia Tenggara. Negara ikut andil dalam potensi sangat besar di masa depan.
Pintu untuk memperoleh sebuah informasi telah terbuka sangat lebar, namun untuk beberapa alasan banyak dari orang Indonesia sendiri yang belum dan tidak menggunakannya secara optimal.  Artabit fokus pada teknologi bitcoin dalam komunitas. Dan salah satu misi Artabit yaitu untuk membantu bitcoin mengaplikasikan potensi ini. Reaksi dunia untuk mengenai bitcoin sangatlah luar biasa, dan Artabit tidak mau negara Indonesia berada di belakang ini semua. Tujuan utama artabit yaitu untuk membantu memperkenalkan dan mendorong para penggunaan bitcoin di Indonesia, tidak hanya untuk membantu startup bitcoin namun juga demi keuntungan buat konsumen di Indonesia dengan memiliki alternatif pembayaran yang lebih baik.
Pandangan DSN-MUI mengenai Prosedur Pertukaran Uang Berbasis Bitcoin di Perusahaan Artabit dilihat dari Teori Sharf
Didalam Islam, kehadiran uang digital belum terlalu banyak dibahas karena sifatnya yang sangat kontemporer. Di sisi lain, ini bisa menjadikan referensi bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam selanjutnya. Di indonesia indonesia sendiri khususnya untuk salah satu pandangan bagi lembaga Islam, yaitu DSN-MUI, juga belum memberikan fatwa terkait tentang hukum fiqih bertransaksi menggunakan uang digital bitcoin ini.  Akan tetapi dalam waktu dekat ini tidak menutup kemungkinan akan ada suatu lembaga atau perusahaan yang meminta fatwa terkait transaksi dengan menggunakan uang digital tersebut, mengingat bahwa negara ini adalah mayoritas penduduk muslim. Walaupun belum mengeluarkan fatwa tentang transaksi menggunakan uang digital bitcoin, namun DSN-MUI telah memberikan suatu pendapat mengenai transaksi ini.Dengan Al-Qur'an dan hadits sebagai bahan dasar pertimbangan untuk menilai hukum transaksi tersebut. Menurut pendapat dari DSN-MUI melalui wawancara antar penulis dengan salah satu pihak dari lembaga, menuturkan bahwa bitcoin ini memang bersifat digital.karena transaksinya yang dijalankan melalui sistem komputer seperti uang digital pada umumnya (e-money). Namun, ada sesuatu yang menjadikan transaksi memakai uang berbasis bitcoin ini berbeda dari uang digital (e-money) dari kebanyakannya. Yaitu, apabila dalam e-money biasanya terdapat bentuk yang misalnya berwujud sebuah kartu plastik atau cek, sebagai bentuk atau menampilkan nilai yang dimiliki dalam kartu tersebut. Namun, dalam bitcoin, tidak ada wujud dari tampilan nilai yang dimiliki, semua nilai/nominal terdapat dalam suatu sistem komputer yang berbentuk wallet.Kembali pada diskripsi uang beserta syarat-syarat uang pada umumnya:
a. Dapat diterima dan diketahui
b. Nilainya stabil
c. Mudah dibawa
d. Tahan lama
e. Dapat dibagi-bagi
Sedangkan didalam Islam dapat ditinjau melalui hukum fiqih, Al-Ghazali menyatakan bahwa syarat-syarat suatu benda dapat dikatakan uang adalah sebagai berikut:
1. Uang tersebut harus dicetak dan diedarkan oleh pemerintah
2.Pemerintah juga menyatakan bahwa uang tersebut merupakan alat pembayaran yang resmi di daerah tersebut, dan
3. Pemerintah juga memiliki cadangan emas dan perak sebagai tolak ukur dari uang yang beredar.
Sependapat dengan Al-Ghazali, Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa uang tidak harus berupa kandungan emas dan perak, namun emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang mengandung emas dan perak adalah jaminan pemerintah, bahwa uang senilai sepersekian gram emas dan perak. Sekali pemerintah harus menetapkan nilainya, maka permerintah tidak boleh mengubahnya.
Selain dari segi bentuknya, terdapat juga dari segi validitasnya, baru dapat dikatakan sebagai uang apabila dinyatakan sah oleh pemerintah sebagai alat bukti pembayaran dan terdapat undang-undang yang mengatur tentang uang tersebut. Transaksi ini juga dapat ditinjau melalui salah satu kaidah fiqhiyyah, yang menyatakan:

"Kemudharatan ini harus dihilangkan" Kaidah yang sering diungkapkan dalam hadits berikut:

"Tidak boleh memudharatkan dan tidak boleh dimudharatkan" (HR.  Hakim dan lainnya dari Abu Said al-Khudri, HR.Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)
Tuturan dharar dan dhirar ini di kalangan ulama berbeda pendapat diantaranya:
1. al-Husaini mengartikan al-dharar dengan "bagimu ada manfaat tapi bagi tetanggamu ada mudharat".Sedangkan al-dhirar dapet diartikan dengan, "bagimu tidak ada manfaatnya dan bagi orang lain (tetangga) memudaratkan".
2. Ulama lain mengartikan al-dharar dengan membuat kemudharatan dan al- dhirar diartikan membawa kemudharatan di luar syariah. 

Selain itu, dapat diperhatikan dalam segala kondisi, bahwa penetapan kaidah ini pada sejumlah kasus selalu memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
diutamakan lebih kerusakan Menolak (
daripada menarik kemaslahatan) Menurut DSN-MUI yang merupakan hasil dari wawancara pribadi menyatakan bahwa suatu perbuatan dilihat dari kaidah fiqihnya. Termasuk tentang bermuamalah.Apabila transaksi tersebut lebih banyak mendatangkan keburukannya daripada manfaatnya, maka lebih utama menghilangkan kemudharatan tersebut daripada menarik manfaatnya.Seperti dalam transaksi bitcoin ini yang lebih besar risikonya terhadap penipuan dan tidak ada lembaga yang bertanggung jawab atas transaksi ini. Sedangkan dari sisi akad sharf adalah suatu pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan uang atau disebut juga valas.Atau pertukaran antara mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Adapun dasar hukum tentang kebolehan transaksi ini adalah:
( )
Artinya: "(Jual lah) emas dengan emas, perak dengan perak gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika sejenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai." (HR.Muslim dan Ahmad) Hadits di atas menunjukkan kebolehan dalam melakukan transaksi pertukaran mata uang (sharf). Akan tetapi, bila dilihat dari jenis yang dipertukarkan adalah sesuatu yang berwujud, yang bisa direpresentasikan.
Sedangkan dalam pertukaran uang digital itu sangat bersifat kontemporer, belum ada fatwa yang menjelaskan mengenai uang yang bersifat digital/virtual, Dalam perspektif fiqih muamalah melalui wawancara dengan pihak DSN- MUI menghasilkan suatu anggapan bahwa bitcoin belum bisa dikatakan sebagai mata uang yang sah. Karena bitcoin tidaklah memenuhi syarat-syarat sebagai mata uang baik dalam ekonomi konvensional maupun syariah. Serta dalam kaidah fiqih, kegiatan transaksi ini masih banyak membawa mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Karena segala perbuatan dan kegiatan yang dilarang oleh Islam maupun pemerintah (penguasa) yang telah dikaji terlebih dahulu melalui Al-Quran dan hadits serta undang-undang yang berlaku, cenderung mendatangkan kemudharatan atau kerugian. Transaksi bitcoin ini memang lebih mudah dalam hal waktu, harga, dan jangkauannya yang mengglobal. Akan tetapi, di sisi lain kegiatan transaksi ini sangatlah berisiko tinggi terhadap penipuan dan ketidakstabilan nilai kursnya, karena tidak diatur oleh regulator dan rentan kehilangan uang dalam jumlah besar apabila membeli dengan harga yang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun