Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Petani Tua dan Sang Waktu

10 Juni 2022   20:24 Diperbarui: 10 Juni 2022   20:54 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Tua sedang duduk di bawah pohon (Pict. Suluhtani.com)

            "Ya, itulah anehnya. Kalian telah terlanjur percaya bahwa kalian manusia lemah dan kecil serta tidak punya kekuatan untuk melawan. Sedangkan mereka percaya bahwa mereka memiliki kekuatan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan kepercayaan itu, mereka lalu mengadakan invasi, menjajah dan melancarkan perbudakan di mana -- mana. Lalu kalian manusia -- manusia yang merasa kecil, lemah dan miskin akan terus -- menerus menjadi korban". Kata Sang waktu.

            "Betul sekali katamu, lihatlah aku ini menua di atas kemiskinan. Karena aku percaya dengan hidup miskin aku bisa bahagia. Aku mendapatkan makanan hari ini, lalu memikirkan besok aku kerja apa untuk makan lagi? Setiap hari aku bergumul dengan masalah -- masalah yang sama. 

Ketika ada orang -- orang kaya atau pejabat  singgah di gubukku ini, aku merasa diriku amatlah kecil. Aku merasa rendah diri. Apa pun yang dikatakan oleh mereka aku selalu merasa benar dan melakukannya secara buta". Kata Petani Tua itu merasa dicerahkan.

            "Ha ha ha, begitulah manusia. Lebih dari itu manusia bahkan mengorbankan segalanya untuk apa yang disebut uang. Termasuk aku. Mereka dengan yakin menyamakan aku dengan uang. Mereka bilang Waktu adalah Uang. Padahal aku dan uang adalah dua entitas yang berbeda." Kata Sang Waktu sambil tertawa. Sebelum Pak Tua menjawab, ia melanjutkan.

            "Bagi manusia, uang adalah segalanya. Aku, dihargai hanya sebatas untuk memenangkan uang sebanyak mungkin. Selebihnya aku dibuang begitu saja untuk sesuatu yang tidak berguna. Yah, apalah aku ini sosok tak kasat mata yang tak berhenti bergerak. Tapi uang selalu menarik mata manusia karena nilainya menentukan jumlah kekayaan. 

Mata manusia dan mata uang bagaikan dua kutub yang berlawanan yang selalu tarik menarik. Namun uang selalu lebih kuat. Mata manusia selalu terhipnotis saat melihat setumpuk uang di hadapannya. 

Karena itu nyawa manusia dapat dihargai dengan uang. Harga diri jangan ditanya, jutaan manusia telah menggadaikan harga dirinya demi setumpuk uang. Iman mereka kadang hanyalah identitas palsu, ketika ada uang di depan mata, mereka rela meninggalkan imannya dan membentuk iman yang baru yang mungkin juga palsu".

            Petani Tua lalu memandang Sang Waktu dengan penuh pertanyaan.

            "Lalu apa yang akan kau lakukan pada manusia?"

            "Tak ada. Tapi sadarkah kau bahwa usia manusia semakin hari semakin pendek? Sejak awal manusia diciptakan usia mereka sampai sembilan ratus tahun. Tapi kini berapa banyak manusia yang hidup sampai usia sembilan puluh tahun? Mungkin bisa dihitung dengan dedaunan kering di hadapanmu itu, 

Pak Tua. Mengapa? Karena aku tak ingin mereka menyia-nyiakan aku pada ambisi -- ambisi yang fana." Kata Sang Waktu, sambil bergeser ke ufuk Barat ke tempat matahari menemukan peraduannya.

            Petani tua itu pun masuk ke dalam gubuknya menyalakan pelita dan mulai merenungkan kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun