Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sopi di Tengah Persoalan Investasi Miras

6 Maret 2021   14:02 Diperbarui: 6 Maret 2021   14:10 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Peminangan di Timor (Dok. Pribadi)

      

Seminggu terakhir minuman keras (miras) menjadi topik seksi yang hangat diperbincangkan netizen. Hal ini tentu erat kaitannya dengan kontroversi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal di mana dalam lampirannya terdapat aturan tentang investasi miras di Indonesia. 

Saat disahkan, Perpres ini menjadi kegembiraan tersendiri bagi pengrajin sopi (minuman keras tradisional di NTT yang terbuat dari Lontar) di Pulau Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) karena ada harapan sopi berkembang menjadi miras berskala ekspor dan mengubah kehidupan mereka. Namun harapan itu akhirnya pupus setelah Presiden Joko Widodo mencabut kembali aturan tersebut.

Pupusnya harapan itu tidak serta merta membuat pengrajin sopi di Timor gulung tikar dan menutup usahanya. Mereka akan tetap mengiris tuak dan memasak sopi serta menjualnya secara tradisional, karena sopi bukan sekadar miras melainkan warisan budaya nenek moyang. 

Selain itu sopi juga memiliki nilai -- nilai kearifan lokal yang mesti mereka jaga, karena tanpa sopi akan ada ketidakseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat di Timor.

Seperti halnya budaya makan sirih pinang yang sudah mengakar dalam sendi kehidupan orang Timor, begitu pula budaya minum sopi sudah mengakar sejak lama dan menyatu dalam ritual -- ritual adat yang penting misalnya adat peminangan, adat perkawinan, adat kematian, pembangunan rumah adat dan lain sebagainya. 

Pada ritual -- ritual adat itu sopi memiliki peran penting dan sakral, karena para tetua adat di Timor menggunakan sopi, sirih pinang dan ayam atau babi sebagai media yang menghubungkan dunia orang mati dan dunia kita untuk meminta restu dari leluhur.

Setelah meminta restu dari leluhur, sopi digunakan sebagai media perundingan. Hal ini biasa terjadi pada ritual adat peminangan. Keluarga laki -- laki dan keluarga perempuan akan duduk bersama untuk berunding tentang belis (mahar)dan tetek bengek lainnya , sopi hadir sebagai pencair suasana.

Lalu setelah berunding secara alot dan menemukan kesepakatan sopi digunakan sebagai simbol kesepakatan. Setelah itu sopi akan menjadi jamuan persahabatan dan kegembiraan.

Karena itu tanpa investor yang menanamkan modalnya, pengrajin sopi di Timor akan tetap eksis, kecuali jika ada aturan yang melarang masyarakat memproduksi miras baik secara industri maupun tradisional. 

Saya yakin aturan itu pasti akan melahirkan gelombang protes dari masyarakat Timor dan masyarakat lainnya yang telah membudayakan minum sopi sejak dahulu.

Walaupun begitu kekecewaan atas pencabutan aturan investasi miras tidak bisa ditutupi. Kekecewaan ini tergambar jelas dalam pernyataan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. 

Dalam wawancaranya dengan wartawan Detik News beliau mengatakan bahwa penolakan terhadap perpres usaha minuman keras lokal tidak selayaknya terjadi. 

Jika perpres ini menjadi polemik, seharusnya penolakan lebih keras dan mutlak terhadap produk minuman keras dari luar negeri seperti wine, wiski, dan produk-produk lain lebih lantang diteriakkan, karena penolakan terhadap produk lokal dan pembiaran terhadap produk sejenis yang dari luar Indonesia merupakan suatu bentuk upaya antek asing menguasai pasar Indonesia.

Pernyataan beliau itu mewakili kekecewaan seluruh masyarakat NTT, khususnya para pengrajin sopi yang ada di Timor. Kini masih tertinggal satu harapan yakni semoga ke depan budaya dan kearifan lokal ini tidak dimatikan oleh lahirnya aturan -- aturan baru tentang minuman keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun