Mohon tunggu...
Refalina Putri Nursiami
Refalina Putri Nursiami Mohon Tunggu... Lainnya - XII MIPA 7 SMAN 1 PADALARANG

Refalina Putri Nursiami XII MIPA 7 -an amateur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anak Emas yang Terkepung

15 November 2021   19:48 Diperbarui: 15 November 2021   20:40 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

             Suara  kilat dan guntur yang saling bersahutan membuat suasana semakin mencekam hingga bulu kuduk merinding. Bola lampu yang sudah lama tak diganti itu mulai menunjukkan tanda-tanda akhir penggunaannya. Di bawah sinar bola lampu terlihat seorang anak yang terus menerus mengintip dari balik jendela rumahnya. Badannya gemetar ketakutan. Dia menunggu kedatangan orang kesayangannya yang sudah dua hari tidak dia jumpai. Barangkali malam ini mereka bisa muncul dihadapannya.

Sudah satu jam dia duduk di tempat yang sama, namun nihil, hanya ada gemericik air yang turun dari atap rumahnya. Anak itu pun bersiap untuk tidur menyusul adiknya yang sedari tadi tidur di belakangnya. Dengan muka yang sedih dan kecewa dia segera menarik selimut yang tidak cukup hangat itu ke tubuhnya. Belum sempat dia memejamkan mata, suara ketukan pintu membuat dia cepat beranjak dari kasur dengan wajah yang kegirangan. "Ibu!! Bapak!! Ahmad rindu kalian!" Ahmad berlari dan memeluk erat kedua orang tuanya. Ahmad tidak bisa menyembunyikan senyumnya dibalik pelukan itu. Ahmad pun akhirnya tidak merasa kesepian lagi.

            Pagi itu, langit cerah, angin sejuk membuat suasana hati Ahmad senang. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya sudah ada dihadapannya dan dia tidak kesepian lagi. Bahkan, kini dia sedang menonton ibunya yang sedang menjemur pakaian dengan senyum lebar diwajahnya. Dia takut ibunya akan pergi meninggalkannya lagi.

            "Bu, dulu cita-cita ibu apa?" tanya Ahmad membuka pembicaraan.

            "Cita-cita ibu? Apa yaa? Ibu lupa, nak hehe. Kalau kamu memangnya ingin menjadi apa, nak?"

            "Aku ingin menjadi orang yang menyelamatkan dunia bu, seorang pahlawan super! Waktu di sekolah, bu guru menceritakan cerita tentang pahlawan super yang menyelamatkan dunia bu! Ahmad ingin jadi seperti itu juga! Bukankah itu keren?!" jawab Ahmad dengan mata yang berbinar tak lupa nada yang semangat dan juga suara yang lantang.

            "Wah keren sekali! Semangat ya, nak, belajar yang rajin." Ibunya tidak terlalu serius menanggapi keinginan Ahmad yang ingin menjadi pahlawan super itu.

            Bagai petir di siang bolong. Tiba-tiba saja hujan mengguyur kediaman mereka. Dengan cepat Ahmad membantu Ibunya mengangkat kembali jemuran yang baru saja mereka jemur. Dengan kecepatan kilat Ahmad bolak-balik mengangkat jemuran dan segera masuk ke rumah. Duh, benar-benar kilat yang tidak tahu sopan santun. Hari itu Ahmad habiskan dengan berbincang-bincang bersama Ibu dan kedua adiknya sambil menunggu kedatangan Bapaknya dari tempat kerja.

            Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu benar adanya. Ahmad yang lahir pada 19 Juni 1922 ini memiliki wajah dan juga sifat yang menurun dari bapaknya. Mereka berdua sama sama penggila kebersihan, sehingga mereka sering sekali membersihkan rumah bersama sambil bercengkrama. Harmonis sekali hubungan bapak dan anak ini. Istana keluarga Ahmad pun selalu bersih setiap harinya. Mungkin bisa disebut terlalu sayang untuk ditinggali karna saking takutnya kotor.

            Walaupun Ahmad terlahir dari keluarga yang sederhana, dia mampu menjadi murid yang terpintar di sekolahnya. Sifatnya yang sopan, ceria dan juga pintar membuatnya semakin disukai oleh guru-guru dan teman-temannya, bahkan penjaga sekolah pun sudah menganggap Ahmad sebagai anaknya sendiri. Kini dia bersekolah di Hollands Inlandse School (HIS) di Purworejo dan berada di kelas 3. Ahmad memiliki seorang teman yang sangat dekat dengannya, namanya adalah Jono. Tak disangka-sangka ternyata Jono adalah anak dari penjaga sekolahnya. Mereka berdua sering sekali bermain bersama ataupun belajar bersama, entah itu di rumah Ahmad ataupun Jono. Mereka ini lengket sekali seperti lem.

            Ahmad yang saat itu sedang asik-asiknya bermain bersama Jono, tiba-tiba didatangi oleh ibunya. Dengan sedih Ahmad berpamitan dan segera pulang ke rumahnya. Tak pernah terpikir di benak Ahmad satu kalipun bahwa hal ini akan terjadi. Dia dan keluarganya akan pindah ke Magelang. Perasaan campur aduk menyelimutinya kala itu. Entah itu sedih, terkejut, khawatir, semua menjadi satu di pikiran Ahmad. Sangat sulit baginya untuk meninggalkan kampung halamannya, sekolahnya, teman-temannya dan juga sahabatnya, Jono. Namun Ahmad yang masih bocah SD itu bisa apa? Dia hanya bisa menuruti keputusan kedua orangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun