Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tais Belu: Simbol Identitas, Tempat dan Pangkat

2 Oktober 2021   13:51 Diperbarui: 2 Oktober 2021   13:54 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tais Belu (Dok. Pribadi)

Beberapa tahun terakhir Tais Belu mulai mendapat tempat di mata publik Indonesia dan di mancanegara. Bahkan pada tahun 2021, Tais Belu masuk sebagai salah satu nominator Cinderamata Terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award. 

Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah (Pemda) khususnya Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang terus merevitalisasi dan mempromosikan karya abadi warisan leluhur orang Belu.  Walaupun begitu, pada kesempatan ini saya ingin memperkenalkan lagi apa itu Tais Belu, sehingga yang sudah kenal makin mencintainya dan yang belum mengenal bisa tertarik untuk memilikinya.  

Baik, secara harafiah, tais dalam bahasa tetun berarti kain. Tapi bukan sembarang kain melainkan kain yang ditenun dalam keragaman motif dan warna serta menggunakan teknik tenun tradisional yang unik. Sedangkan belu berarti sahabat. Namun dalam konteks ini Belu yang dimaksud adalah nama kabupaten, sehingga Tais Belu kita bisa artikan sebagai Kain Tenun dari Belu.

Bagi orang Belu, tais bukanlah sekadar kain atau pakaian biasa, melainkan juga merupakan simbol identitas, tempat, dan pangkat. Karena itu ketika kita melihat sebuah tais maka pada saat yang sama kita juga sementara melihat wajah keberagaman orang Belu yang ada di dalam tais itu. 

Kita bisa melihat identitas seseorang dari bentuk tais. Kita bisa mengetahui asal tempat tinggal seseorang dari paduan warna dan motif  dan kita juga bisa mengetahui kedudukan sosial atau pangkat seseorang di dalam masyarakat berdasarkan cara membuat, motif dan warna tais yang dikenakan.

Untuk menunjukan identitas seseorang , Tais Belu dibagi dalam dua jenis yaitu tais mane  dan tais feto . Tais mane hanya digunakan oleh kaum pria dengan cara diikatkan pada bagian pinggang.  Tais mane dibuat menyerupai selimut dengan ukuran kurang lebih  panjang 3 meter dan lebar 1,5 meter.  Biasanya didominasi oleh warna dasar merah dengan motif garis vertikal yang bermakna tanggung jawab kaum lelaki terhadap kelangsungan hidup keluarganya.

Sebaliknya tais feto hanya digunakan oleh kaum perempuan dengan cara diikatkan pada bagian dada. Tais feto dibuat seperti sarung dengan ukuran kurang lebih panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter. Umumnya tais feto didominasi oleh warna dasar hitam.

Tais juga menandakan asal dan suku -- suku yang ada di Belu. Belu secara umum terdiri atas empat suku besar berdasarkan bahasa yang mereka gunakan yakni suku Tetun, suku Kemak, suku Buna dan suku Dawan. 

Dalam suku -- suku ini masih ada lagi suku -- suku kecil yang biasanya berkiblat pada satu rumah adat tertentu. Suku -- suku ini bisa kita identifikasi berdasarkan tais yang mereka kenakan setiap hari. Karena motif dan paduan warna tais setiap suku di Belu berbeda -- beda. Masing-masing suku memiliki motif yang berbeda dengan suku lainnya, dan mereka sangat mengenal motif sukunya karena hal ini adalah bagian dari identitas.

Motif  dan paduan warna ini mengandung aneka rupa pemahaman suku tentang keindahan , tentang dinamika sejarah hidup mereka, kontak budaya dan asimilasi, kedudukan sosial serta berbagai fungsi sakral dan profan yang ada dan mereka hidupi. 

Sebagai contoh motif eduk, cruz dan fatuk kabelak yang berasal dari suku tetun yang tinggal di wilayah Kecamatan Raimanuk, Desa Faturika. 

Motif -- motif ini menunjukan stratifikasi sosial, penerimaan agama kristen dan kepercayaan asli masyarakat Desa Faturika. Karena itu motif -- motif ini menjadi kekhasan dari suku tetun yang tinggal di Desa Faturika. 

Oleh karena tais adalah simbol identitas, tempat dan pangkat atau kedudukan sosial seseorang di masyarakat. Tais Belu dibuat dengan teknik atau cara yang tidak mudah. Umumnya dikenal tiga cara membuat sebuah tais yakni futus (ikat), fafoit (songket) dan sui (sulam). 

Futus adalah teknik memberi motif pada kain dengan cara mengikat benang menjadi pola tertentu sebelum benang tersebut dicelupkan pada pewarna dan ditenun. Sedangkan fafoit adalah teknik memberi motif pada kain pada saat kain ditenun dengan cara menambahkan benang dengan warna tertentu untuk membentuk pola yang diinginkan. Yang terakhir sui adalah teknik memberi motif pada saat kain yang  ditenun dengan cara menyulam benang menggunakan alat bantu berupa lidi atau bambu yang dipipihkan untuk membentuk pola tertentu pada kain.

Biasanya orang dengan kedudukan sosial tinggi di Belu memiliki tais --tais dengan motif -- motif tertentu yang ditenun menggunakan teknik futus saja atau bisa juga menggunakan ketiga teknik tersebut secara bersamaan. Sebagai contoh motif eduk di Desa Faturika. 

Motif ini dianggap sebagai motif raja atau yang merepresentasikan sosok raja. Raja tidak lain merupakan sosok yang dianggap sebagai citra dari yang Kuasa, memiliki kekuatan supranatural melebihi yang lain, berani, gagah dan pandai serta berkemampuan untuk menaklukkan musuh. 

Karena itu kain dengan motif ini dibuat dengan tiga teknik sekaligus dan hanya digunakan oleh raja atau orang -- orang yang memiliki garis keturunan bangsawan di daerah Faturika dan sekitarnya. Sedangkan rakyat biasa, umumnya membuat kain yang sederhana dan cenderung tanpa motif atau sering disebut tais sorulos.

Namun dalam perkembangannya, motif tais terus mengalami perubahan dan penggunaan lambang atau unsur spiritual mulai bergeser. Pengaruh ekonomi jauh lebih kuat dalam produksi selembar tais. Selain itu dewasa ini banyak generasi muda mulai berpikir ke arah yang lebih praktis atau moderen tanpa melihat fungsi dan nilai yang terkandung di dalam sebuah tais. Bagi mereka tais hanyalah sekadar kain yang diwariskan nenek moyang. 

Tais tidak lebih dari sebuah kain yang dijadikan selimut saat malam, atau dijadikan pakaian kebesaran saat acara -- acara adat serta sebagai ungkapan turut berduka saat ada kematian. Padahal fungsi dan nilai sebuah tais lebih dari itu dan memiliki peran yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat Belu.

Beruntung pada tahun 2016 pemerintah kabupaten Belu mulai merevitalisasi tenun dengan menggali motif -- motif lama yang mulai bergeser dan mempromosikan tais belu sampai ke luar negeri. Selain itu, secara rutin Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Belu juga kerap menggelar pelatihan bagi pengrajin di Belu. Terakhir, Januari 2018 lalu melalui  bekerja sama dengan pengurus Dewan Kerajinan Nasional dan Perkumpulan Warna Alami Indonesia (Warlami) telah diadakan pendampingan pelatihan pewarnaan alami di Atambua.

Karena itu upaya pemda dalam rangka membuat Tais Belu terkenal sampai ke mancanegara dan masuk sebagai salah satu Nominator Cinderamata Terpopuler dalam ajang API Award 2021 adalah upaya yang patut diapresiasi. Hal ini selain membuat tais memiliki harga yang semakin tinggi di pasar, pada saat yang sama juga akan mengundang banyak ahli dan peneliti untuk melihat lebih jauh ke dalam terutama fungsi dan nilai sebuah tais di dalam masyarakat. 

Bisa jadi jauh lebih kaya dari apa yang saya sampaikan pada tulisan ini. Sebab tais memiliki kekayaan pikiran, gagasan, kepercayaan serta harapan-harapan yang tersusun indah dalam pola hiasan khas sebagai hasil penghayatan mendalam dari kekuatan alam yang perlu terus dikembangkan dan dipromosikan ke tingkat global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun