Mohon tunggu...
Reddy Riantory
Reddy Riantory Mohon Tunggu... -

Pelajar seumur hidup.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sejuta Kapal Nelayan, Lini Terdepan Penjaga Kedaulatan Perairan Indonesia

6 Juli 2012   02:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15 1961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Negara Kepulauan

[caption id="attachment_192570" align="alignleft" width="300" caption="Kapal-kapal Nelayan Tradisional"][/caption] Luas wilayah perairan Indonesia yang lebih luas dari wilayah daratan menjadikan Indonesia sangat kaya dengan potensi laut yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Apa mungkin wilayah perairan yang demikian luas tersebut dapat terpantau sepenuhnya dari "serangan" pihak-pihak asing yang  memasuki perairan dan wilayah kedaulatan  Indonesia? Siapa yang berkewajiban mengamankannya? Apakah angkatan laut kita mampu mengawasi sepenuhnya? Berapa besar biaya yang diperlukan untuk pengawasan dan patroli angkatan laut? Sebelum menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, ada baiknya kita melihat dulu sejarah kelautan atau sejarah maritim Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagi pelaut ulung. Sejak awal abad pertama kapal-kapal dagang Indonesia sudah mengarungi lautan hingga sampai ke wilayah Afrika. Jejak-jejak tersebut masih dapat kita saksikan hingga saat ini, bahkan negara-negara asing pun mengakui keberanian dan kepiawaian nelayan-nelayan kita dulu dalam mengarungi luasnya wilayah lautan. Semangat bahari yang diturunkan dari generasi ke generasi hingga saat ini tampaknya kian memudar. Kebanggaan sebagai bangsa bahari yang memiliki sejarah panjang dari leluhur bangsa yang memiliki jiwa, semangat dan keberanian yang tinggi dalam mengarungi lautan tersebut saat ini hanya sekedar terucap dari mulut semata, tanpa ada langkah nyata dari generasi bahari jaman sekarang ini untuk kembali menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara maritim yang kuat, sehingga pihak asing akan berpikir dua kali dan merasa segan untuk memasuki atau mengganggu kedaulatan wilayah maritim Indonesia. Luasnya wilayah maritim Indonesia tidak terlepas dari peran Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957. Pada saat itu beliau masih menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia yang ke-10. Isi dari Deklarasi Djuanda adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).  Sehingga Indonesia dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut UNCLOS. Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Sebelum deklarasi tersebut, wilayah laut Indonesia hanyalah sejauh 3 mil laut dari pinggir pantai, mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Sehingga kapal-kapal asing masih dapat berkeliaran dengan bebas pada wilayah perairan terbuka yang berada diantara pulau-pulau di Indonesia. Bahkan jika berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, masih ada wilayah perairan terbuka disekitar Indonesia yang menjadi wilayah perairan bebas. Saat ini berdasarkan Deklarasi Djuanda tersebut,  wilayah perairan Indonesia memiliki luas perairan sekitar 3.257.483 km².

Memandang NKRI sebagai BENUA MARITIM

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki lebih kurang 17.504 pulau besar dan kecil, dengan luas total daratan 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Dengan kondisi geografis tersebut, yang memperlihatkan luas perairan yang lebih besar dari luas daratan serta sejumlah ribuan pulau yang tersebar dari wilayah timur hingga wilayah barat Indonesia, maka sebutan bahwa NKRI merupakan Negara Maritim yang besar, tidaklah berlebihan. Namun jika disebut-sebut sebagai Negara Maritim yang kuat dan "menguasai" penuh seluruh wilayah perairannya, masih patut untuk dipertanyakan. Sumber daya alam diwilayah laut yang porsi dan potensinya lebih besar dari sumber daya alam diwilayah darat semestinya mendapat perhatian dari Pemerintah dengan porsi yang lebih besar. Namun kenyataannya potensi laut Indonesia masih dibiarkan begitu saja, bahkan Pemerintah masih "merelakan" hasil-hasil laut Indonesia diambil dan dikeruk oleh pihak asing. Perasaan sedih dan geram pun terkadang muncul ketika penulis membaca dibeberapa media yang memberitakan mengenai perlakuan pihak asing terhadap nelayan-nelayan Indonesia yang katanya memasuki wilayah perairan mereka. Mereka diperlakukan dengan semena-mena, bahkan ada yang kapal-kapalnya ditembak dan ditenggelamkan. Sudah saatnya, walaupun terlambat, Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mengamankan, menggali, memanfaatkan dan mengelola potensi-potensi kelautan yang demikian besar. Dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 , sebetulnya sudah merupakan suatu langkah maju bagi bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita dalam menyejahterakan rakyat melalui pemanfaatan sumber daya kelautan. Sumber daya tersebut tidak hanya sebatas hasil tangkapan laut saja, melainkan secara menyeluruh termasuk potensi-potensi yang meliputi sektor wisata, pertambangan, perminyakan, transportasi, budidaya perikanan & biota laut, pembangkit listrik, dan lain sebagainya. Demikian juga halnya dengan pertahanan dan keamanan teritorial laut Indonesia yang begitu luasnya, sudah saatnya juga untuk lebih fokus memikirkan cara pengamanan yang efektif, utamanya pengamanan terhadap kapal-kapal asing yang mencuri hasil laut Indonesia. Seperti yang diberitakan tanggal 8 Juni 2012 pada situs Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) berdasarkan informasi dari Kepala Pusat Analisis Kerjasama Internasional dan Antar Lembaga pada Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Anang Noegroho yang menyebutkan, rata-rata selama satu dekade terakhir negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun pertahun dari pencurian  oleh negara asing. Jika, harga satu kilogram ikan adalah dua dolar, artinya ikan yang dicuri 166 ton pertahun. Suatu angka yang tidak bisa dibilang kecil tentunya, dan hal tersebut tidak hanya berlangsung dalam satu atau dua tahun saja. Jika kita misalkan biaya kuliah di perguruan tinggi sebesar Rp 50 juta pertahun, maka dengan uang Rp 30 triliun berarti dapat membiayai 600.000 orang mahasiswa pertahun.  Atau jika 1 unit rumah RSH tipe 36 seharga Rp 80 juta, maka dapat dibangun rumah rakyat sebanyak 375.000 unit rumah pertahun. Hanya berdasarkan data dari perhitungan hasil laut yang dicuri saja kita sudah bisa mendapat gambaran sedemikian. Nah, berapa jumlah yang dihasilkan, yang bisa dinikmati rakyat jika dikelola dengan baik, luar biasa tentunya. Untuk lebih menggugah dan menyadarkan rakyat dan bangsa Indonesia, bahwasanya Indonesia sebagai negara maritim, negara bahari, negara kepulauan, yang memiliki potensi sangat besar dari sumber daya alam yang ada didarat apalagi dilaut, maka penulis berpendapat perlu kiranya merubah cara pandang bangsa ini. Indonesia tidak lagi dipandang sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke, namun saatnya memandang Indonesia sebagai "BENUA MARITIM" dengan batas-batas wilayah berdasarkan garis pantai pulau-pulau diposisi terluar. Benua maritim dipandang sebagai suatu landas kontinen yang didalamnya terdapat daratan dan air (laut). Sehingga pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam (SDA) berarti meliputi wilayah darat, laut dan udara menurut batas-batas wilayah terluar yang sudah ditentukan.  Dengan demikian diharapkan rakyat akan lebih terbuka wawasannya dan lebih jeli melihat potensi-potensi yang ada di Benua Maritim Indonesia, serta mampu menggali, mengelola, memanfaatkan dan mengamankan seluruh potensi sumber daya alam yang ada.

Program Sejuta Kapal Nelayan Nusantara

Pada tahun 2007 silam, penulis pernah mencetuskan dan menuangkan beberapa ide mengenai pemanfaatan sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia. Ide tersebut penulis tuangkan dan susun bersama beberapa orang rekan yang memiliki pandangan yang sama dalam suatu program yang memadukan dua fungsi menjadi satu dengan mendapatkan 2 manfaat sekaligus. Program tersebut adalah Sejuta Kapal Nelayan Nusantara. Ide dasar dari program tersebut berawal dari pemikiran penulis untuk mencari solusi bagaimana caranya mengawasi, mengontrol, mempertahankan dan mengamankan wilayah perairan Indonesia yang sebegitu luasnya, utamanya dari tindak pencurian hasil laut yang dilakukan oleh kapal-kapal asing. Disamping untuk tujuan pertahanan dan keamanan, penulis juga berpikir untuk sekaligus mengelola dan memanfaatkan hasil laut yang dapat menghasilkan keuntungan finansial. Berdasarkan dari dua hal tersebutlah maka penulis menuangkannya dalam suatu program lintas lembaga dan lintas departemen yang bisa mendapatkan profit dan benefit sekaligus dalam satu program. Dari sisi profit bisa didapat dari hasil tangkapan ikan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Sedangkan dari sisi benefit adalah pertahanan dan keamanan seluruh wilayah perairan dapat diawasi dan diamankan, selain itu multiplier effect dari program ini dapat dirasakan langsung dalam bidang ekonomi, industri, ketenagakerjaan dan pendidikan akan dapat dirasakan oleh rakyat, mulai dari industri pembuatan kapal, industri baja, industri mesin, industri pengolahan dan pemasaran hasil laut,  lapangan kerja, pendidikan/sekolah/akademi maritim, dal lain sebagainya.   Pendanaan? ada beberapa skema pendanaan yang bisa dilakukan untuk mendanai program ini. dalam hal implementasi, Program ini dijalankan dan diprogramkan dalam  dua tahapan, meliputi program jangka pendek dan jangka panjang yang akan dijalankan secara berkesinambungan.

13414795662013146128
13414795662013146128
Armada Patroli Nelayan Nusantara Mengawasi dan Mengamankan Teritorial Sambil Menangkap Ikan Program yang penulis gambarkan tersebut merupakan penyatuan dua fungsi kapal kedalam satu jenis kapal canggih yang mampu melaksanakan tugas-tugas patroli laut sekaligus dapat digunakan untuk menangkap ikan. Dalam hal kecepatan, kapal tersebut jelas tidak secepat kapal corvette keluaran Naval Schelde, Vlissingen- Belanda, namun tentunya lebih cepat dari kapal-kapal nelayan asing yang ada saat ini, dan dalam kondisi darurat perang, dalam waktu singkat diatas kapal tersebut dapat di-install satu set senjata sejenis MK-45 serta satu set missile launcher berikut anti-ship missiles (ASM), surface-to-air missiles (SAM) dan antisubmarine warfare (ASW). Mimpi? tentu tidak. Kita sudah memiliki beberapa sumber daya yang cukup dan memadai untuk mengawali program itu. Perusahaan galangan kapal PT PAL, perusahan industri pesawat PT. Dirgantara Indonesia, perusahaan baja PT. Krakatau Steel, senjata PT PINDAD, serta beberapa perusahaan lain yang siap dan yang akan dibentuk untuk mendukung program tersebut. Penulis rasa itu bukan cuma mimpi, hal tersebut bisa diwujudkan, tentunya bukan dengan mantra "simsalabim  abrakadabra", namun dengan niat, tekad, semangat, kerja keras dan gotong royong semua itu dapat terwujud. Halnya dengan nelayan kita, nantinya cuaca buruk serta ombak setinggi 5 sampai 7 meter bukan lagi halangan untuk mengarungi laut. Titik koordinat wilayah yang terdapat banyak ikan (biasanya menjadi wilayah yang rawan pencurian hasil laut) tentunya sudah terekam dalam data base, kapal siap meluncur ke titik koordinat yang sudah ditentukan, kemudian aktifkan fish finder, siapkan alat penangkapan, dan selanjutnya langsung kerja. Lantas bagaimana dengan nasib nelayan tradisional? jangan khawatir, kapal-kapal tersebut bukan untuk menangkap ikan yang berada diwilayah pesisir atau yang berjarak 40 hingga 50 mil dari pesisir. Kapal-kapal tersebut hanya akan beroperasi diwilayah yang jauh dari pesisir, utamanya dikawasan yang berdekatan dengan wilayah perbatasan. Nelayan yang tergabung dalam program ini akan melaksanakan pekerjaan secara bergantian yang diatur dalam kelompok kerja dibawah naungan Koperasi Nelayan Nusantara, jadi siapa yang ditugaskan di laut dan didarat ada jadwalnya. Bagaimana dengan tanggapan negara-negara tetangga? apa ini dianggap persiapan perang? Ah, tentu saja tidak. Ini akan terlihat murni sebagai program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada diwilayah  perairan Indonesia, hanya saja ada nilai plus dari sisi pertahanan dan keamanan wilayah. Saat sekarang ini kita tidak dalam situasi perang, memperkuat angkatan bersenjata kita dengan pengadaan Alutsista adalah hal yang penting. Namun jika kita belanja Alutsista dengan jumlah yang "asik-asik" pada saat ini tentunya bukan suatu komunikasi yang baik bagi negara-negara tetangga, "Wah, Indonesia lagi 'banyak' duit. Sekarang mereka belanja 'mainan' secara besar-besaran, kayaknya mau siap-siap konfrontasi nih " demikian kurang lebih mereka akan membaca bentuk komunikasi tersebut. Tentunya akan menimbulkan situasi yang sedikit "memanas" dilingkungan "Rukun Tetangga". Akan tetapi dengan berlatarbelakang pengembangan usaha "nelayan" rasanya sedikit "adem" jika dilaksanakan. Program tersebut selanjutnya akan digabungkan (integrated system) dengan Sistem Informasi dan Koordinasi Data Terpadu (SIKADU) yang berfungsi untuk meng-integrasikan semua sistem informasi (real time data) dari beberapa bidang untuk mencapai tingkat efisiensi, efektifitas dan produktifitas yang tinggi. Untuk pembahasan tentang SIKADU penulis akan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan tim dan rekan yang lain, apa memungkinkan untuk dibahas disini. Dengan program tersebut diatas penulis pada akhirnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan diawal tulisan ini. Dengan program Sejuta Kapal Nelayan Nusantara, seluruh wilayah perairan Indonesia dapat diawasi. Bagaimana dengan patroli perairan? biaya?, dengan kapal nelayan yang canggih, yang sudah dilengkapi dengan sistem komunikasi, radar dan sonar yang memadai, serta penempatan beberapa personil TNI Angkatan Laut yang dipersenjatai, tentunya hal itu dapat diatasi. Mengenai biaya operasional patroli, sudah termasuk dalam biaya operasional penangkapan ikan yang dilaksanakan tersebut. Sejuta kapal yang bertebaran dibeberapa wilayah yang berpotensi tersebut tidak hanya sekedar berkeliling melaksanakan patroli saja, namun sambil menangkap ikan dan hasil laut lainnya, namun tentunya tetap dengan sikap waspada dalam mengawasi perairan. Seluruh kapal ditempatkan pada area dan titik tertentu dengan sistem rotasi yang mana semua koordinat kapal tersebut dapat terpantau seluruhnya dari kantor pusat. Jika terdeteksi dan terlihat adanya kapal asing yang mendekat ke wilayah kedaulatan Indonesia, kapal nelayan kita dapat memberikan peringatan, baik peringatan kepada TNI Angkatan laut kita maupun peringatan kepada kapal asing itu. Jika peringatan tersebut diabaikan dan tidak mendapat respon yang baik, maka pesawat tempur Sukhoi Su-30 Mk2 TNI-AU siap take-off dan menghalau kapal asing tersebut, bila perlu dapat sekaligus menghancurkannya karena secara nyata memasuki wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nah, sekarang... siapa yang berani "nyenggol" dan mau "iseng" lagi dengan "armada patroli maritim" kita?  :-)

Jalesveva Jayamahe !!!

Salam Perjuangan !!! Penulis mohon maaf jika ada penyampaian yang kurang berkenan. Thanks.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun