Mohon tunggu...
Rebecca Maria Diharja
Rebecca Maria Diharja Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris di SDK Santa Maria Banyuwangi

Saya adalah pribadi yang suka bertemu dan berteman dengan siapa saja. Meski begitu saya menikmati waktu-waktu sendiri saya dirumah, ditemani buku yang bagus.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memulai Budaya Positif di Sekolah

28 Januari 2023   12:30 Diperbarui: 28 Januari 2023   12:29 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Pembuatan Keyakinan Kelas (Dok. pribadi)

Selama kurang lebih 16 tahun menjadi seorang guru, makna kata disiplin bagi saya tidak jauh dari kata-kata hukuman dan aturan. Ketika ada aturan yang dilanggar, maka disitulah terjadi hukuman sebagai bagian dari praktik penegakan kedisiplinan. Hukuman yang dimaksud bukanlah secara fisik, namun mungkin secara verbal atau bahkan konsekuensi lainnya. 

Menurut perspektif saya sebagai seorang guru, yang mana adalah produk didikan pendahulu saya, praktik disiplin yang selama ini saya lakukan sudah benar, karena esensinya adalah memberi sanksi atas pelanggaran aturan yang ada. Namun ketika saya belajar di Pendidikan Guru Penggerak ini, makna sebenarnya dari kata disiplin adalah lebih menunjuk kepada disiplin diri, dimana keinginan untuk bertindak, berucap, berperilaku benar itu muncul dari dalam diri sendiri. Selama ini makna disiplin yang terjadi adalah “paksaan” dari luar untuk mentaati serangkaian aturan yang mungkin belum dipahami murid sepenuhnya arti atau tujuan dari tata tertib itu. 

Menurut Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, disiplin diri yang kuat sangat dibutuhkan untuk menjadikan murid sebagai pribadi yang merdeka. Maka sangat penting bagi guru untuk segera merubah paradigma tentang makna kata disiplin ini. Motivasi seseorang untuk bersikap, berucap, bertindak yang baik seharusnya muncul dari keyakinan dirinya akan nilai-nilai kebajikan atau kebaikan. 

Dalam konteks sekolah, tempat dimana pendidikan terjadi, perlu mulai dilakukan perubahan dari sistem peraturan sekolah menjadi keyakinan sekolah yang nantinya akan diturunkan menjadi keyakinan kelas dan itu adalah sarana untuk membangun keyakinan murid atas nilai-nilai kebajikan dalam dirinya. Diharapkan nilai-nilai kebajikan dalam Profil Pelajar Pancasila dijadikan pedoman dalam membentuk keyakinan sekolah/kelas ini. 

Model disiplin berbentuk hukuman seyogyanya sudah ditinggalkan oleh pendidik jaman sekarang, karena sanksi seperti ini tidak akan bertahan lama dalam merubah perilaku murid. 

Hukuman adalah paksaan dari luar diri murid untuk mentaati aturan atau tata tertib. Menurut Diane Gossen, disiplin berasal dari kata disciplina yang artinya belajar. Kata yang sama berasal dari akar kata dari disciple yang artinya murid. Dengan kata lain, disiplin sangat berhubungan dengan proses belajar dari murid. 

Jika disiplin ini tidak bisa dimaknai dengan positif, baik oleh guru maupun murid, maka tidak akan terwujud kemerdekaan murid yang memiliki disiplin diri yang kuat. Motivasi internal ini bisa mulai dipupuk dengan membentuk keyakinan kelas antara guru dan murid. Mereka merumuskan nilai-nilai kebajikan mana yang mereka yakini bersama. 

Dari sana, guru bisa melakukan beberapa kegiatan pendalaman keyakinan kelas sehingga setiap anggota kelas bisa memahami dan mengingat nilai-nilai kebaikan yang mereka yakini. Apakah nantinya semua murid langsung berubah? Tentu saja tidak akan semudah itu. Namun jika nanti terjadi pelanggaran atas keyakinan kelas, maka guru bisa menerapkan posisi kontrol sebagai seorang manajer. Sebagai manajer yang menerapkan disiplin positif, dimana guru tidak fokus pada masalah atau kesalahan namun lebih berminat pada pencarian solusi atas permasalahan yang ada. Lalu bagaimana seorang guru bisa menjadi manajer yang baik? 

Pertama, guru harus menstabilkan identitas murid yang melakukan kesalahan itu. Guru mengatakan bahwa melakukan kesalahan adalah hal normal bagi manusia. 

Jika murid yang bermasalah itu tidak distabilkan identitasnya, maka dia akan terus memandang kesalahannya sebagai hal yang tidak termaafkan dan dia akan gagal melihiat solusi atas kesalahannya itu. Setelah itu, guru bisa memvalidasi tindakan yang salah itu dengan mengatakan bahwa guru memahami alasan murid itu melakukan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan. Guru harus sudah memahami bahwa setiap tindakan manusia itu didasari oleh pemenuhan kebutuhan dasarnya. Bisa karena memenuhi kebutuhan bertahan hidup, rasa diterima dan kasih sayang, kebebasan, kekuasaan maupun kesenangan. 

Jika guru sudah memahami hal ini, maka akan mudah untuk memandang hal ini dari sudut pandang murid. Setelah itu, baru guru bisa menanyakan keyakinan kelas atau nilai-nilai kebajikan yang sudah disepakati bersama. Tugas guru sejatinya adalah membimbing murid menuju gambaran ideal pribadi berakhlak mulia. Hal ini tidak bisa dicapai dengan serangkaian tata tertib dan hukuman atau konsekuensi yang menyertai jika terjadi pelanggaran. Namun, guru dan murid bisa mulai dengan mendiskusikan dan sepakat dalam hal nilai-nilai kebajikan apa yang akan disepakati bersama. Hal ini menjadi cikal bakal budaya positif di sekolah. Dengan ini akan tercipta lingkungan sekolah yang ramah anak dan positif sehingga murid bisa belajar dengan baik dan menjadi murid yang merdeka serta memiliki disiplin diri yang kuat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun