Mohon tunggu...
REFLUSMEN R
REFLUSMEN R Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Merindukan Indonesia Makmur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tadarus Cinta Buya Pujangga

28 April 2013   08:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367025433491026459


Dari : Google

“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh, jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah kedua

-Buya Hamka (1908-1981)


Tadarus Cinta Buya Pujangga(TCBP) adalah Novel tentang kisah hidup Buya Hamka (Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah) yang dikenal sebagai seorang ulama besar,  pujangga, pejuang kemerdekaan dan banyak predikat lain semasa hidupnya.

Buat warga Jakarta, Buya Hamka identik dengan Mesjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru.


Novel ini ditulis oleh Akmal Nasery Basral (ANB), seorang sastrawan mantan wartawan berdasarkan hasil riset selama hampir 2 tahun dan mendapat izin dari Prof. Dr. Aliyah Hamka dan H. Irfan Hamka sebagai wakil keluarga.


ANB juga telah melahirkan beberapa karya sastra yang tercatat sebagai Novel “Best Seller” yang dipajang pada rak depan Toko Buku Gramedia seperti :

Imperia (2005), Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku (Antalogi cerpen, 2006), Naga Bonar Jadi 2 (2007), Sang Pencerah (2010), Presiden Prawiranegara (2011), Anak Sejuta Bintang (2012).


Novel Sang Pencerah, berkisah tentang kehidupan dan perjuangan KH Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Islam Muhammadiyah telah difilmkan dan mendapatkan sambutan luas dari masyarakat. Sang Pencerah meraih fiksi terbaik dalam Islamic Book Fair 2011.


Sjafruddin Prawiranegara, Gubernur Bank Indonesia pertama,  Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan beberapa jabatan penting lainnya di awal kemerdekaan, statusnya sebagai Pahlawan Nasional tidak pernah diakui oleh Pemerintah karena Mr Sjafruddin sebagai ketua PRRI  (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), suatu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah (Sumbar) dengan pemerintah pusat tahun 1958.


Novel “Presiden Prawiranegara”, salah satu data pendukung  usulan yang ketiga untuk menetapkan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional. Akhirnya  Sjafruddin Prawiranegara “diakui sebagai Pahlawan Nasional” pada tahun 2011.


Kembali kepada Novel TCBP, kami menamatkan Novel ini dalam kurung waktu satu hari saking asyiknya. Bahasanya mengalir tanpa harus mengerutkan dahi.


ANB mengisahkan tentang lika-liku dan perjuangan seorang Malik kecil dengan begitu indah mulai dari kampung halamannya di tepi danau Maninjau, bertualang ke Medan, Bengkulu, Yogyakarta, Mekkah, Jeddah, hingga kembali ke tanah air. Episode hidup Buya Hamka yang dituliskan dalam novel ini memang sampai dengan usia 30 tahun, yaitu ketika Buya bertemu pertama kali dengan Soekarno di Bengkulu.


Tak salah, “Ahmad Fuadi”(penulis Negeri 5 Menara kelahiran Maninjau) memberikan pujian.


Akmal telah bersungguh-sungguh memunguti memori usang yang terserak tentang Buya Hamka, lalu dituliskannya dengan cara yang tidak usang


TCBP dibuka dengan cerita tentang meninggalnya Proklamtor flamboyant Ir Soekarno tahun 1970 dalam usia 69 tahun. Kita dapat mengetahui hubungan diantara sesama istri Ir. Soekarno. Siapa “Dewi Soekarno”, perempuan Jepang bernama asli Naoko Namoto yang memulai profesi sebagai gadis bar Akasaka, Tokyo. Bagaimana awal cerita Soekarno terpikat kepada Dewi dan seberapa besar kekuasaan Dewi atas Wisma Yaso yang terletak di Jl. Gatot Subroto, Jakarta.


Mengapa Buya Hamka bersedia menjadi Imam sholat jenazah Soekarno ?. Padahal, Soekarno pernah mengirim Hamka ke penjara karena memberikan komentar tajam  pada PKI, partai yang sedang berbulan madu dengan sang Proklamator.


“Dendam tak boleh dilestarikan seberat zarahpun. Betapun beratnya. Betapun sulitnya”.


Di zaman alat komunikasi yang serba canggih, cara mengungkapkan perasaan lelaki kepada wanita pujaannya dapat dilakukan dengan cara instan melalui Hand Phone. Tidak lagi mengenal Surat Cinta dengan bahasa yang berbunga bunga. Ternyata Hamka belajar menulis dengan cara mengirim Surat Cinta kepada beberapa wanita yang ditaksirnya. Bagaimana reaksi yang menerima Surat ?


Anda mungkin pernah mendengar cerita penumpang pesawat yang menolak pemberian makanan oleh Pramugari karena menganggap makanan itu harus dibayar. Sang penumpang akhirnya menyesal setelah sampai di darat mengetahui makanan itu gratis.

Buya Hamka, justru sebaliknya. Sangat Percaya Diri. Melahap makanan di warung saat ditawari oleh pembantu/wakil Syekh sewaktu turun dari kapal saat menunaikan Ibadah haji. Ternyata makanan itu harus  dibayar. Hamka dan jemaah lainnya menggerutu karena sebelumnya menganggap makanan ini bagian dari pelayanan Syekh.


Disamping tentang lika-liku kehidupan Buya Hamka yang pernah menjadi Joki saat usia 13 tahun, Novel ini juga membuka wawasan kita tentang sosok :

“Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi”, ulama asal Minang yang menjadi Imam Besar Masjidil Haram dan

“Syekh Muhammad Djamil Djambek” ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatera Barat awal abad ke-20 dan namanya diabadikan pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Syekh M. Djamil DjambekatauSTAIN Syekh M. Djamil di Bukittinggi, Sumatera Barat.

DATA BUKU

Judul

:

Tadarus Cinta Buya Pujanga

Penulis

:

Akmal Nasery Basral

Penerbit

:

Salamadani PT. Grafindo Media Pratama

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun