Mohon tunggu...
Money Pilihan

Karawang Memiliki UMK Tertinggi Akan Selamanya Manis? Tidak Semudah Itu Ferguso!

22 November 2018   09:03 Diperbarui: 22 November 2018   09:47 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada tanggal 1 November 2018, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menandatangani Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang akan berlaku di provinsinya mulai tahun depan. Di dalam UMK tersebut, lagi-lagi Kabupaten Karawang menjadi kabupaten dengan UMK tertinggi di Jawa Barat, dengan besaran  4.234.010 rupiah. 

Tingginya UMK di Kabupaten Karawang bukan karena sulap atau sihir, melainkan berdasarkan formula perhitungan upah minimum yang telah ditentukan di dalam Pasal 44 ayat (2) PP no. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan ditetapkan oleh Gubernur.

Kenaikan UMK ini tentunya disambut hangat oleh para buruh yang bekerja di Kabupaten Karawang. Walaupun masih ada beberapa pihak yang merasa kurang puas, toh nyatanya kenaikan UMK ini bisa mengalahkan kenaikan UMK di DKI Jakarta yang hanya berkisar di angka 3.940.973 rupiah. 

Dengan dinobatkannya Kabupaten Karawang menjadi kabupaten dengan UMK terbesar se Jawa Barat atau bahkan se Pulau Jawa, ternyata memiliki beberapa konsekuensi pahit yang harus dihadapi. 

Di dalam tulisan ini, penulis tidak bermaksud untuk menggurui apalagi nyinyir. Penulis hanya ingin mengajak semua pihak  untuk merenungkan sejenak akan hal ini, dengan harapan konsekuensi pahit tersebut dapat di atasi dan win-win solution dapat tercapai.

Untuk konsekuensi pahit tersebut, penulis hanya akan memberikan 3 konsekuensi pahit yang paling umum. Ketiga konsekuensi pahit tersebut di antaranya adalah: 

Pertama, banyak perusahaan yang memberhentikan buruhnya (PHK) karena tidak sanggup membayar upah. Pada tanggal 23 Januari 2018, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Karawang merilis data bahwa ada sekitar 11.875  buruh yang terkena PHK di akhir tahun 2017, karena perusahaannya tidak sanggup membayar upah. 

Menurut Ketua Kadin Kabupaten Karawang, Fadludin Damanhuri di dalam Kompas tanggal 23 Januari 2018, salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah UMK yang terlalu tinggi. Fadludin menerangkan bahwa absennya pihak pengusaha di dalam perumusan UMK, akan menjadikan permasalahan ini semakin berlarut. 

Ia juga menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki  resistensi yang tinggi akan terbebani oleh kenaikan UMK yang terlalu tinggi, sehingga dikhawatirkan gulung tikar.

Kedua, UMK yang terlalu tinggi menjadikan Kabupaten Karawang kurang diminati oleh investor industri tekstil. Menurut Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Ahmad Suroto dalam Kompas 13 November 2018, sepanjang tahun 2017 hingga November 2018 terdapat 21 perusahaan yang pindah dari Kabupaten Karawang. 

Ia pun memprediksikan bahwa ada 5 perusahaan yang akan menyusul di tahun 2019. Suroto menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang pindah dari Kabupaten Karawang, rata-rata perusahaan di bidang tekstil. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah UMK Kabupaten Karawang, yang dinilai terlalu tinggi sehingga membebani pelaku usaha tekstil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun