Mohon tunggu...
Reza Paradisa
Reza Paradisa Mohon Tunggu... Buruh - Pemulung Waktu Luang

Menulis berarti memberi kekuatan pada orang lain untuk membaca pikiran kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Perbandingan Sistem Waris Hukum Islam dan Adat di Indonesia

23 Januari 2020   10:18 Diperbarui: 18 Juni 2021   02:39 4364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Perbandingan Sistem Waris Hukum Islam dan Adat di Indonesia (koperasisyariah212.co.id)

Asas Bilateral merupakan landasar dasar yang dijadikan semangat dalam proses pembagian waris dalam Islam yang menyebutkan bahwa baik anak laki-laki maupun anak perempuan atau baik dari kerabak pihak ayah  maupun pihak ibu memiliki kedudukan dan hak yang sama dalam hal pembagian waris.

Asas Individual merupakan konsep dasar dalam pembagian harta warisan dalam Islam yang menerangkan bahwa semua harta peningalan dibagikan secara pribadi kepada semua ahli waris yang berhak menerimanya.

Sedangkan mengenai ukuran bagian masing-masing ahli waris dalam hal pembagian waris memiliki perbedaan antara sistem hukum Adat maupun hukum Islam. 

Dalam hukum Islam bagian masing-masing ahli waris sudah terdapat pembagian yang baku dan matang yang tertuang dalam al-Qur'an maupun Hadist. Ukuran pembagiannya sudah ditentukan langsung oleh pembuat syari'at yaitu Allah.

Berbeda dengan hukum adat yang lahir dari hasil olah pikiran manusia, mengenai ukuran pembagian waris dalam hukum adat tidak memiliki jumlah yang baku karena hukum adat bersifat dinamis dan tidak dikodifikasi. Sistem waris hukum adat hanya mengenal beberapa pertimbangan dalam pembagian waris, yaitu berdasarkan kewajaran, kelayakan  ataupun kepantasa.

Dasar kewajaran merupakan cara pembagian waris dalam hukum adat yang terlebih dahulu melihat kondisi ekonomi seorang ahli waris. Artinya ahli waris yang kondisi ekonominya sudah mapan sudah barang tentu sewajarnya tidak akan mendapat harta warisan yang tidak terlalu besar dibanding dengan ahli waris yang kondisi ekonominya masing rendah.

Dasar kelayakan merupakan cara lain dalam pembagian waris adat yang menunjukkan bahwa seorang kepala adat ataupun  seorang ahli waris dari anak yang paling tua lah yang berhak menentukan dan mengatur pembagian waris.

Sedangkan dasar kepantasan lebih berorientasi pada pertimbangan yang didasarkan pada kesesuaian jenis kelamin sang ahli waris. Artinya seorang anak perempuan sudah barang tentu lebih pantas mendapatkan harta warisan berupa perhiasan maupun perlengkapan rumah tangga, dan anak laki-laki lebih pantas mendapatkan harta warisan berupa sebidang tanah ataupun kerbau.

-Reza Paradisa

DAFTAR PUSTAKA

  1. Afidah Wahyuni, "(Sistem Waris Dalam Perspektif Islam dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia)".
  2. Agus Sudaryanto, "(Aspek Ontologi Pembagian Waris Dalam Hukum Islam dan Hukum Adat Jawa)"
  3. Bambang Daru Nugroho, Hukum Perdata Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2017.
  4. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2018.
  5. Ishak Kasim, "(Kedudukan Hak Waris Anak Menurut Hukum Adat, Hukum Islam, Hukum Perdata Sebagai Perbandingan)".
  6. Komari, "(Eksistensi Hukum Waris di Indonesia : Antara Adat dan Syariat)".
  7. Muhammad Faisal Tambi, "(Studi Komparasi Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat)".
  8. Rahmat Haniru, "(Hukum Waris Di Indonesia Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Adat)".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun